DIALEKSIS.COM | Palu - Menteri Agama Republik Indonesia Prof. Nasaruddin Umar mendorong perguruan tinggi keagamaan Islam untuk menjadi pelopor dalam pengembangan fikih lingkungan.
Ia menilai, kampus Islam harus tampil sebagai ujung tombak gerakan pelestarian alam demi keberlangsungan hidup manusia.
“Daya bunuh lingkungan yang rusak jauh lebih parah daripada perang itu sendiri. Kita sering berduka atas korban di Israel, Palestina, Ukraina, dan Rusia, tetapi kita tidak sadar bahwa kerusakan lingkungan membunuh jutaan manusia setiap tahun,” ujar Menag saat menyampaikan orasi ilmiah pada Wisuda Ke-45 Sarjana, Magister, dan Doktor UIN Datokarama Palu, Minggu (2/11/2025).
Menurut Menag, bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan merupakan akibat langsung dari perilaku manusia yang merusak keseimbangan ekosistem.
“Setiap tahun, sekitar empat juta orang di dunia meninggal akibat bencana yang dipicu oleh kerusakan lingkungan,” jelasnya.
Karena itu, Menag menilai sudah waktunya perguruan tinggi keagamaan, termasuk UIN Datokarama, menggagas perubahan paradigma keilmuan Islam yang lebih ramah lingkungan.
Ia bahkan mendorong lahirnya fikih baru yang mampu menjawab tantangan ekologis masa kini.
“Selama ini kita mengenal Daruriyatul Khamsah atau lima kebutuhan dasar yang harus dijaga: agama (ad-din), jiwa (an-nafs), akal (al-‘aql), keturunan (an-nasab), dan harta (al-mal). Namun kini perlu ditambah satu lagi, yaitu Al-Muhafazhah ‘alal-bi’ah -- memelihara lingkungan hidup,” tegasnya.
Menag mengutip ayat Al-Qur’an, “Zhaharal fasādu fil barri wal bahri bimā kasabat aydin-nās”, yang berarti: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia.”
Menurutnya, pesan ini harus menjadi dasar moral bagi umat beragama untuk memperbaiki relasi manusia dengan alam.
Lebih lanjut, Menag menjelaskan bahwa Kementerian Agama saat ini mengembangkan konsep ekoteologi, yakni pendekatan teologis yang menempatkan alam sebagai bagian dari sistem spiritual manusia.
“Eko berarti bumi, teologi berarti pengetahuan tentang Tuhan. Ekoteologi adalah cara pandang baru yang mengajarkan manusia untuk memandang alam bukan sebagai objek eksploitasi, tetapi sebagai partner dalam kehidupan,” ujar Menag.
Ia juga mengajak civitas akademika UIN Datokarama untuk berani berpikir berbeda dan kreatif dalam mengembangkan kajian keislaman yang berpihak pada kelestarian bumi.
“Beranilah berpikir lain, tapi tetap berada di atas metodologi dan tatanan keilmuan yang benar. Kembangkan fikih lokal yang relevan dengan konteks Palu dan kondisi ekologis Sulawesi Tengah,” pesan Menag.
Menutup orasinya, Menag menegaskan bahwa pelestarian lingkungan bukan hanya isu ilmiah, tetapi juga amanah keagamaan.
“Menjaga bumi sama mulianya dengan menjaga kehidupan. Karena tanpa bumi, tidak ada ruang bagi manusia untuk beribadah kepada Tuhannya,” tandasnya.[]