Senin, 22 Desember 2025
Beranda / Berita / Nasional / Forbina Desak Pemerintah Pusat Bangun Akses Jalan Berbasis Mitigasi Bencana di Sumatera

Forbina Desak Pemerintah Pusat Bangun Akses Jalan Berbasis Mitigasi Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Direktur Eksekutif Forbina, Muhammad Nur, S.H mendesak pemerintah pusat agar segera membangun kembali seluruh akses jalan dan jembatan yang rusak akibat bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatera.[Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) mendesak pemerintah pusat agar segera membangun kembali seluruh akses jalan dan jembatan yang rusak akibat bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatera. Pembangunan tersebut diminta tidak dilakukan secara konvensional, melainkan berbasis mitigasi bencana dan perlindungan lingkungan.

Direktur Eksekutif Forbina, Muhammad Nur, S.H., menegaskan bahwa kerusakan infrastruktur akibat bencana berulang menunjukkan lemahnya perencanaan pembangunan jalan dan jembatan selama ini.

“Forbina meminta pemerintah pusat segera membangun kembali seluruh akses jalan dan jembatan di wilayah terdampak banjir dan longsor di Sumatera. Namun pembangunan itu harus berbasis bencana, bukan sekadar membangun ulang pola lama yang terbukti rapuh,” ujar Muhammad Nur kepada Dialeksis saat dihubungi, Minggu (21/12/2025).

Menurutnya, pembangunan infrastruktur ke depan harus menyesuaikan dengan kondisi geografis wilayah rawan, seperti daerah aliran sungai, pegunungan, dan perbukitan.

“Pembangunan jalan dan jembatan baru harus berbasis mitigasi bencana, dengan membangun flyover atau jembatan layang yang mengikuti karakter sungai dan kawasan pegunungan yang rawan longsor. Ini penting agar akses vital tidak lagi terputus setiap kali bencana datang,” jelasnya.

Lebih lanjut, Muhammad Nur menekankan bahwa pembangunan infrastruktur tidak boleh lagi membuka ruang bagi praktik illegal logging dan perluasan perkebunan sawit secara ilegal. Ia menilai selama ini pembukaan jalan justru menjadi pintu masuk bagi perusakan hutan dan lahan.

“Kami menegaskan, pembangunan ke depan harus benar-benar jauh dari akses pelaku illegal logging dan perluasan sawit. Fakta di lapangan menunjukkan, setiap jalan baru yang dibuka justru menjadi akses bagi perusak hutan. Ini harus dihentikan,” tegasnya.

Forbina juga mengusulkan agar setiap akses jalan baru dilengkapi dengan pos-pos keamanan permanen untuk menjaga kawasan hutan dari penjarahan.

“Setiap pintu akses harus ada pos keamanan. Negara tidak boleh kalah. Hutan harus dijaga karena ia benteng alami dari bencana. Jika hutan rusak, maka banjir dan longsor akan terus berulang,” kata Muhammad Nur.

Dalam pandangannya, komitmen pemerintah dalam menjaga hutan di wilayah bencana harus diperkuat secara nyata, tidak hanya melalui pernyataan, tetapi kebijakan dan pengawasan yang tegas.

Selain itu, Forbina juga mendorong agar beban biaya rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana tidak sepenuhnya ditanggung negara.

“Sekitar 30 persen biaya rehab dan rekon harus dibebankan kepada pelaku bisnis sawit dan perusahaan-perusahaan yang terbukti merusak hutan dan lingkungan. Sudah tidak adil jika negara dan rakyat terus menanggung dampak dari kerusakan yang dilakukan segelintir korporasi,” ujarnya.

Muhammad Nur menilai, momentum bencana ini harus menjadi titik balik bagi pemerintah pusat untuk mengambil langkah tegas dan berani, termasuk melalui kebijakan khusus di tingkat nasional.

“Sudah saatnya Presiden mengeluarkan kebijakan khusus. Apalagi ketika bantuan asing ditolak oleh negara, maka negara harus menunjukkan kepemimpinan kuat dengan kebijakan strategis yang berpihak pada keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan,” tambahnya.

Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur dan investasi tidak boleh lagi mengorbankan lingkungan dan keselamatan masyarakat.

“Pembangunan sejati adalah pembangunan yang melindungi manusia dan alam sekaligus. Jika ini tidak dijalankan, maka bencana akan terus berulang dan rakyat yang kembali menjadi korban,” pungkas Muhammad Nur. [ra]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
pema