Beranda / Berita / Nasional / Pemidanaan Penghina Presiden, Picu Peningkatan Jumlah Orang Masuk Penjara

Pemidanaan Penghina Presiden, Picu Peningkatan Jumlah Orang Masuk Penjara

Selasa, 07 April 2020 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. [Foto: GATRA/Saifan Zaking/far]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Amnesty International Indonesia meminta Polri menarik aturan terkait penindakan terhadap penghina Presiden Joko Widodo maupun pejabat pemerintah lainnya dalam menangani Covid-19 di media sosial.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, aturan tersebut memicu pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat. Selain itu, aturan tersebut dinilai meningkatkan kemungkinan aparat bersikap represif.

“Atas nama penghinaan presiden dan pejabat negara, telegram itu berpotensi memicu pelanggaran kemerdekaan berpendapat, yang juga dijamin oleh Peraturan Internal Kapolri sebelumnya,” kata Usman melalui keterangan tertulis, Senin (6/4/2020).

Amnesty mendesak pihak berwenang untuk menarik surat telegram tersebut,” kata dia lagi.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 yang ditandatangani Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo tertanggal 4 April 2020.

Surat telegram tersebut dibuat dalam rangka penanganan perkara dan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19 dalam pelaksanaan tugas fungsi reskrim terkait perkembangan situasi serta opini di ruang siber dan pelaksanaan hukum tindak pidana siber.

Lebih lanjut, Amnesty berpendapat, aturan tersebut bertentangan dengan keputusan pemerintah membebaskan narapidana demi mencegah penyebaran virus corona. Usman menyebut, langkah pemidanaan tersebut justru akan meningkatkan potensi penyebaran virus di penjara.

“Ini akan memperburuk situasi penjara yang sudah sesak dan tidak higienis, apalagi ketika wabah ini belum berhasil dikendalikan,” ucap dia.

“Telegram itu justru akan berpotensi meningkatkan jumlah orang yang masuk penjara atas tuduhan penyebaran berita palsu dan penghinaan terhadap presiden maupun pejabat negara,” kata Usman.

Adapun masyarakat yang menghina Presiden Joko Widodo maupun pejabat pemerintah lainnya dalam menangani Covid-19 di media sosial dapat terancam sanksi pidana berdasarkan surat telegram Kapolri.

Surat Telegram Kapolri bernomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono.

"Bentuk pelanggaran atau kejahatan serta masalah yang mungkin terjadi dalam perkembangan situasi serta opini di ruang siber: penghinaan kepada penguasa/Presiden dan pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 207 KUHP," tulis surat telegram tersebut seperti dikutip Kompas.com, Minggu (5/4/2020).

Sesuai Pasal 207 KUHP, penghinaan itu bisa terancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan. Di dalam pasal itu disebutkan, "Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau hadan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah". (Kompas)


Keyword:


Editor :
Sara Masroni

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda