Beranda / Kolom / Rekayasa Teknis Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19

Rekayasa Teknis Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19

Rabu, 18 Maret 2020 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Sholehudin Zuhri


TAHAPAN Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020 bersamaan dengan munculnya Pandemi Covid-19, yang kemudian ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai Bencana Nasional (14/3/2020). 

Bukan Indonesia saja, WHO juga menyatakan setidaknya terdapat 114 negara yang mengalami kasus serupa pada level yang berbeda. Dengan sebaran wilayah dan jumlah penderita yang terus berkembang secara signifikan dari waktu ke waktu, maka Pemerintah menghimbau agar masyarakat berkerja, belajar dan beribadah dari rumah.

Dengan diberlakukan himbauan pembatasan pergerakan (limited movement) masyarakat, sejatinya dalam realitasnya terjadi semi lock down untuk menghindari penyebaran Covid-19 secara massif. 

Himbauan pemerintah ini sejalan dengan Rekomendasi WHO yang ditandatangani Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus yang menyebutkan untuk menekan resiko penularan diperlukan megakarantina kontak potensial dan mengisolasi kasus. 

Kondisi ini memaksa secara langsung terhadap setiap aktifitas yang memerlukan partisipasipasi langsung masyarakat dalam jumlah yang banyak, termasuk pelaksanaan Pilkada untuk memikirkan jalan lain. 

Selanjutnya dalam merespon penyebaran Covid-19 ini berbeda di setiap negara. Sebagai contohnya, Pilkada di Inggris yang harusnya dilaksanakan pada tahun ini, kemudian ditunda hingga mei 2021. 

Berdasarkan keterangan yang disampaikan Electoral Commission UK penundaan ini sampai dengan waktu atau datangnya musim yang dapat meminimalisir penyebaran Covid-19. 

Berbeda dengan UK, Pilkada serentak 2020 seperti yang ditegaskan oleh Menteri Menko Pulhukam, Mahfud MD, tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Tentu, dengan keputussan ini, harus dipikirkan bagaimana cara yang efektif untuk dapat memfasilitasi Pilkada tanpa mengorbankan aspek kemanusiaan.

Menata Ulang Teknis Tahapan 

Membuat rekayasa Pilkada sejatinya tidaklah mudah, apalagi ketika di dalamnya terdapat tuntutan terhadap perubahan radikal yang berdampak tidak saja pada aspek tata kelola pemilihannya saja, tetapi juga pada aspek politik yang dihasilkan dari Pilkada itu. 

Secara umum rekayasa Pilkada ini dapat dikegorikan pada dua model rekayasa, yaitu rekayasa sistem Pilkada dan rekayasa teknis penyelenggaraan Pilkada. 

Pada tahap memfasilitasi untuk menekan penyebaran Covid-19 dengan metode memperketat social distancing dapat dilakukan pada rekayasa teknis Pilkada yang tidak harus mengharuskan perubahan Undang-Undang Pilkada yang malalui proses yang cukup rumit dan lama.

Namun, hal ini harus diawali dengan komitmen semua pihak untuk melakukan tranformasi proses politik di dalamnya. Salah satu poin penting dalam upaya transformasi ini adalah dengan upaya mengkonseptualisasikan proses demokrasi dalam perspektif demokrasi klasik yakni persamaan (equality) dan kebebasan (liberty) yang dimungkinkan dapat difasilitasi Internet. 

Dalam hal ini, komunikasi politik sebagai salah satu yang penting dalam proses demokrasi, juga memunculkan konsekuesi praktik diskusi politik yang tidak hanya berlangsung di ruang nyata, namun juga komunikasi yang dimediasi pada ruang maya. Sebagai contohnya, aktivitas politik yang kini dimediasi internet atau yang lazim disebut politik siber (cyber politic).

Pada Pilkada serentak tahun 2020, setidaknya terdapat 3 tahapan yang berkaitan dengan kegiatan aktifitas massa, yaitu bimbingan teknis (Bimtek) penyelenggara, kampanye dan pemungutan suara. 

Dari ketiga hal ini, Bimtek dan pemungutan suara dapat dengan mudah untuk dilakukan rekayasa teknis penyelenggaraannnya, sedangkan untuk kampanye harus melalui konsesus bersama karena melibatkan aktifitas politik di dalamnya secara luas. .

Penerapan Teknologi Informasi

Penerapan teknologi informasi sebagai piranti pengganti aktifitas yang melibatkan partisipasi langsung masyarakat merupakan sebuah keniscayaan untuk menjaga social distancing pada pelaksanaan Pilkada. 

Pertama, dalam isu pelaksanaan Bimtek penyelenggara, KPU dapat mengoptimalkan serta menambah fitur yang tersedia pada Sistem Informasi Penyelenggara Pemilu (SIPP) yang memungkinkan untuk terjadinya dialog dalam video conference dalam skala besar dengan didukung data sharing. 

Metode ini selain untuk efisiensi anggaran pelaksanaan Bintek penyelenggara secara konvensional, juga dapat memaksimalkan outputnya. Apalagi jika dalam pelaksanaan Bimtek dengan menggunakan fasilitas ini, dilengkapi dengan arsip digital yang dapat di unduh di kemudian hari, sehingga mencegah terjadinya mis komunikasi.

Kedua, rekayasa pelaksanaan pemungutan suara. Teknis pemungutan suara untuk mencegah penyebaran Covid-19 dapat dilakukan dengan mengatur jadwal waktu pemungutan suara bersadarkan kalkulasi matematis dengan memperhatikan prinsip social distancing. 

Kalkulasi matematis ini didasarkan target selesainya pemberian suran dalam rentang waktu yang tersedia dan memperhatikan yang jarak aman antar pemilih dengan disesuaikan dengan kondisi TPS.

Ketiga, rekayasa pelaksanan kampanye. Dari dua bentuk rekayasa sebelumnya, rekayasa kampanye terkesan lebih rumit. 

Hal ini tidak saja berhenti pada menciptakan disain efektif yang menjembatani komunikasi politik calon Kepala Daerah dan Tim Kampanye dengan pemilih dengan sistem teknologi informasi yang memadahi, tetapi juga jangkauan fasilitas dalam rangka untuk penegakan pelanggarannya. 

Pada piranti pengganti kampanye tertutup semisal, hanya dengan membuat akun media sosial dan website, Calon Kepala Daerah dan Tim Kampanye dapat menjangkau pemilih tanpa batas. Sehingga dalam hal ini, sistem teknologi informasi induk KPU harus mampu mendeteksi akun yang terdaftar dengan segala aktifitasnya, dan juga dapat mendeteksi beredarnya akun yang tidak terdaftar. 

Sedangkan, sebagai piranti pengganti kampanye rapat umum, KPU harus menyediakan perangkat teknologi dan mendata perangkat teknologi kampanye rapat umum elektronik yang dilakukan secara mandiri. 

Di era digital ini, telah banyak penyedia layanan untuk memfasilitasi e-campaign, seperti Microsoft Team yang menyediakan layanan video conference dan data sharing secara langsung maupun perangkat yang dirancang secara khusus untuk memfasiltasi e-campaign.


Penulis

Sholehudin Zuhri, S.H, M.I.Pol.

IKA Pasca Sarjana Konsentrasi Tata Kelola Pemilu Universitas Padjadjaran



Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda