Beranda / Berita / Nasional / Yusril Minta MA Batalkan Aturan Larangan Ekspor Benih Lobster

Yusril Minta MA Batalkan Aturan Larangan Ekspor Benih Lobster

Senin, 18 Oktober 2021 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Eks menteri Hukum dan HAM dan eks Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra. [Foto: IST]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Eks menteri Hukum dan HAM dan eks Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra meminta Mahkamah Agung membatalkan aturan larangan ekspor benih lobster. Ia juga mengajukan permohonan judicial review (JR) atau hak menguji formil dan materil terhadap aturan tersebut.

Yusril bersama advokat Ihza & Ihza Law Firm mengajukan judicial review sebagai kuasa hukum PT Kreasi Bahari Mandiri dan beberapa nelayan kecil di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Larangan ekspor benih lobster tertuang dalam Pasal 18 Ayat 1 dan 2 juncto Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Dalam siaran pers Ihza & Ihza Law Firm, Senin (18/10), pengajuan judicial review dilakukan karena KKP dianggap tak berwenang melarang ekspor barang dan jasa, termasuk benih lobster.

Yusril mengatakan kewenangan itu berada di Kementerian Perdagangan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.

"Presiden Joko Widodo mendelegasikan kewenangannya kepada menteri perdagangan untuk mengatur lebih lanjut mengenai jenis-jenis barang dan jasa yang boleh diekspor dan diimpor," ungkap Yusril.

Dengan aturan ini, Yusril mengatakan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono bertindak di luar kewenangan dengan membuat peraturan yang melarang ekspor benih lobster.

"Tindakan di luar kewenangan seperti itu menimbulkan ketidakpastian hukum," imbuh dia.

Selain itu, Yusril menyebut aturan larangan ekspor benih lobster juga bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, serta UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

"Menteri Kelautan dan Perikanan seharusnya lebih dulu menyatakan bahwa lobster adalah binatang langka atau jenis binatang yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990, baru dapat dilakukan pelarangan ekspor," jelas Yusril.

Namun, Yusril menyebut bahwa lobster tak masuk sebagai binatang langka atau terancam punah yang dilindungi negara dalam Permen KP Nomor 1 Tahun 2021.

"Jadi, jelas bahwa larangan ekspor benih lobster adalah aturan yang mengada-ada," terang Yusril.

Menurut dia, hal ini membuat pengusaha perikanan dan nelayan kecil terombang-ambing. Pasalnya, mereka telah berinvestasi dan mengurus perizinan penangkapan, penangkaran, dan ekspor benih lobster dengan biaya besar.

Lalu, pengusaha juga sudah melakukan perjanjian ekspor dengan mitra dagang di luar negeri. Namun, perjanjian itu batal karena aturan larangan ekspor benih lobster.

"Segala jerih payah itu tiba-tiba dilarang tanpa ada aturan peralihan untuk mengatasi kerugian pengusaha dan nelayan kecil," kata Yusril.

Lebih lanjut ia menganggap kebijakan ekspor benih lobster tak pernah jelas sejak era Susi Pudjiastuti hingga Trenggono.

Yusril memaparkan data Komisi Pengkajian Stok Ikan (Kajiskan) Kementerian KKP menunjukkan jumlah benih lobster yang ada di alam bebas adalah 278,3 miliar ekor.

Menurut perhitungan ahli, jika bibit itu digunakan untuk budidaya, maka hasil lobster siap konsumsi setiap tahunnya adalah 92,76 ekor atau setara 19.479 lobster.

Namun, Kementerian KKP hanya menargetkan hasil budidaya dalam negeri sebanyak 2.396 ton pada 2021. Untuk merealisasikan itu, jumlah bibit benih lobster yang dibutuhkan hanya 34,3 juta ekor atau 15 persen dari bibit yang tersedia.

"Sisanya sebanyak 244,38 miliar ekor atau sekitar 85 persen dibiarkan hidup di alam bebas dan sudah dapat dipastikan sebagian besar menjadi mangsa predator," tutur Yusril.

Seharusnya, sambung dia, pemerintah menetapkan kuota dan mengawasi ekspor. Hasil ekspor nantinya bisa digunakan pengusaha untuk membangun fasilitas budidaya lobster dalam negeri.

"Kalau budidaya dalam negeri sudah optimal, maka larang ekspor benih," jelasnya.

Sementara, Kepala Biro Humas KKP Agung Tri Prasetyo yang dihubungi CNNIndonesia.com terkait gugatan itu sampai saat ini belum memberikan tanggapannya. (CNN Indonesia) 

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda