DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, mengungkap fakta mengejutkan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (22/5/2025). Menurutnya, para dokter anak kini dikenai biaya Rp 12,5 juta untuk mengikuti uji kompetensi, yang diselenggarakan oleh kolegium baru bentukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dalam kesaksiannya di sidang perkara nomor 111/PUU-XXII/2024, Piprim menyebut bahwa IDAI sebelumnya tidak pernah memungut biaya dari peserta uji kompetensi nasional.
"Dulu, tahun 2024, kolegium IDAI menggratiskan biaya evaluasi nasional," ujar Piprim di hadapan majelis hakim MK.
Namun, setelah peserta lulus dari kolegium IDAI, proses penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) mereka justru terhambat. Hal ini terjadi setelah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membentuk kolegium baru yang mewajibkan uji ulang -- kali ini dengan biaya Rp 12,5 juta.
"Kalau kolegium bentukan Kemenkes adalah alat kelengkapan konsil dan berada di bawah negara, seharusnya ada anggaran negara, bukan dibebankan ke peserta," tegas Piprim.
Dugaan Ancaman Pembekuan STR dan SIP
Piprim juga menyoroti adanya dugaan intimidasi terhadap dokter anak yang menolak mengikuti kebijakan baru tersebut. "Teman saya di Jawa Tengah bilang, ‘Dok, kami itu diancam. Kalau kami menolak mutasi, STR akan dibekukan, SIP di-freeze,’" ungkapnya.
Ia menyebut STR dan Surat Izin Praktik (SIP) adalah dokumen vital yang menjadi dasar legalitas seorang dokter dalam menjalankan praktik medis.
"STR itu nyawa dokter. Kami kuliah 15 tahun. Kalau STR dibekukan, itu sama saja dengan membakar ijazah kami." jelasnya.
Respons Kemenkes
Kemenkes membantah adanya pemaksaan atau perampasan kewenangan. Staf Khusus Menkes, Rendi Witular, mengatakan kolegium merupakan bagian dari struktur negara sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
"Coba lihat spesialis lain, ribut nggak? Enggak. Cuma kolegium IDAI yang merasa kami merampas," kata Rendi.
Ia bahkan menyebut konflik ini lebih bernuansa personal. "Ini cuma masalah pribadi dokter Piprim dengan Kemenkes. Kasihan dokter anak yang jadi korban politisasi."
Gugatan UU Kesehatan di MK
Gugatan terhadap UU Kesehatan diajukan oleh Guru Besar Emeritus Universitas Airlangga, Prof. Djohansjah Marzoeki. Ia meminta MK mengubah pemaknaan Pasal 272 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2023, yang menurutnya membuka celah intervensi negara terhadap kolegium.
Prof. Marzoeki mengusulkan agar negara tetap memfasilitasi pembentukan kolegium, namun tanpa intervensi langsung. [kompas.com]