Beranda / Berita / Nasional / Sidang Gugatan KPU di PTUN Jakarta, Agustiar Menyampaikan Konklusi

Sidang Gugatan KPU di PTUN Jakarta, Agustiar Menyampaikan Konklusi

Selasa, 27 November 2018 19:04 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sidang gugatan Agustiar terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Nomor Register Perkara: 180/G/2018/PTUN.JKT, yang digelar secara maraton di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sejak Agustus 2018 lalu, sudah sampai pada penyampaian konklusi oleh para pihak, Selasa (28/11) siang.

Agustiar adalah seorang wartawan dan sampai saat ini masih sebagai Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe. Ia mencalonkan diri sebagai anggota komisioner dan mendapatkan nilai terbaik kedua dengan total nilai 87. Ia dikalahkan oleh penggabungan nilai seleksi oleh DPRK Aceh Utara yang menyebabkan ia terpental. Karena itu ia menggugat keputusan KPU ke PTUN Jakarta.

Agustiar melalui Kuasa Hukumnya J. Kamal Farza SH MH mengatakan, setelah mengikuti proses persidangan dalam perkara ini di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, proses jawab menjawab, pengajuan bukti-bukti, baik surat maupun saksi-saksi fakta, dan ahli serta memperhatikan jalannya persidangan, maka Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 865/PP.06-Kpt/05/KPU/VII/2018 Tentang Pengangkatan Anggota Komisi Independen Pemilihan Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh Periode 2018-2023,  khusus atas nama Munzir, SKM., dan Fauzan Novi, S.Pd, Tanggal 04 Juli 2018, layak ditinjau kembali dan KPU menerbitkan SK baru yang mencantumkan nama Agustiar dalam SK tersebut.

Alasannya, dua komisioner yang diSK-kan KPU tersebut bermasalah secara hukum. Munzir adalah seorang PNS yang maju sebagai komisioner tanpa mengantongi izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian. Sedangkan Fauzan Novi memiliki hubungan suami istri dengan penyelenggara pemilu. "Munzir baru mengantongi izin oleh Bupati Aceh Utara sebagai PPK tanggal 17 Juli 2018, padahal SK KPU diterbitkan tanggal 4 Juli 2018, dan pelantikan Saudara Munzir sebagai komisioner KIP Aceh Utara tanggal 12 Juli 2018," jelas Kamal Farza.

Sedangkan Fauzan Novi, menurut Kamal Farza, memiliki hubungan suami istri sesama penyelenggara pemilu, seorang ASN di sekretariat KIP Aceh Utara. Secara aturan KPU dan kode etik DKPP, ASN yang bekerja di sekretariat adalah juga penyelenggara pemilu.

Bahkan ada yang aneh ketika KPU menetapkan komisioner KIP Aceh Utara, yang menurut konklusi Agustiar, penetapan KPU tanpa melalui pemeriksaan berkas. Hal ini terungkap di persidangan, diterbitkan tanggal 4 Juli 2018, padahal surat dari DPRK Aceh Utara yang ditanda tangani oleh Wakil Ketua, H Abdul Mutaleb, S.Sos, M.A.P tanggal 2 Juli 2018, kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, perihal Mengantar berkas komisioner KIP Kabupaten Aceh Utara untuk di SK-kan, tertera permohonan agar menerima rombongan Komisi A DPRK Aceh Utara untuk menyerahkan berkas Anggota Komisioner KIP Aceh Utara, pada Hari Kamis, 5 Juli 2018. "SK KPU terbit sebelum mereka menerima berkas dari DPRK," imbuh Kamal.

Agustiar dalam memperkuat argumentasi hukum konklusinya, sebelumnya telah menyertakan 20 barang bukti dan menghadirkan ahli yaitu Ridwan Hadi, SH, Mantan Ketua KIP Provinsi Aceh dan Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi Indonesia Provinsi Aceh.

Ridwan Hadi menerangkan, bahwa Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum yang menjadi objek gugatan perkara a quo yang diterbitkan oleh Tergugat, dapat dibatalkan, jika dalam hal terjadi kekeliruan di dalam penerbitan Surat Keputusan itu. 

Sidang yang dipimpin Dr Nasrifal SH MH (Ketua), Joko Setiono SH MH dan Sutiyono SH MH masing masing sebagai anggota majelis, menunda sidang pada Hari Selasa 11 Desember 2018 untuk pembacaan putusan (jkf)

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda