Rabu, 01 Oktober 2025
Beranda / Parlemen Kita / DPRK Aceh Utara Dalami Legalitas PT IBAS yang Diduga Garap Hutan Lindung

DPRK Aceh Utara Dalami Legalitas PT IBAS yang Diduga Garap Hutan Lindung

Rabu, 01 Oktober 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Komisi I DPRK Aceh Utara, Tajuddin dalam Diseminasi Hasil yang digelar MaTA dengan tema Menyibak Jejak Perusahaan Sawit di Kawasan Hutan Lindung, di Lhokseumawe, Selasa (30/9/2025). [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Dugaan perambahan kawasan hutan lindung di Gampong Lubok Pusaka, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Ika Bina Agro Wisesa (IBAS) mendapat perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara.

Ketua Komisi I DPRK Aceh Utara, Tajuddin, menegaskan pihaknya telah menerima banyak laporan dari masyarakat terkait konflik lahan dan aktivitas perusahaan yang dianggap tidak berizin.

“Pemaparan dari MaTA hari ini menambah data yang sedang kami kumpulkan. Panitia Khusus HGU dan Industri sudah bekerja, dan kami tidak hanya berhenti di forum diskusi, tapi juga turun langsung ke masyarakat untuk memastikan kebenarannya,” ujar Tajuddin dalam Diseminasi Hasil yang digelar MaTA dengan tema Menyibak Jejak Perusahaan Sawit di Kawasan Hutan Lindung, di Lhokseumawe, Selasa (30/9/2025).

Menurut Tajuddin, dugaan perambahan hutan lindung oleh PT IBAS harus menjadi perhatian semua pihak. Ia menilai, perusahaan tidak bisa berlindung di balik kebutuhan bahan baku sawit semata, lalu mengorbankan kawasan hutan yang memiliki fungsi ekologis penting.

“Kita tidak ingin hutan lindung rusak hanya karena kebutuhan bahan baku sawit. Hutan lindung punya fungsi vital menjaga keseimbangan tata air, mencegah banjir, longsor, hingga kekeringan. Kalau ini hilang, masyarakat yang paling merasakan dampaknya,” tegasnya.

Tajuddin menegaskan DPRK Aceh Utara melalui Pansus HGU dan Industri akan mendalami persoalan legalitas PT IBAS sekaligus dampaknya bagi masyarakat sekitar. Menurutnya, dewan tidak akan tinggal diam jika memang ditemukan ada pelanggaran serius.

“Kami akan kawal ini. Kalau memang benar terjadi pelanggaran izin, tentu ada konsekuensi hukum dan administratif yang harus dijalani perusahaan. Tidak boleh ada pihak yang merasa di atas aturan,” ucap Tajuddin.

Ia juga menilai, pemerintah daerah dan instansi terkait harus lebih tegas dalam melakukan pengawasan. “Pengawasan kita sering lemah. Ini yang membuka celah perusahaan melakukan aktivitas tanpa prosedur. Ke depan, semua perizinan harus benar-benar transparan dan bisa diakses publik,” tambahnya.

Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, sebelumnya mengungkapkan bahwa PT IBAS yang berdiri sejak 2019 hanya mengantongi izin untuk membangun pabrik kelapa sawit (PKS) berkapasitas 30 ton per jam.

Namun, perusahaan ini diduga telah menguasai sekitar 500 hektare lahan, sebagian di antaranya masuk ke kawasan hutan lindung Lubok Pusaka.

Alfian menyebut, perusahaan memperoleh 219 hektare melalui pembelian tidak transparan dari keluarga mantan bupati, sementara 280 hektare lainnya dikuasai lewat penjualan sepihak aparatur desa tanpa persetujuan pemilik sah.

“Padahal, izin usaha perkebunan (IUP-B) sama sekali tidak pernah diterbitkan untuk PT IBAS. Mereka hanya memanfaatkan izin pabrik untuk membuka kebun, ini jelas melanggar aturan,” ungkap Alfian.

Bahkan, hasil pantauan citra satelit terbaru pada 6 September 2025 menunjukkan luas hutan lindung yang terbuka sudah mencapai 163,75 hektare, meningkat tajam dari 80 hektare sebelumnya. Kondisi ini memicu kekhawatiran percepatan kerusakan lingkungan. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
bpka - maulid