DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah tengah menyusun kebijakan baru untuk menetapkan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram menjadi satu harga secara nasional. Kebijakan ini diharapkan dapat mulai diberlakukan pada tahun 2026 untuk menciptakan distribusi LPG subsidi yang lebih merata dan tepat sasaran.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, yang mengatur penyediaan dan pendistribusian LPG tertentu.
“Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah,” ujar Bahlil dalam keterangan resmi yang dilansir pada Sabtu (5/7/2025).
“Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” tegasnya.
Bahlil menyoroti fakta di lapangan bahwa harga LPG 3 Kg sering kali jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp16.000“Rp19.000 per tabung. Di sejumlah daerah, harga bisa mencapai Rp50.000.
Menurut Bahlil, hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara anggaran subsidi dengan realisasi di lapangan, termasuk celah distribusi dan rantai pasok yang terlalu panjang.
Replikasi Program BBM Satu Harga
Wakil Menteri ESDM, Yuliot, menjelaskan bahwa kebijakan ini akan meniru mekanisme program BBM Satu Harga yang telah lebih dulu diterapkan untuk bahan bakar minyak.
“Itu nanti untuk setiap provinsi, jadi ditetapkan itu satu harganya. Jadi nanti akan kita evaluasi untuk setiap provinsi,” jelas Yuliot.
Kebijakan ini juga menjadi bagian dari transformasi subsidi LPG 3 Kg menjadi berbasis penerima manfaat, artinya hanya mereka yang terdaftar sebagai rumah tangga, usaha mikro, nelayan, dan petani sasaran yang akan mendapat akses harga subsidi.
Fokus pada Data dan Infrastruktur
Pemerintah mengakui bahwa transformasi ini tak bisa dilakukan secara instan. Diperlukan kesiapan data penerima, infrastruktur distribusi, serta pertimbangan kondisi sosial dan ekonomi di tiap daerah.
“Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron,” kata Bahlil.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap harga LPG subsidi tidak lagi bervariasi secara berlebihan di berbagai daerah, dan subsidi benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang berhak. [in]