Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Irjen Sambo dan Pertarungan Citra Polisi Membersihkan Diri

Irjen Sambo dan Pertarungan Citra Polisi Membersihkan Diri

Kamis, 18 Agustus 2022 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

[Dok: liputan6.com]


DIALEKSIS.COM - Kasus Irjen Ferdy Sambo semakin membuka tabir, bahwa di intitusi penegak hukum ini ada sindikasi hitam yang sudah mengakar dan sulit dibersihkan. Bila pihak yang membersihkanya tidak serius, sindikasi hitam itu akan terus melahirkan generasi.

Tanpa tekanan pihak luar, baik berupa perintah Presiden yang serius mengikuti perkembangan melalui Menkopolhumkan, serta bangkitnya publik melakukan pengawalan dan para pengacara yang terus berjuang, sindikasi hitam diintitusi penegak hukum ini menjadi lorong gelap yang sulit dijamah.

Citra polisi kini sedang dipertaruhkan. Mampukah pihak kepolisian membersihkan rumahnya tempat rakyat menaruh harapan dalam mendapatkan penegakan hukum? Mampukah pihak penyidik merebut kembali hati masyarakat untuk menaruh kepercayaan kepada lembaga ini?

Pertarungan mengembalikan citra sedang berlangsung. Kinerja Kapolri dalam membersihkan intitusinya dinilai publik. Serius atau tidaknya Kapolri dalam membongkar sindikasi hitam di rumahnya, hasil ahir akan menjadi penilaian rakyat.

Kasus penembakan Birgadir Yoshua (Brigadir J), walau terbilang lama untuk pengungkapanya, mencapai sebulan lebih, menandakan adanya sindikasi hitam yang kuat di tubuh institusi ini. Walau pihak penyidik ahirnya menetapkan 4 tersangka, baik aktor dan para pelaku pembunuhan, namun ini suatu bukti, bagaimana kekuatan “hitam” di Polri memiliki jaringan yang luar biasa.

Bagaimana kuatnya Ferdy Sambo, sehingga sampai tulisan ini diturunkan sudah ada 63 personil polisi yang diperiksa, diduga melanggar etik. Mulai dari Pati (perwira tinggi), Pamen (Perwira Menengah), Pama (perwira pertama) dan para bintara.

Dari 63 personil itu, 36 diantaranya diduga melanggar etik terkait upaya menghalangi proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, ada 63 anggota polisi yang diperiksa Inspektorat Khusus Polri.

Diantaranya, Irjen Ferdi Sambo, Brigjen Benny Ali, dan Brigjen Hendra Kurniawan. Saat ini 8 orang ditempatkan di Provos, 8 orang di Mako Brimob, dan 2 orang di Bareskrim Polri. Dari 63 orang yang telah diperiksa, 36 orang di antaranya diduga melanggar etik terkait upaya menghalangi proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.

Sebuah jaringan yang dibangun Sambo sangat luar biasa, bahkan penasehat ahli Kapolri juga turut terlibat dalam membangun opini publik dengan menyiapkan relis, bahwa kasus pembunuhan itu adalah tembak menembak.

Mereka yang terlibat menghalangi proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J atau menyampaikan berita palsu, kini sedang diperiksa. Walau hasil sementara seperti yang disampaikan Kadiv Humas Polri, sudah ada 36 yang terduga melanggar etik.

Dedi menjelaskan, pemeriksaan Tim Inspektorat Khusus (Irsus) bakal berlanjut secara terpilah, terkait bentuk pelanggaran yang dapat berupa kode etik dan pidana. Apabila terbutki melanggar ketentuan pidana, pihak Irsus akan melimpahkannya ke penyidik Bareskrim.

"Jadi ini merupakan satu komitmen dan ketegasan Kapolri, siapapun yang terbukti terlibat dalam satu peristiwa pidana atau pelanggaran kode etik, akan ditindak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," ujarnya.

Soal Suap ke KPK

Kekuatan Sambo dalam membangun jaringan bukan hanya sampai disitu dengan menyeret orang yang bisa dimasukanya dalam sekenario. Namun dia juga menggunakan uang untuk memuluskan sekenario yang sudah dibuatnya.

Dia berupaya menyuap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Upaya itu menjadi konsumsi publik setelah media ramai memberitakanya. Awalnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengungkap soal adanya upaya suap dari Sambo.

Ahirnya peristiwa pemberian amplop kepada staf LPSK terkuak kepublik. Namun titipan amplop itu ditolak oleh staf LPSK, seperti diungkapkan Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo. Belum sempat dilihat, karena staf LPSK ini shock dan langsung mengembalikan.

Berita upaya suap Irjen Ferdy Sambo ke LPSK telah memunculkan kekuatan baru, para pengacara yang tergabung dalam Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koordinator Tampak, Roberth Keytimu, secara resmi telah membuat laporan ke KPK agar penyidik korupsi ini mengungkap adanya tindakan pidana korupsi rentetan kasus penembakan Brigadir J.

Seperti diberitakan berbagai media, KPK telah menerima laporan dugaan penyuapan oleh Ferdy Sambo kepada anggota LPSK. Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, memastikan pihaknya akan menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat dengan melakukan langkah-langkah analisis lebih lanjut, yakni berupa verifikasi mendalam dari data yang diterima.

Kuatnya Sambo dalam membangun jaringan dan mengatur sekenario, seperti kata pepatah, sepandai-pandai tupai melompat sesekali jatuh juga. Aksi Sambo dengan sekenarionya kini terbongkar walau butuh waktu sebulan lebih untuk mengungkapnya.

Satu demi satu kebohongan Sambo terungkap. Lima kebohohan Sambo yang kini sudah diketahui publik. Awalnya Sambo membangun narasi dia dan rombongan tiba di tiba di Jakarta sepulang dari Magelang, Jawa Tengah pada Jumat (8/7/2022), sesaat sebelum kematian Brigadir J.

Hasil penyelidikan Komnas HAM menemukan kebohongan, bahwa rombongan Sambo tiba lebih dulu di rumahnya di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sambo sudah berada di Jakarta sehari sebelum rombongan Putri tiba, Sambo sudah ada di sana Kamis (7/7/2022).

Mantan Kadiv Propam ini membangun narasi dia tidak berada di lokasi (TKP) saat Brigadir J tembak menembak dengan Brigadir Eliezer. Dia sedang melakukan PCR, dia baru mengetahuinya setelah ditelpon Putri (PC).

Namun, belakangan terungkap bahwa Sambo ada di TKP ketika penembakan, bahkan Sambo bukan hanya memerintahkan penembakan namun turut melakukan penembakan terhadap Brigadir J.

Bukan baku tembak seperti sekenario yang diciptakan Sambo, namun hasil penyelidikan tim Komnas HAM adalah penembakan terhadap Brigadir J atas perintah jenderal bintang dua itu. Tidak ditemukan fakta peristiwa tembak-menembak seperti yang dilaporkan awal.

Setelah Brigadir J dieksekusi, Sambo menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah telah terjadi baku tembak.

Demikian soal CCTV yang awalnya disebutkan dekodernya rusak, tetapi hasil penyelidikan penyidik, Sambo berperan dalam mengambil CCTV di sekitar TKP penembakan dengan melibatkan personil polisi yang lain.

Demikian dengan laporan dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J dan adanya percobaan pembunuhan, Polisi memastikan bahwa dua tudingan tersebut tak terbukti kebenarannya.

“Berdasarkan hasil gelar perkara tadi perkara ini kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Andi Rian Djajadi dalam konferensi pers, Jumat (12/8/2022).

Menurut polisi, pelaporan yang dilakukan Putri Candrawathi terhadap Brigadir J hanya untuk menghalangi penyidikan. Bagaimana dengan kisah Putri, istri Sambo, apakah dia bakal menjadi tersangka? Karena sudah membuat laporan palsu yang tidak bisa dibuktikan?

Untuk sosok yang tidak muncul ke publik ini, hanya sekali muncul ketika mengunjungi suaminya di Mako Brimob, pihak penyidik belum memberikan ketarangan. Bagaimana kelanjutan dari status Putri yang laporanya tidak terbukti.

Walau terbilang lama, kasus penembakan Brigadir J, ahirnya pihak penyidik sudah menetapkan empat tersangka. Irjen Ferdy Sambo sebagai dalang pembunuhan berencana, Brigadir Ricky, Kuwat Ma,ruf dan Bharada Eliezer.

Mereka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Namun Bharada E dijerat dengan Pasal Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Khusus untuk Bharada E (Eliezer), dia resmi ditetapkan sebagai justice collaborator (JC). Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo mengatakan pihaknya telah menetapkan Bharada E sebaga justice collaborator (JC) sejak Sabtu, 13 Agustus 2022.

LPSK sudah memperhitungkan dan memprediksi yang bersangkutan bakal ditetapkan sebagai tersangka dan di dalam beberapa penyampaian LPSK, kami sampaikan ke yang bersangkutan bahwa dia akan bisa terlindungi jika berperan sebagai justice collaborator," ujar Hasto dalam konferensi pers, Senin, 15 Agustus 2022.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 dinyatakan bahwa pengertian Justice Collaborator adalah saksi pelaku yang juga memiliki kontribusi besar untuk mengungkapkan tindak pidana tertentu.

Pengacara

Kisah Bharada E dalam kasus ini juga menarik. Hingga kini dia sudah memiliki tiga pengacara. Gonta-ganti pengacara ini menjadi pembahasan publik. Awalnya, Bharada E sempat menunjuk tim kuasa hukum diwakili oleh Andreas Nahot Silitonga.

Kemudian kuasa hukum ini mundur pada 6 Agustus 2022, ditunjuklah Deolipa Yumara dan Burhanudin. Dia merupakan pengacara yang ditunjuk negara untuk mendampingi Bharada E. Saat mereka menjadi penasihat hukum, publik disuguhkan dengan informasi yang selama ini ditutupi.

Deolipa dan Burhanuddin menjadi perhatian publik, karena keberanianya mengungkapkan apa adanya dari kasus pembunuhan Brigadir J. Bahkan Mahfud MD Menkopolhumkan menyebutkan pengacara ini bagus.

Namun waktu penasihat hukum Bharada E ini juga tidak panjang. Pada 10 Agustus 2022, Deolipa dan Burhanuddin diganti Bharada E, bukan lagi sebagai kuasa hukumnya. Sikap Deolipa dan Burhanuddin yang blak-blakan, terbuka kepada publik ada yang tidak senang.

Ajudan Ferdy Sambo yang sudah menjadi justice collaborator itu ahirnya mempercayakan Ronny Talapessy sebagai penasihat hukumnya. Namun Deolipa dan Burhanuddin mendapatkan kenyataan ini mengajukan gugatan perdata.

Sebelum Bharada E menggantikan Deolipa, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyentil pengacara ini atas pernyataan di media. Agus sempat menilai fakta-fakta kasus yang belakangan terungkap seolah-olah karena kerja pengacara itu.

"Nah pengacara yang baru datang ini tiba-tiba seolah-olah dia yang bekerja, sampaikan informasi kepada publik kan, enggak fair itu ya," kata Agus.

Agus mengatakan pengakuan Bharada E dalam kasus itu bukan karena pengacara, namun karena upaya yang dilakukan penyidik. Ia menyebut Tim Khusus bahkan mendatangkan orang tua dalam proses pemeriksaan Bharada E.

“Bukan karena pengacara itu dia mengaku, namun karena apa yang dilakukan oleh penyidik. Apa yang dilakukan oleh timsus menyampaikan kepada dia, kasih orang tuanya didatangkan, adalah upaya membuat dia untuk tergugah bahwa ancamannya cukup berat, jadi jangan tanggung sendiri," ucap Agus.

Diberhentikan menjadi pengacara Bharada E, Deolipa dan Burhanuddin mengajukan gugatan. Deolipa Yumara resmi dan Burhanuddin yang tergabung dalam pengacara merah putih melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Hari ini kami sudah memasukkan, gugatan perbuatan melawan hukum, dari Pengacara Merah Putih," kata Deolipa kepada wartawan, Senin (15/8). Deolipa mengungkapkan ada tiga pihak tergugat dalam gugatan tersebut. Mereka adalah Bharada E, Ronny Talapessy selaku pengacara baru Bharada E, dan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.

"Intinya alasan kami menggugat adanya suatu dugaan penandatanganan surat kuasa baru, penandatangan pencabutan kuasa di bawah tekanan yang pertama," ujarnya.

Alasan lainnya, kata Deolipa, pihaknya menganggap bahwa surat pencabutan kuasa tersebut cacat formil karena pencabutan itu tidak memiliki alasan apapun. Selain itu, terdapat pengosongan tanda tangan atau dugaan tanda tangan palsu.

Sementara Ronny Berty Talpesy, penasihat hukum Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyatakan dia dan kliennya siap menghadapi gugatan Deolipa Yumara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ronny menjelaskan, dirinya fokus mendampingi Bharada E dalam menjalani proses hukum, termasuk gugatan yang merupakan hak setiap warga negara.

Soal pengacara dalam kasus Brigadir J ini tentunya tak kalah menariknya. Adalah Mayjen.Purn. Kamaruddin Simanjuntak Cs. Sejak awal dia menangani kasus ini, dia sudah membuat kejutan dengan mengajukan laporan pembunuhan berencana.

Johnshon, salah seorang kuasa hukum Brigadir J dalam keteranganya ke media menunjukkan tanda terima bukti laporan nomor STTL/251/VII/2022/BARESKRIM di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/7/2022). Laporan itu teregister dengan nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 18 Juli 2022.

"Laporan kita sudah diterima, tadi kita melaporkan sebagaimana dijelaskan. Laporan kita soal pembunuhan berencana pasal 340 (KUHP), kemudian ada pasal pembunuhan, ada pasal penganiayaan juncto pasal 55 dan pasal 56, kemudian ada soal pencurian dan soal peretasan," ujar Johnshon seperti dikutip detikJabar dari detikNews, Senin (18/7/2022).

Kasus kematian Brigadir J saat itu belum terkuak, publik masih disuguhkan dengan informasi tembak menembak, sekenario yang dibuat Ferdy Sambo. Namun munculnya laporan ini publik semakin menyakini bahwa ini bukan tembak menembak, namun pembunuhan.

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak ketika memberikan keterangan kepada media usai membuat laporan itu menyebutkan, pihaknya mengajukan 11 orang sebagai saksi dalam laporan kasus dugaan pembunuhan berencana, serta sejumlah barang bukti.

Brigadir J sudah tahu dia akan dibunuh, bukti-bukti itu semuanya dilampirkan pihak pengacara dalam laporanya. Muncullah istilah skuad lama yang juga menjadi pembahasan publik.

Keberanian keluarga Brigadir J dalam mengumpulkan dokumen, serta pihak lain yang membantu telah membuat kasus ini semakin menjadi perhatian dan sorotan ke intusi ini tidak pernah berhenti. Apalagi setelah dilakukan diotopsi ulang, kasus ini benar-benar mendapat nomor wahid.

Muncullah kekuatan mendesak Kapolri untuk menuntaskan kasus ini. Publik bagaikan disatukan, membela Yosua, membela kebenaran yang ditutupi dengan sekenario jaringan sindikat hitam di Kepolisian.

Tak henti-hentinya media memberitakan, kasus ini menjadi trending. Bahkan Presiden Jokowi menaruh perhatian besar dan sempat 4 kali meminta kasus ini dituntaskanya seterang benderang. Mahfud MD Menkopolhumkan yang menjadi orang kepercayaan Jokowi, tak henti hentinya juga menyuarakan soal ini.

Kini pihak keluarga Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, melalui pengacaranya Kamaruddin Simanjuntak, akan melaporkan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi ke Polres Jakarta Selatan, karena terlapor telah membuat laporan palsu.

"Pelecehan seksual itu tidak ada. Hanya karang-karangan Ferdy Sambo. Jadi wajar kalau kasusnya distop," kata Kamaruddin melalui sambungan telepon, Senin (15/8/2022).

Kamaruddin mengungkapkan, dampak dari laporan palsu yang dibuat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, merusak nama baik Brigadir J. Selain stigma pelaku pelecehan seksual yang melekat, Brigadir J pada Senin (11/7/2022) tidak dikebumikan secara kedinasan.

Barulah tiga pekan ke depan, usai otopsi ulang yakni Rabu (27/7/2022), jenazah Brigadir J dimakamkan kembali secara kedinasan dengan terhormat. Laporan palsu bisa dipidana, sebutnya.

Kasus Irjen Ferdy Sambo telah menyita perhatian, waktu tenaga dan pemikiran serta biaya yang besar. Bahkan Presiden Jokowi memanggil Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo ke Istana pada Senin (8/8) lalu, meminta agar Kapolri segera menyelesaikan kasus tersebut.

Bagaimana soal motif yang hingga kini tidak dijelaskan pihak penyidik dengan detil, telah membuat publik memberikan persepsi masing masing.

Apalagi ketika Mahfud MD menyebutkan motif pembunuhan Brigadi J sesuai bocoran yang diterimanya, sensitif dan hanya boleh didengar orang dewasa. Namun Mahfud tidak mau menjelaskan secera rinci, biar polisi saja karena itu uraiannya panjang, nanti polisi yang membuka ke publik lalu dibuka di pengadilan oleh jaksa. Kalau tanya ke saya nanti salah,” terang Mahfud.

Namun pengacara Brigadir J menyebutkan, ada sicantik dalam kasus ini. Selain itu berkembang juga di publik ada persoalan narkoba dan uang haram. Namun bagaimana kepastian dari motif ini, pihak penyidik belum mengungkapkanya ke publik.

Bagaimana kelanjutan dari sejarah kelam di lembaga aparat penegak hukum ini? Mampukah Kapolri membersihkan rumahnya diantara kuatnya arus tekanan. Publik sangat berharap lntitusi ini mampu mengembalikan citra sebagai pengayom rakyat..***Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda