DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kasus pengutipan retribusi yang melampaui ketentuan resmi di kawasan wisata Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar, kembali menyita perhatian publik.
Viral di media sosial, keluhan wisatawan terkait pungutan yang dinilai tidak sesuai aturan ini dinilai telah merusak repitasi pengelolaan wisata di wilayah lingkup Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, khususnya Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata.
Pengamat sosial, politik, dan pembangunan Universitas Abulyatama (Unaya), Dr. Usman Lamreung, M.Si., menilai peristiwa tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah daerah belum menunjukkan keseriusan dalam mengelola dan mendata kawasan wisata yang seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).
“Kasus di Lamreh ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan regulasi pemerintah. Padahal sektor pariwisata bisa menjadi salah satu sumber PAD yang signifikan jika dikelola dengan baik, sesuai qanun dan aturan yang sudah disahkan,” tegas Dr. Usman kepada media dialeksis.com, Sabtu (16/8/2025).
Menurut Usman, bila penataan dan pengelolaan wisata terus diabaikan, berbagai persoalan akan muncul, termasuk praktik pungutan liar yang merugikan masyarakat dan wisatawan. Hal ini, lanjutnya, menjadi tantangan serius bagi Pemerintah Aceh Besar untuk melakukan penertiban.
“Setiap unit usaha wisata harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Jika tidak, maka akan terus terjadi praktik pungutan melampaui aturan seperti di Lamreh, yang akhirnya merusak citra pemerintah daerah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, penataan yang baik tidak hanya menguntungkan pengelola wisata dan konsumen, tetapi juga memberi tambahan pendapatan bagi pemerintah gampong serta pemerintah daerah.
Kasus keluhan wisatawan di Lamreh yang viral di media sosial, kata Usman, seharusnya menjadi alarm bagi Pemkab Aceh Besar untuk segera melakukan evaluasi dan memperbaiki mekanisme retribusi resmi.
“Ini bukan soal kerja sama dengan pihak tertentu, tapi soal kepatuhan terhadap standar pengelolaan wisata. Jika dibiarkan, kasus serupa akan terus mencoreng citra pemerintah dan merugikan kepercayaan publik,” ujarnya.
Aceh Besar dikenal memiliki potensi wisata yang sangat besar, mulai dari panorama laut, sejarah, hingga budaya.
Namun, menurut Usman, potensi tersebut tidak akan memberi manfaat maksimal tanpa pengelolaan yang profesional dan terukur.
Dalam hal ini, kata Usman, pembenahan tata kelola pariwisata mendesak dilakukan agar kasus Lamreh tidak terulang di destinasi lain di Aceh Besar.
“Wisata Aceh Besar harus ditata secara profesional agar benar-benar menjadi daya tarik utama, bukan hanya bagi masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan luar daerah. Dengan pengelolaan yang baik, pariwisata akan berdampak nyata pada ekonomi masyarakat sekaligus meningkatkan citra pemerintah,” pungkasnya. [nh]