Beranda / Berita / Nasional / Soal Rekrutmen CPNS dan PPPK, Ini Permintaan Nasir Djamil ke Menpan-RB

Soal Rekrutmen CPNS dan PPPK, Ini Permintaan Nasir Djamil ke Menpan-RB

Kamis, 25 Maret 2021 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Forum Bersama (Forbes) Anggota DPR RI dan DPD RI Aceh, Muhammad Nasir Djamil mengatakan, pasca Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) mewabah, banyak sekali peningkatan angka pengangguran di Indonesia.

Padahal, kata dia, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia pada pasal 27 ayat (2), setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Karena demikian, lanjut dia, negara harus menyediakan ruang kerja untuk warga negaranya melalui jalur lain yang disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) di samping adanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).

Ia mengatakan, menjadi PNS atau ASN adalah sesuatu yang diidam-idamkan masyarakat. Apalagi dengan besarnya jumlah gaji yang akan diperoleh dan tunjangan-tunjangan lainnya. 

“Sehingga orang-orang akan rela mengeluarkan uang berapa pun, jika dilihat ada peluang untuk menjadi PNS” kata Nasir Djamil saat Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri PAN-RB, BKN, dan KASN terkait dengan rekrutmen CPNS dan PPPK, Jakarta, Rabu (24/03/2021).

Nasir mengatakan, instrumen yang dibuat dan ditawarkan untuk perekrutan CPNS dan PPPK sangatlah mewah untuk menciptakan PNS yang berkompetensi. Karena dalam instrumen itu ada niatan bersama untuk memberantas calo dalam penerimaan CPNS dengan menggunakan ujian Computer Assisted Test (CAT).

Meskipun demikian, kata Nasir, persoalan calo bukanlah perkara mudah. Karena calo ini jika disebut tidak ada, tapi sebenarnya dia ada. Dan jika disebut ada, tapi tidak kelihatan. Karena, seringnya calo, sambung Nasir, beroperasional dengan orang dalam.

“Ini perlu disikapi. Oleh karena itu, pimpinan Komisi II DPR RI barangkali perlu dipertimbangkan bagaimana kita bisa mengawal penerimaan CPNS ini agar benar-benar transparan, kredibel, dan penuh dengan keterbukaan,” pinta dia.

Berkaitan dengan instrumen-instrumen yang telah dibuat untuk penerimaan CPNS, Nasir berharap agar PNS yang lolos punya kompetensi diri. Seperti Kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi sosial-cultural.

Namun, kata Nasir, jika dilihat dari pengembangan budaya birokrasi Indonesia, pengembangannya masih jauh dengan apa yang telah diharapkan.

“Padahal sepengetahuan saya, yang namanya kompetensi, itu gabungan. Gabungan keterampilan/skill, kemudian atribut personal dan pengetahuan yang dia miliki. Dan itu terlihat dari perilaku kinerjanya. Bisa diamati, diukur dan bisa dievaluasi,” jelas Nasir.

Dengan demikian, Nasir berpesan agar instrumen ujian untuk penerimaan CPNS dan PPPK, bisa mewujudkan budaya birokrasi dan pengembangan ASN yang lebih baik ke depan.

“Jangan sampai, kalau dalam bahasa kami di daerah ‘lebih mahal tali daripada kerbau.’ Jadi, instrumennya bagus ini, tapi bagaimana kemudian budaya birokrasi dan pengembangan birokrasi bisa kita wujudkan,” kata Nasir.

Kemudian, Nasir menyampaikan ada beragam alasan dan permasalahan untuk pengembangan birokrasi dan pengembangan PNS.

Di antara masalah-masalah PNS yang disebutkan Nasir ialah, pertama, berkenaan dengan upper-staf dan under-staf. Kedua, budaya kinerja yang masih rendah.

“Terus terang saja, masih banyak ASN atau PNS yang belum menganggap diri bahwa apa yang dia kerjakan itu dianggap sebagai sebuah profesi. Ini kan jadi probrem juga,” kata Nasir.

“Belum lagi, kesempatan mengembangkan diri yang belum diakomodasi dengan baik,” tambah Nasir.

Hal demikian, sebut Nasir, kelihatan dari para CPNS yang meminta bantuan kepada para petinggi jabatan untuk ditempatkan di tempat-tempat tertentu.

Kendati demikian, Nasir mengaku paham bahwa Kementerian PAN-RB beserta jajarannya juga telah bekerja keras untuk mewujudkan ASN yang benar-benar punya nilai kompetensi.

Namun, ia meminta pihak Kementerian tersebut untuk menegur daerah-daerah yang bermasalah pada pengembangan ASN.

“Ada satu sekolah di sebuah pulau. Satu sekolah itu ada 6 lokal. Gurunya cuma 9, PNS 6 dan yang bakti 3 orang. PNS ini tinggal di Ibukota provinsi. Jadi yang mengajar di sekolah itu hanya 2 orang. dan mereka pula bukan dalam posisi sebagai bukan PNS. Hal ini jugalah yang menyebabkan kualitas pendidikan kita belum seperti yang kita harapkan,” kata Nasir.

Nasir juga meminta Menpan-RB untuk menyebarkan PNS di suatu daerah 3T agar sepadan dengan jumlah PNS yang ada di wilayah ibukota daerah. Karena, kata Nasir, PNS lebih banyak suka di ibukota provinsi ketimbang wilayah 3T.

“Barangkali ini perlu dipikirkan juga, sehingga daerah-daerah itu terutama daerah-daerah terluar dan terpencil juga bisa berkembang sebagaimana yang mereka inginkan berkembang seperti daerah lainnya,” pungkas Nasir.

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda