DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), Iskandar Zulkaraen, menegaskan bahwa pemasukan beras ke Kawasan Sabang untuk kebutuhan konsumsi masyarakat sepenuhnya dibolehkan, sah menurut hukum, dan tidak dapat dipersamakan dengan kegiatan impor yang berlaku di daerah pabean Indonesia.
Pernyataan resmi tersebut disampaikan Iskandar di Banda Aceh, Senin, 24 November 2025 yang dilansir media dialeksis.com untuk meluruskan informasi dan persoalan yang berkembang terkait kebijakan pemasukan pasokan beras ke Sabang.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkap dugaan masuknya 250 ton beras impor ilegal melalui Pelabuhan Sabang, Aceh, yang menurutnya dilakukan tanpa prosedur resmi.
Amran menyebut sejumlah pejabat kementerian terkait termasuk Bappenas telah menolak rencana impor dalam rapat koordinasi di Jakarta pada 14 November 2025, tetapi impor tetap dilakukan.
Iskandar menjelaskan bahwa ketentuan ini berlandaskan kerangka hukum nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, yang kemudian ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah kepada Dewan Kawasan Sabang.
“Kawasan Sabang merupakan wilayah yang berada di luar daerah pabean Indonesia. Dengan status tersebut, barang yang dimasukkan ke dalam Kawasan Sabang tidak dikenai ketentuan tata niaga impor, bea masuk, PPN dan PPnBM, selama barang tersebut digunakan dan dikonsumsi di dalam Kawasan Sabang,” tegas Iskandar.
Sebagai Lembaga Pemerintah Non Struktural (LNS), BPKS memiliki mandat penuh dalam penyelenggaraan pengusahaan kawasan Sabang, termasuk memberikan kemudahan berusaha, memastikan kelancaran kegiatan ekonomi, dan menjaga dinamika pasar di wilayah FTZ tersebut.
Beras yang dimasukkan ke Sabang, kata Iskandar, bukan merupakan komoditas impor menuju Indonesia, tetapi pasokan yang masuk ke wilayah FTZ untuk memenuhi kebutuhan warga lokal.
“Pemasukan beras ke Kawasan Sabang untuk kebutuhan konsumsi penduduk adalah dibolehkan dan sah menurut hukum. Beras tersebut tidak dianggap sebagai impor ke daerah pabean Indonesia,” jelasnya.
Iskandar menyebutkan bahwa Sabang tidak memiliki lahan sawah produktif, sehingga kebutuhan beras sepenuhnya mengandalkan pasokan dari luar pulau. Harga beras di Sabang selama ini berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) karena biaya logistik yang tinggi.
Oleh sebab itu, kebijakan pemasukan beras bertujuan menjaga tiga aspek penting yaitu ketersediaan pasokan pangan untuk masyarakat. Stabilitas harga di pasar lokal dan daya saing ekonomi Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas.
Iskandar menegaskan bahwa pemasukan beras sepenuhnya dalam pengawasan resmi lintas instansi. Ia memastikan bahwa beras yang masuk tidak akan keluar ke wilayah pabean Indonesia atau diperdagangkan secara tidak sah.
“BPKS bersama Pemerintah Kota Sabang dan instansi terkait bekerja memastikan bahwa beras yang masuk didistribusikan secara adil, tidak keluar dari Kawasan Sabang, dan tetap menjaga stabilitas harga serta ketahanan pangan masyarakat Sabang,” ujar Iskandar.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada larangan hukum maupun administratif bagi pelaku usaha atau distributor untuk melakukan pemenuhan kebutuhan beras di Sabang sesuai regulasi yang berlaku di kawasan FTZ.
Menurut Iskandar, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya besar memperkuat fungsi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang sebagai kawasan strategis nasional yang diamanatkan undang-undang.
“BPKS akan terus bekerja sama dengan kementerian/lembaga teknis, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kota Sabang agar mekanisme berjalan sesuai hukum dan tetap dalam koridor pengawasan. Ini penting untuk ketahanan pangan masyarakat Sabang dan percepatan pembangunan ekonomi daerah,” tutupnya.