Sabtu, 14 Juni 2025
Beranda / Parlemen Kita / Bunda Salma: Pengelolaan KEK Arun Harus Dibenahi, Potensi Belum Berdampak untuk Aceh

Bunda Salma: Pengelolaan KEK Arun Harus Dibenahi, Potensi Belum Berdampak untuk Aceh

Kamis, 12 Juni 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Salmawati. [Foto: net]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Salmawati, yang akrab disapa Bunda Salma, menyoroti pembenahan serius terhadap Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe.

Bunda Salma menyoroti stagnasi dan minimnya dampak nyata dari keberadaan KEK Arun terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh, padahal kawasan tersebut memiliki potensi strategis yang luar biasa.

Menurut Bunda Salma, kompleksitas tantangan fiskal yang dihadapi Aceh hari ini tidak bisa hanya disikapi dengan cara konvensional.

Diperlukan terobosan-terobosan baru untuk menciptakan proyeksi pendapatan yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Salah satu potensi yang mestinya menjadi andalan adalah KEK Arun, yang menurutnya merupakan perpaduan dari sejumlah aset strategis yang sudah tersedia.

"Pengelolaan KEK Harun harus benar-benar dibina secara serius. Ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga soal bagaimana kita menata ulang sistem ekonomi daerah agar lebih mandiri dan berdaulat secara fiskal. Potensi sudah ada, infrastruktur sudah tersedia, tapi mengapa belum memberikan hasil yang signifikan? Ini yang menjadi tanda tanya besar," ujar Bunda Salma kepada Dialeksis.com, Kamis (12/6/2025).

Sebelumnya, Kejari Lhokseumawe telah membuka penyelidikan resmi berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-02/L.1.12/Fd.1/06/2025 tertanggal 2 Juni 2025.

Fokus penyelidikan mengarah pada indikasi penyalahgunaan kewenangan dan anggaran di KEK Arun, kawasan yang semestinya menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi regional.

Penyelidikan ini melibatkan dua pejabat dari PT Patriot Nasional Aceh (PT Patna), yaitu Maimun sebagai Komisaris dan Agus Rinaldy sebagai General Manager, yang telah dimintai keterangan oleh penyidik di Gedung Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Jalan Tgk Chik Ditiro.

Salah satu poin krusial yang disoroti Bunda Salma adalah kurangnya koordinasi yang efektif antara para pemilik aset di kawasan tersebut, khususnya perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat dalam pengelolaan KEK Arun.

Ia menilai bahwa PT Elman, anak perusahaan BUMN yang ditunjuk sebagai pengelola kawasan, belum mampu menghadirkan sinergi dan integrasi yang kuat dalam menjalankan fungsinya.

"Apakah pengelolaan yang tidak maksimal itu disebabkan oleh biaya sewa yang mahal? Apakah BUMN-BUMN di sana masih berjalan sendiri-sendiri? Atau karena memang tidak ada stimulus untuk menarik investasi? Semua ini harus dijawab," tegasnya.

Ia membandingkan dengan kawasan ekonomi lain di luar Aceh, di mana pemerintah daerah memberikan berbagai stimulus dan kemudahan agar investor tertarik masuk, termasuk potongan pajak dan keringanan regulasi.

Bunda Salma mendesak Pemerintah Aceh untuk segera membentuk tim khusus guna mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang menghambat kemajuan KEK Arun.

Tim ini, menurutnya, harus mencakup berbagai pihak terkait termasuk akademisi, ekonom, pengusaha lokal, dan unsur pemerintah pusat, agar solusi yang diambil benar-benar komprehensif dan menyentuh akar permasalahan.

"Kalau regulasinya memberatkan, ya harus kita ratifikasi. Kalau koordinasinya lemah, ya harus kita perkuat. Jangan sampai waktu terus berlalu, potensi strategis KEK Harun malah jadi monumen kemandekan ekonomi," ucapnya.

Sudah bertahun-tahun sejak KEK Arun ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional, namun denyut pertumbuhan ekonomi dari kawasan tersebut dinilai masih sangat lemah.

Lapangan kerja belum terbuka secara signifikan, pendapatan daerah belum menunjukkan peningkatan, dan kontribusi terhadap devisa nasional pun belum terasa.

"Padahal ini aset yang luar biasa. Jika dikelola dengan baik, KEK Harun bisa menjadi motor ekonomi baru, bukan hanya untuk Lhokseumawe dan Aceh Utara, tapi juga Aceh secara keseluruhan. Sayangnya, hingga hari ini kita belum melihat hasil nyata yang diharapkan," kritik Bunda Salma.

Ia juga menyinggung soal isu-isu seperti kasus PT PAG yang mencuat di kawasan tersebut. Menurutnya, jika tidak segera diselesaikan, permasalahan-permasalahan seperti ini bisa menciptakan ketidaknyamanan bagi para calon investor dan memperburuk citra KEK Arun di mata nasional maupun internasional.

Sebagai bentuk konkret, Bunda Salma menyampaikan tiga langkah yang menurutnya harus segera diambil yaitu yang pertama, Pemerintah Aceh membentuk tim khusus untuk menyelidiki lambatnya pengembangan KEK Arun, sekaligus merancang langkah-langkah percepatan yang sistematis dan terukur.

Yang kedua, meminta kejelasan dari seluruh BUMN yang terlibat dalam KEK Arun, mengapa sinergi antarlembaga masih lemah dan apa hambatan yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Yang ketiga, merumuskan kembali regulasi bersama pemerintah pusat, guna menciptakan iklim investasi yang kondusif dan menjadikan KEK Arun sebagai kawasan yang ramah investor.

"Kita bicara soal masa depan ekonomi Aceh. Jangan sampai KEK Arun hanya tinggal papan nama. Ini tanggung jawab kita bersama, bukan hanya pemerintah Aceh, tapi juga pusat dan seluruh stakeholder," pungkas Bunda Salma. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI