DIALEKSIS.COM | Opini - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat (PUPR) Sumut Topan Obaja Putra Ginting sebagai tersangka kasus gratifikasi proyek jalan di wilayah Tapanuli bagian Selatan senilai Rp232,8 miliar. Ia pun sudah diinapkan di ruang tahanan Gedung KPK di Jakarta sejak Sabtu 28 Juni 2025. Penangkapan dan penahanan pejabat kesayangan Bobby itu disambut gegap gempita jajaran pejabat Pemko Medan dan Pemerintah provinsi Sumut.
Tak mengherankan, sebab Topan adalah pejabat yang sangat Istimewa di mata Bobby, sehingga posisinya seakan lebih hebat dibanding pejabat senior lainnya. Kerjasama Topan dengan Bobby Nasution begitu exclusive sampai-sampai tak seorang pun yang bisa mengusik hubungan mereka.
Kedekatan keduanya telah terjalin sejak Bobby menjabat walikota Medan pada Februari 2021, kemudian menyusul lagi setelah menantu Jokowi itu menduduki posisi gubernur Sumut sejak Februari 2025.
Topan Ginting sebenarnya masih tergolong pejabat muda. Pria tambun kelahiran 7 April 1983 ini merupakan alumni Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) tahun 2007. Dari segi usia, jelas Topan belum bisa dikatakan senior. Masih ada banyak pejabat lebih senior yang berpengalaman di atasnya.
Namun sejak Bobby duduk sebagai walikota Medan, posisi Topan Ginting bagaikan anak emas tanpa saingan. Dari yang semula sebagai camat di Kecamatan Medan Tuntungan, Topan langsung diangkat sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Medan sejak pertengahan 2021. Ia dipercaya mengelola sejumlah proyek besar bernilai ratusan miliaran.
Promosi Topan ini bisa dipahami, sebab ia sejak awal memang sangat getol mendukung kampamnye Bobby di Plkada 2020. Bahkan Topan salah satu penyandang dana. Ia aktif bergerak di kalangan masyarakat Karo dan di kalangan ASN. Promosi Topan sudah tentu merupakan bentuk balasan jasa dari Bobby kepadanya sehingga keduanya semakin lengket saat bersama-sama di Pemko Medan.
Keduanya kemudian menjalin konspirasi tertutup sehingga mereka terkenal sebagai penguasa proyek.
“Tidak mungkin tidak, pasti ada permainan Topan Ginting dengan Bobby Nasution saat keduanya bertugas di Pemko Medan. Semua proyek dipercayakan kepada Topan Ginting. Tak mungkin Topan bermain sendiri,” kata salah seorang pejabat senior di Pemko Medan.
Begitu dekatnya hubungan Topan dan Bobby, sehingga tidak seorangpun pejabat senior memprotes mereka. Selain kedua sosok itu, ada satu lagi pejabat istimewa lainnya di Pemko Medan saat Bobby berkuasa di sana. Dia adalah Benny Sinomba Siregar.
Sosok yang satu ini sangat disegani karena ia adalah paman kandung Bobby Nasution. Tapi Benny lebih banyak mengurus masalah pendapatan daerah sebelum ia dipindahkan sebagai Dinas Pendidikan.
“Dibanding Benny, tentu saja proyek yang ditangani Topan Ginting jauh lebib besar,” kata pejabat itu.
Sepertinya Bobby lebih leluasa bekerjasama dengan Topan ketimbang dengan pamannya sendiri.
“Mungkin dia segan kalau berbicara soal proyek dan fulus dengan pamannya. Tapi kalau dengan Topan, Bobby bisa mengatur semuanya, Makanya Topan yang lebih banyak bermain menangani proyek” ujar pejabat itu.
Perlakuan istimewa Bobby kepada Topan dan Benny terlihat jelas dari jabatan yang diberikan kepada keduanya. Benny awalnya ditempatkan Bobby sebagai Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan, sebelum dipindahkan sebagai Kepala Dinas Pendidikan.
Benny sebenarnya sempat dipromosikan Bobby sebagai Plt Sekda Kota Medan tatkala Sekda sebelumnya, Wiriya Alrahman ditugaskan sebagai Pj Bupati Deli Serdang. Namun keputusan itu mendapat sorotan secara nasional karena dianggap berbau KKN.
Bobby kemudian membatalkan promosi itu. Ia lantas mengalihkan jabatan Plt Sekda kepada Topan Ginting sehingga jadilah Topan sebagai pejabat Sekda termuda dalam sejarah Kota Medan.
Keputusan Bobby ini sempat mengundang keheranan di kalanngan pejabat Pemko Medan. Betapa tidak, ada banyak pejabat senior yang seharusnya lebih pantas duduk sebagai Plt Sekda. Tapi Bobby mengabaikan mereka.
“Ini menunjukkan hebatnya kerjasama Bobby dan Topan begitu sangat Istimewa,” tambah sumber tersebut.
Keistimaan itu semakin terlihat jelas tatkala Bobby bertugas sebagai Gubernur Sumut sejak Februari 2025. Bobby menarik Topan dari Pemko Medan untuk menduduki jabatan Kepala Dinas PUPR Provinsi. Tentu saja proyek yang dikelolanya lebih besar lagi karena menyangkut seluruh wilayah di Sumut.
Hadirnya Topan sebagai penguasa proyek di tingkat provinsi tentu saja memunculkan pertanyaan besar di kalangan pejabat senior Pemprovsu. Tapi keheranan itu hanya bisa disampaikan dalam sepi. Hati bergemuruh, tapi mulut mereka terkunci.
Mereka takut menyampaikan protes sebab Bobby terkenal sebagai gubernur yang tidak punya hati. Ia sangat kejam dalam membuat keputusan. Yang tidak sejalan dengannya, pasti akan mendapat sanksi. Minimal dipindahkan ke posisi yang tidak bergengsi.
Tak heran jika Topan pun langsung menjelma menjadi pejabat Istimewa di Provinsi Sumut. Yang mengusik Topan sama saja dengan mengganggu Bobby. Topan bahkan dianggap lebih Istimewa ketimbang Wakil Gubernur, Surya.
Makanya, ketika Topan terkabar telah ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK di Sumut pekan lalu, suasana gegap gempita terlihat di kalangan pejabat Provinsi Sumut.
“Biar dia rasain dulu hidup di penjara sana. Harusnya bosnya segera menyusul,” kata seorang pejabat yang bertugas di Inspektorat.
Korupsi sejak di Pemko Medan
Duet kompak antara Topan Ginting dan Bobby Nasution dalam menangani proyek sebenarnya sudah terlihat sejak keduanya masih sama-sama bertugas di Pemko Medan. Saat Topan menjabat Kepala dinas PU di sana, sudah ada sejumlah proyek yang menjadi sorotan, seperti pengerjaan proyek lampu pocong yang gagal, penanganan proyek drainase yang asal-asalan, proyek Islamic Centre yang mangkrak, proyek stadion teladan, kegiatan kabel tanam Pemko Medan dan lainnya.
Tapi kala itu, Joko Widodo alias Jokowi masih menjabat sebagai presiden sehingga tidak ada satupun lembaga hukum yang berani mengusik permainan proyek itu.
Bukan rahasia lagi, di masa kepemimpinan Jokowi, KPK, Polri dan Kejaksaan bagaikan milik genk Solo. Lembaga ini seakan milik keluarga Jokowi. Tak satupun dari mereka yang berani mengusik kasus-kasus yang melibatkan anak dan menantu si Raja Jawa.
Tapi kini situasinya berbeda. Meski di awal-awal pemerintahan Presiden Prabowo, Jokowi cukup berpengaruh, tapi belakangan pengaruh itu mulai luntur. Bahkan Pemerintah sepertinya memberi ruang kepada aparat hukum untuk mengusut kasus ijazah palsu Jokowi.
Berbagai manipulasi dan korupsi di masa Jokowi juga mulai dibongkar, termasuk permainan pada ‘ternak Jokowi’ yang ikut mem-back-up operasional judi online. Bisnis judi itu disebut-sebut bisa memberi keuntungan besar bagi pendukung Jokowi.
Dalam hal ini Budi Arie Setiadi, ketua Pro Jokowi sebagai permain utamanya. Saat ini Budi masih menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM. Namun banyak yang meyakini kalau tak lama lagi ia akan digeser karena bukti kejahatannya semakin terkuat di pengadilan.
Presiden Prabowo sendiri telah menegaskan akan memberantas semua praktik korupsi di masa pemerintahannya. Ia pun meminta KPK dan Kejaksaan agar lebih berani bertindak. Jangan pandang bulu. Siapapun yang bersalah harus disikat.
Di sinilah posisi Bobby Nasution mulai tersudut. Wajar, sebab Bobby sudah berkali-kali diadukan ke KPK terkait korupsi yang dilakukannya.
Ia misalnnya, sudah diadukan dalam kasus penyelundupan nikel ke China yang merugikan negara hingga ratusan triliun. Bobby juga sudah berkali-kali disebut di pengadilan korupsi karena terlibat permainan tambang di Maluku Utara.
Bahkan istrinya Kahiyang juga turut bermain. Pasangan suami istri itu terbukti menguasai kawasan tambang nikel cukup luas di Maluku Utara yang dinamakan Blok Medan. Pengusaaan itu pasti tidak terlepas dari KKN di tingkat pusat.
Semua tahu, saat Jokowi masih berkuasa, kasus-kasus itu tidak pernah disentuh KPK, meski dokumen pengaduan sudah cukup tebal.
Sekarang, situasinya mulai berubah. Posisi Jokowi semakin tersudut karena kasus ijazah palsu dan korupsi yang dilakukan sejumlah orang-orangnya di Pemerintahan. Sementara putra sulungnya Gibran terus mendapat hujatan di sana sini karena ketidakmampuannya menjalan tugas sebagai wakil presiden.
Ia pun dijuluki sebagai wakil presiden yang takut berdialog dengan mahasiswa. Adapun putra Jokowi lainnya, Kaesang, hanyalah seorang ketua di PSI, partai yang dianggap tidak terlalu berpengaruh.
Kembali ke Bobby, saat ini ia hanya tercatat sebagai kader biasa di Gerindra. Posisinya setiap saat bisa didepak karena ia tidak punya basis yang kuat di akar rumput.
Siapapun tahu bahwa Bobby adalah pejabat yang dikarbit dari pusat, bukan tampil mengukir prestasi dari bawah. Ia adalah pemimpin yang muncul ke ruang publik bermodalkan pernikahan dengan seorang putri presiden. Tanpa pernikahan itu, Bobby bukanlah siapa-siapa. Hanya secuil warga Sumut yang mengenalnya.
Maka itu, seiring melemahnya kekuasaan mertuanya, posisi Bobby di Pemerintahan juga mulai meredup. Di sinilah KPK mulai berani bertindak.
Tentu saja Bobby tidak langsung dijadikan sebagai sasaran utama. Pada tahap awal, anak buahnya yang lebih dahulu dicokok. Setelah itu, pengembangan kasus pasti akan terus dilakukan sehingga bukan tidak mungkin Bobby juga akan menjadi sasaran tembak.
“Kita berharap peluru KPK bisa bergerak lebih cepat mengusut aliran uang dari Topan ke Bobby Nasution,” ujar seorang pejabat senior di Pemprovsu.
Harapan ini juga sejalan dengan rencana KPK yang akan bekerjasama dengan PPATK untuk mengusut aliran uang Rp 2 miliar yang telah masuk kepada jaringan Topan Ginting dalam proyek jalan senilai Rp231,8 miliar di Tapanuli bagian Selatan.
“Pokoknya kita akan usut semua aliran uang itu,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu, 28 Juni.
Berdasarkan penelusuran awal KPK, dari proyek jalan senilai Rp231,8 miliar yang akan dilelang di Sumut, sekitar 20 persen akan mengalir ke kantong pejabat pemberi kuasa.
“Jadi minimal Rp41 miliar akan dialihkan ke tangan pejabat sebagai bentuk gratifikasi. Dari jumlah itu, Rp 8 miiar akan masuk ke kantong Topan Ginting. Yang selebihnya ke pejabat lain,” kata Asep Guntut.
Mengacu kepada data KPK ini, bukan tidak mungkin uang suap itu juga akan mengalir kepada Bobby. Kasus rencana suap ini juga akan menjadi pintu awal bagi KPK untuk mengusut kasus Bobby selama ini.
Makanya jangan heran kalau Bobby tidak akan bisa tidur nyenyak dalam beberapa pekan ini. Mungkin saja ia mulai aktif membersihkan berbagai berkas penting agar tidak ada dokumen yang bisa dijadikan sebagai bukti bagi tindakan korupsinya. Atau mungkin juga Bobby sedang menyusun scenario agar kasus Topan jangan sampai berkembang menyentuh dirinya.
Apapun rencana itu, pengusutan kasus korupsi ini tetap akan berlanjut. Di saat Bobby resah, sejumlah pejabat senior di Pemko Medan dan Pemprovsu justru sedang bergembira ria. Papan bunga ucapan syukur atas penangkapan Topan sempat dipajang di sejumlah ruas jalan di Kota Medan.
Diam-diam para pejabat di Pemko Medan dan Provinsi Sumut menyambut riang gembira operasi tangkap tangan KPK ini. Bahkan sampai ada yang membuat syukuran. Harapan mereka, pemeriksaan Bobby bisa dipercepat…!***
Penulis: Ahmady Meuraxa adalah seorang jurnalis yang tinggal di Medan