DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah Indonesia masih belum merinci komoditas ekspor mana saja yang akan terdampak oleh rencana pengenaan tarif impor sebesar 32 persen oleh Amerika Serikat. Meski demikian, proses diplomasi perdagangan terus dilakukan guna menghindari dampak yang lebih luas terhadap sektor ekspor nasional.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada daftar komoditas final yang terkonfirmasi akan dikenakan tarif tinggi oleh pemerintah AS. Hal itu disebabkan karena proses negosiasi dengan otoritas perdagangan Amerika masih berlangsung.
“Kalau detail jenis barang dan tarifnya, saya belum bisa sampaikan karena datanya belum lengkap. Prosesnya masih dalam penjajakan, dan pembicaraan lanjutan dengan pihak Amerika akan terus dilakukan sebelum kebijakan ini berlaku per 1 Agustus 2025,” kata Haryo dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Ia menegaskan bahwa pemerintah akan tetap memperjuangkan hasil terbaik bagi pelaku usaha nasional. Namun karena masih dalam tahap awal perundingan, informasi teknis belum dapat dibuka ke publik.
Ketiadaan kepastian ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri ekspor, khususnya sektor-sektor yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasar Amerika Serikat. Beberapa asosiasi menganggap ketidakjelasan tersebut bisa memperburuk iklim usaha dan menambah tekanan pada sektor riil.
Meski belum memiliki data lengkap, Haryo memastikan bahwa pemerintah tetap melibatkan dunia usaha dalam penyusunan strategi negosiasi. Masukan dari pelaku usaha akan dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan posisi Indonesia dalam dialog dagang dengan AS.
“Pada prinsipnya, dalam setiap negosiasi pemerintah selalu meminta pandangan dan masukan dari kalangan pengusaha. Jadi keputusan-keputusan yang diambil nantinya akan mencerminkan sinergi antara pemerintah dan sektor bisnis,” ujarnya.
Haryo menambahkan, hubungan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat selama ini berjalan saling menguntungkan. Ia optimistis ruang kompromi masih terbuka lebar jika kedua belah pihak mengedepankan kepentingan bersama.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemerintah telah mengambil langkah cepat dengan mengirimkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian langsung ke Amerika Serikat sebagai respons atas surat pemberitahuan kebijakan tarif dari pemerintah AS.
“Kehadiran Pak Menko di sana untuk menemui mitra dagang AS adalah bentuk keseriusan pemerintah dalam menanggapi persoalan ini. Ini merupakan langkah strategis guna mencari solusi terbaik sebelum tanggal pemberlakuan kebijakan,” kata Haryo.
Ia menyatakan bahwa pemerintah akan memanfaatkan waktu yang tersisa menjelang 1 Agustus untuk berdialog lebih intensif dan memperjuangkan pengurangan atau penundaan penerapan tarif tersebut.
“Dari surat pemerintah AS, kami melihat masih ada ruang untuk bernegosiasi. Jadi kami akan gunakan waktu ini sebaik mungkin untuk mencari titik temu,” pungkasnya.
Sementara itu, sejumlah pengamat menilai langkah proaktif pemerintah patut diapresiasi, namun mendesak agar koordinasi lintas sektor diperkuat, termasuk transparansi informasi kepada pelaku industri ekspor yang terdampak langsung.
Langkah-langkah lanjutan pemerintah kini dinantikan, terutama dalam meredam potensi gejolak dan menjaga stabilitas ekspor nasional di tengah dinamika perdagangan global yang semakin kompleks.