Beranda / Opini / Kopi Gayo Jantung Perekonomian Rakyat

Kopi Gayo Jantung Perekonomian Rakyat

Selasa, 06 Oktober 2020 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Oleh Dedi Ikhwani, S.P

Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Selain berolahraga, nutrisi makanan menjadi faktor penentu kinerja organ tubuh manusia. Jantung misalnya merupakan organ sentral, bertugas memompa darah yang penuh dengan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan seluruh tubuh.

Bagi masyarakat pegunungan di sentral Aceh yang beriklim sejuk, jantung mereka adalah kopi. Buah berkapein ini memiliki peranan penting untuk keberlangsungan hidup masyarakat di dataran tinggi Gayo, meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues.  

Luas perkebunan kopi di negeri dalam pelukan gunung ini mencapai 101.473 hektar. Tingkat produksi mencapai 61.761kg green bean pertahun. (Distanbun Aceh, 2017). Lebih dari 70% masyarakat Gayo mengantungkan hidupnya pada komoditi kopi, jadi sudah barang tentu aktivitas mereka pasti berhubungan dengan kopi. 

Seperti peganggalan kalimat ara kupi ara cerite (ada kopi ada cerita). Memaknai kalimat tersebut bahwa, setiap ada diskusi atau pertemuan resmi tidak menarik bila tidak ada sajian kopi. 

Kekayaan budaya juga erat melekat dengan kopi Gayo, sebagaimana lambaian syair berikut: 

Wahai Siti kewe .!

Kunikahkan engkau dengan angin..

Air walimu..

Tanah saksimu..

Matahari saksi kalammu..

Rimbunlah daun..

Maraklah buah..

Kuatlah akar..

Tegaplah batang.

Berdasarkan kacamata subsistem agribisnis, kopi juga banyak memberikan benefit berupa penyediaan barang dan jasa dalam upaya mendukung program pemerintah membuka lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. 

Tahapan pertama adalah agro input berupa penyedia kebutuhan benih, bibit, pupuk dan alsintan. Berikutnya agro produksi berupa lahan dan terbuka lapangan kerja sektor jasa dalam mengelola kebun.  

Tahapan ketiga tumbuh berkembangya agro industri sebagai unit pengelola hasil panen kopi seperti pulping, fermentasi, pencucian, penjemuran hulling, sutton, manual sortasi (hand picker), roaster. Tahapan keempat adalah agro niaga seperti kedai kopi, gerai souvenir, online shop hingga trade internbational.

Geliat ekonomi ini tentunya membawa angin segar kepada petani dan pelaku UMKM, hingga negara dalam pencapaian devisa. Untuk itu, penyuluhan sebaiknya dilakukan secara terus menerus dan inovatif kepada petani. 

Bukan hanya pendekatan kognitif, namun juga mengarah kepada afektif hingga psikomotorik. Bila terus konsisten dilakukan, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan kembali merebut posisi produsen kopi dari Vietnam. 

Belakangan ini banyak hal yang menyayat petani dan pelaku UMKM kopi khususnya di Aceh. Adanya pemberitaan yang mengkerdilkan keperkasaan kopi Gayo dimata dunia. Sempat beredar kabar kopi mengandung senyawa glyphosate, kini dikabarkan adanya regulasi Eropa untuk tidak membeli kopi yang terkandung chlorpyrifos dan chlorpyrifos-methyl. 

Glifosat merupakan jenis herbisida dengan bahasa lain adalah memiliki zat aktif sistemik sebagai racun pembasmi gulma atau rumput. Memiliki rumus molekul kimia C3H8NO5P, bekerja merusak enzim yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik. 

Bagi pengguna dampak yang ditimbulkan seperti iritasi mata, penglihatan menjadi kabur, kulit terbakar atau gatal, mual, sakit tenggorokan, asma, kesulitan bernapas, sakit kepala, mimisan, dan pusing. 

Selanjutnya senyawa chorpyrifos dan chorpyrifos methyl jenis insektisida sistemik ini biasanya digunakan untuk membasmi hama serangga pada tanaman. Chlorpyrifos (CPS) adalah pestisida organofosfat yang digunakan pada tanaman, hewan, dan bangunan, dan di tempat lain untuk membunuh sejumlah hama, termasuk serangga dan cacing. Ini bekerja pada sistem saraf serangga dengan menghambat enzim asetilkolinesterase.  

Klorpirifos dianggap cukup berbahaya bagi manusia oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Paparan yang melebihi tingkat yang direkomendasikan telah dikaitkan dengan efek neurologis, gangguan perkembangan persisten dan gangguan autoimun. Paparan selama kehamilan dapat membahayakan perkembangan mental anak-anak. 

Kondisi lainnya adalah mewabahnya pandemi covid-19 memberikan pukulan telak kepada perekonomian masyarakat. Sudah hampir satu tahun penanganan yang dilakukan pemerintah belum ada kejelasan tanda berakhir. 

Meskipun wabah ini tidak tampak, namun dampak merosotnya perekonomian masyarakat sangat nyata terjadi. Sudah jatuh tertimpa tangga, ungkapan ini yang sekarang sedang menimpa petani dan pelaku UMKM. 

  Pikulan beban yang berat dirasakan oleh petani dan pelaku UMKM khususnya didataran tinggi Gayo. Daya beli rendah akibat permintaan menurun. Dalam teori ekonomi mikro berupa hukum permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa, bila pasokan meningkat sementara permintaan menurun maka sasarannya adalah harga barang atau jasa akan anjok. 

Begitu juga dengan nasib yang dialami si Kopi hari ini, disaat produksi meningkat sementara permintaan mengalami penundaan sehingga menyebabkan harga kopi turun. 

Rata-rata petani memiliki luas perkebunan kopi mencapai 1 hektar dengan produktivitas kopi cherry 400 kaleng/ha (Deputroe, 2019). Rata-rata harga jual sebelum pandemi terjadi adalah Rp.120.000/kaleng, sementara harga masa pandemik rata-rata hanya Rp.60.000- Rp 70.000 /Kaleng.  

Bila kita asumsikan produksi kopi stabil, maka terjadinya margin penurunan pendapatan petani sebesar Rp.16 juta /ha dari nilai pendapatan Rp.32juta /tahun. 

Kondisi ini tentunya perlu perhatian semua stake holder kopi khususnya dalam negeri seperti pemerintah, legislatif, petani, pelaku UMKM, koperasi, eksportir, jasa keuangan dan Jasa pendukung lainnya.  

Petani diharapkan fokus pada manajemen pengelolaan kebun dengan berpedoman pada penerapan GAP (good agriculture practices) yaitu peningkatan produktivitas kopi. Langkah-langkah manajemen kebun dapat dilakukan dengan memilih benih/bibit yang unggul, penanaman yang legowo dengan populasi normal, pemangkasan cabang non produktif, perawatan naungan dengan intensitas cahaya 50%, pemupukan berimbang dan pemanenan yang baik. 

Pelaku usaha tentunya harus mampu menciptakan produk turunan dari kopi sehingga memberikan nila tambah (value added) bukan hanya untuk kebutuhan minuman saja. Inovasi tersebut dapat berupa parfume kopi, masker kopi, luluran, sabun, parapin bahkan produk kreatif lainnya. 

Lagislatif dapat fokus dalam melahirkan regulasi yang memihak kepada produsen, dalam hal ini adalah petani dan pelaku UMKM. Mengalokasikan anggaran untuk sektor rill dan melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran negara secara terukur. 

Peran pemerintah diharapkan dapat dilakukan dengan menggunakan anggaran pada sektor produktif, bantuan bersifat langsung tunai dalam bentuk uang tidak dapat membantu banyak dan akan menyebabkan masyarakat tidak produktif dan memicu konflik horizontal.  

Lebih baik dialokasikan kepada sektor produktif seperti skema maching grand, membantu transfer inovasi kepada petani, skema resi gudang, subsidi biaya pengiriman, penghapusan pajak UMKM, mempermudah UMKM dalam melakukan ekspor dalam skala mikro dan memperoleh akses pinjaman modal perbankan dengan bunga dibawah 6% atau subsidi hingga 0%. 

Doa kita bersama semoga pandemi wabah covid-19 segera cepat berakhir dan aktivitas masyarakat dapat kembali pulih. Amin ya rabbal alamin. 

penulis: Mahasiswa Magister Agribisnis Universitas Syiah Kuala .Founder Deputroe Coffee. www.deputroecoffee.com 



Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda