Selasa, 04 November 2025
Beranda / Berita / Nasional / Mendidik dengan Hati Melalui Kurikulum Berbasis Cinta

Mendidik dengan Hati Melalui Kurikulum Berbasis Cinta

Senin, 03 November 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Bimbingan Teknis (Bimtek) Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) bagi guru-guru Madrasah Tsanawiyah Keutapang Dua. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar menggelar kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) bagi guru-guru Madrasah Tsanawiyah Keutapang Dua yang digelar di Hotel Seventeen, Banda Aceh, Jumat (31/10/2025) hingga Minggu (2/11/2025).

Kegiatan ini menjadi ruang refleksi tentang bagaimana guru dapat mengajar dengan cinta, memahami peserta didik dengan empati, dan membangun proses belajar yang memanusiakan manusia.

Bimtek dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar, H. Saifuddin, S.E., mengatakan bahwa pendidikan yang berakar pada nilai-nilai kasih sayang dan kepedulian adalah kunci membentuk generasi yang utuh secara intelektual maupun emosional.

“Kurikulum Berbasis Cinta bukan hanya tentang bagaimana guru menyampaikan materi, tapi bagaimana guru hadir dengan hati. Anak-anak tidak hanya butuh pengetahuan, mereka butuh sentuhan kemanusiaan,” ujar Saifuddin.

Ia berharap kegiatan ini dapat memperkuat semangat guru madrasah untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih bermakna dan humanis.

Materi inti Bimtek disampaikan oleh Tim Fasilitator Nasional Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang diketuai oleh Drs. Nopia Dorsain, didampingi fasilitator berpengalaman lainnya yaitu Rosyidah Lubis, S.Ag., M.A., Fikriah, S.Ag., M.Pd., dan Dra. Irawati. 

Keempatnya dikenal aktif mengembangkan pendekatan KBC di berbagai daerah sebagai upaya membumikan pendidikan berbasis kasih sayang di lingkungan madrasah.

Dalam paparannya, Drs. Nopia Dorsain menjelaskan bahwa Kurikulum Berbasis Cinta lahir dari keprihatinan terhadap praktik pendidikan yang sering kali terlalu menekankan aspek kognitif dan melupakan sisi afektif serta spiritual peserta didik.

“Anak-anak bukan robot belajar. Mereka adalah makhluk yang punya emosi, rasa ingin dihargai, ingin didengar, dan ingin disayangi. Ketika guru hadir dengan cinta, maka belajar akan menjadi pengalaman yang membahagiakan,” ungkap Nopia saat dimintai tanggapan oleh media dialeksis.com, Minggu, 2 November 2025.

Ia juga menambahkan bahwa prinsip utama dalam KBC adalah deep learning, pembelajaran yang menekankan pemahaman mendalam dan hubungan bermakna antara guru, siswa, dan lingkungan.

“Cinta itu bukan teori, tapi praktik. Guru yang mencintai siswanya tidak akan mengajar dengan marah, tapi dengan sabar dan bijaksana. Itulah esensi dari KBC,” ujarnya.

Menariknya, kegiatan Bimtek ini tidak hanya berlangsung di dalam ruangan (indoor), tetapi juga dilakukan secara outdoor di Pantai Riting, Aceh Besar. 

Di alam terbuka itu, para guru diajak melakukan refleksi, bermain peran, dan merancang kegiatan pembelajaran kontekstual yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan kehidupan nyata.

Fasilitator Fikriah, S.Ag., M.Pd. menyebut pendekatan Belajar dari Alam merupakan bagian integral dari Kurikulum Berbasis Cinta. 

“Di alam, guru dan murid sama-sama belajar tentang harmoni, kesabaran, dan rasa syukur. Alam adalah guru yang sejati,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa suasana belajar yang alami dapat menumbuhkan kembali semangat guru untuk mencintai profesinya.

“Kita ingin guru-guru tidak hanya terampil secara akademis, tapi juga bahagia menjalankan peran sebagai pendidik. Karena guru yang bahagia akan melahirkan siswa yang bahagia,” tutur Fikriah.

Ia mengatakan bahwa madrasah harus menjadi tempat yang aman, ramah, dan penuh cinta bagi setiap anak. Tidak boleh ada anak yang merasa tidak berharga di sekolah,” tegasnya.

Menurutnya, kurikulum Berbasis Cinta menuntun peserta untuk menerima setiap anak apa adanya. Anak berkebutuhan khusus, anak dengan latar belakang berbeda, semuanya punya hak yang sama untuk dicintai dan difasilitasi.

Selama tiga hari pelaksanaan, Bimtek ini tak hanya memperkaya wawasan pedagogik guru, tetapi juga mengubah paradigma tentang makna menjadi pendidik. 

Dari sesi refleksi, diskusi kelompok, hingga pembelajaran di tepi pantai, para guru merasakan langsung bagaimana cinta menjadi energi yang menghidupkan ruang belajar.

Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum penting untuk melahirkan madrasah yang hebat, bermartabat, dan penuh cinta.

“Jika setiap guru menebar cinta dalam mengajar, maka madrasah akan menjadi taman ilmu yang damai, tempat di mana anak-anak tumbuh dengan bahagia dan berakhlak mulia," tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI