DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sebanyak 400 ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia melayangkan desakan terhadap pemerintah untuk mengevaluasi dan melonggarkan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), terutama pada sektor yang belum memiliki pemasok lokal yang memadai.
Desakan tersebut disampaikan melalui pernyataan sikap berjudul "Tujuh Desakan Darurat Ekonomi".
Dalam pernyataannya, aliansi menilai kebijakan TKDN saat ini terlalu kaku dan berdampak pada meningkatnya biaya produksi, menurunnya daya saing industri nasional, serta membuka celah korupsi dalam proses perizinan dan pengadaan.
“TKDN yang diterapkan secara kaku justru berujung pada produk dengan harga mahal tapi kualitas rendah. Ini membuat produk Indonesia kalah bersaing di pasar global,” ujar perwakilan Aliansi Ekonom Indonesia dalam pernyataannya.
Aliansi juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap aturan perdagangan internasional dan dampak buruk terhadap iklim investasi. Mereka merujuk pada hasil penelitian ERIA (2023) dan CSIS (2023) yang menunjukkan bahwa penerapan TKDN berdampak negatif terhadap efisiensi industri dan membebani konsumen.
Kemenperin: TKDN Sudah Direformasi, Tak Kaku Lagi
Menanggapi kritik tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa pihaknya telah mereformasi kebijakan TKDN sejak beberapa waktu lalu. Reformasi ini, menurut Kemenperin, menjawab langsung tantangan yang disuarakan para ekonom.
“Evaluasi dan reformasi sudah kami lakukan. Sekarang proses sertifikasi TKDN jadi lebih mudah, murah, cepat, dan tidak kaku,” kata Febri Hendri Antoni Arief, juru bicara Kemenperin, dalam keterangan resmi yang diterima pada Kamis (11/9/2025).
Febri menjelaskan, reformasi tersebut mencakup perubahan pada tata cara perhitungan TKDN, termasuk pemangkasan waktu proses sertifikasi dari lebih 20 hari menjadi hanya 10 hari kerja, bahkan tiga hari untuk industri kecil dengan skema self declare.
“Dulu mahal dan lama, sekarang cepat dan bisa self declare. Untuk IKM, cukup tiga hari dan biayanya sangat ringan,” tambah Febri.
Insentif dan Afirmasi untuk Industri Kecil
Dalam kebijakan baru, pemerintah juga menyisipkan insentif tambahan. Perusahaan yang menyerap tenaga kerja lokal mendapat nilai TKDN tambahan minimal 25%, dan yang melakukan riset & pengembangan bisa memperoleh tambahan 20%.
“Penghitungan TKDN kini menjadi sistem reward, bukan sekadar beban administratif,” jelas Febri.
Selain itu, sertifikat TKDN kini berlaku hingga lima tahun, dan proses verifikasi dilakukan secara digital untuk mengurangi potensi korupsi. Kemenperin juga telah membentuk Tim Pengawas di bawah Inspektorat Jenderal untuk mengawasi potensi manipulasi atau kecurangan TKDN.
Soal Sektor Tertentu: Threshold Ditentukan Kementerian Lain
Terkait keluhan mengenai kebijakan TKDN sektoral, misalnya di sektor HKT (Handphone, Komputer, dan Tablet), Kemenperin menegaskan bahwa pihaknya hanya mengatur tata cara perhitungan TKDN, sementara threshold atau ambang batas ditetapkan oleh kementerian/lembaga teknis terkait.
“Banyak investor asing justru menginginkan kebijakan TKDN sektoral tetap ada karena membantu bersaing di pasar domestik,” ujar Febri.
Pilar Ekonomi Nasional
Kemenperin menilai reformasi TKDN merupakan bagian penting dari program pemerintah dalam memperkuat industri nasional sesuai visi Presiden Prabowo Subianto.
“Ini bagian dari deregulasi ekonomi untuk memperkuat industri lokal, menyerap tenaga kerja, dan mendukung kemandirian nasional,” tegas Febri.
Kemenperin juga berkomitmen untuk terus menyosialisasikan manfaat TKDN kepada pelaku industri kecil dan menengah (IKM) agar produk lokal bisa menembus pasar global.
“Setiap rupiah belanja negara untuk produk TKDN akan kembali berlipat ganda kepada rakyat -- melalui lapangan kerja, pertumbuhan industri, dan ekonomi nasional,” tutupnya. [red]