Beranda / Berita / Nasional / Ormas Sebagai Instrumen Pembangun Bangsa

Ormas Sebagai Instrumen Pembangun Bangsa

Minggu, 01 September 2019 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri menyebut Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) sebagai instrumen Pembangun Bangsa. Hal itu dikatakannya dalam Bedah Buku "Ancaman Radikalisme dalam Negara Pancasila" di Megawati Institute, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin

"Ormas adalah instrumen atau energi positif untuk membangun bangsa," kata Bahtiar.

Meski demikian, Bahtiar juga menekankan, bagaikan dua sisi mata uang, Ormas juga dapat menghancurkan sebuah bangsa, apabila tidak sejalan dengan ideologi yang diusung negara tersebut. Sebagaimana Negara Indonesia yang mengusung ideologi Pancasila yang dihadapkan pada tantangan era kini yang menyangkut isu radikalisme, politisasi agama atau isu SARA.

"Tapi kalau Ormas sudah menjadi racun demokrasi kalau istilah Pak Mendagri atau sudah menjadi api dalam negara kita, maka Ormas dapat merusak peradaban bangsa. Tak sedikit negara yang hancur gara-gara Ormas atau NGO yang menjadi penyusup untuk menghancurkan nilai-nilai suatu bangsa," ungkapnya.

Sebagai sebuah negara yang memiliki Ormas yang gemuk, negara Indonesia merupakan negara yang memberikan kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat bagi warga negaranya. Kendati demikian, kebebasan itu lantas disikapi sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya, namun harus tetap sesuai dengan kaidah-kaidah regulasi yang ada.

"Dalam hal bernegara, kita diberikan kebebasan tapi terbatas pada aturan, bukan bebas untuk sebebas-bebasnya. Ormas dibentuk memiliki tujuan kebaikan yang semestinya harus sesuai dengan nilai-nilai bangsa kita. Jangan sampai dalam pergerakannya bergeser menjadi gerakan yang bertentangan," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri per 31 Juli 2019, terdapat 420.381 Ormas yang tercatat di Kemendagri yang terbagi menjadi tiga kategori, yakni:

Pertama, Ormas yang telah mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sejumlah 25.812 Ormas. Rinciannya, terdaftar di Kemendagri 1.688 Ormas, di pemerintah provinsi berjumlah 8.170, dan di pemerintah kabupaten/kota 16.954 Ormas. 

Kedua, Ormas berbadan hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), yaitu 393.497 Ormas, dengan rincian 163.413 berupa perkumpulan dan 30.084 berbentuk yayasan. 

Ketiga, Ormas Asing yang terdaftar di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Jumlahnya, 72 Ormas.

Dengan banyaknya Ormas yang terdaftar tersebut, Bahtiar berharap Ormas tidak menjadikan landasan tujuan pendiriannya sebagai kedok untuk menghancurkan bangsa. Pasalnya, Pemerintah memiliki regulasi yang tegas dan dapat membubarkan Ormas manapun yang mengancam nilai-nilai Pancasila.

"Jangan sampai terjadi penyalahgunaan Ormas atau kita harus cegah Ormas dijadikan alat perusak kelompok tertentu yang mengancam keberlanjutan hidup bangsa dan negara kita Indonesia.

Negara ini memerlukan dan mendukung terus tumbuh berkembangnya ormas yang sehat bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Pemerintah memiliki keterbatasan kemampuan mengurusi dan melayani warga masyarakat 1x24 jam. Maka keberadaan Ormas ditengah-tengah masyarakat sangat membantu pemerintah dan pemda dalam memberikan pelayanan kepada warga termasuk agen positif dalam melakukan sosialisasi nila-nilai Pancasila dalam masyarakat.

Terakhir kami atas nama kemendagri mengucapkan apresiasi dan respek yang tinggi kepada Yayasan Megawati Institute, yang menerbitkan buku ini sebagai hadiah kado HUT RI Ke-74 semoga buku ini semakin meneguhkan kebangsaan kita semua. Dan secara pribadi terimakasih karena kebetulan saya juga sebagai salah penulis dalam buku tersebut., " ujar bahtiar.

Selain dihadiri Kapuspen Kemendagri, bedah buku "Ancaman Radikalisme dalam Negara Pancasila" juga dihadiri oleh Pengajar FISIP UI, Ade Armando, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo, Millenial Blogger Margareta Astaman. Diskusi dipandu oleh Benny Sabdo yang juga berperan sebagai editor dalam buku tersebut. (j)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda