Minggu, 03 Agustus 2025
Beranda / Pemerintahan / Sumur Minyak Rakyat Mulai Legal Berproduksi, Aceh Jadi Prioritas Pengawasan

Sumur Minyak Rakyat Mulai Legal Berproduksi, Aceh Jadi Prioritas Pengawasan

Sabtu, 02 Agustus 2025 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Sumur Minyak Rakyat. (Foto: Antara Foto)


DIALEKSIS.COM | Aceh - Provinsi Aceh, yang terletak di ujung barat Pulau Sumatera, menjadi salah satu dari empat wilayah di Indonesia dengan sebaran sumur minyak rakyat terbanyak. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, dari sekitar 30.000 sumur minyak rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia, konsentrasi tertinggi berada di Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, dan Jawa Tengah.

"Sebaran sumur minyak rakyat itu ada di Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, termasuk juga Jawa Tengah," ujar Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.

Mulai Agustus 2025, pemerintah resmi mengizinkan produksi dari sumur-sumur minyak masyarakat yang telah terdata dan memenuhi standar teknis serta keselamatan. Hanya sumur eksisting yang telah terinventarisasi yang diberi izin untuk beroperasi.

"Keamanan, aspek teknis, dan teknologi menjadi pertimbangan utama. Ini mulai berlaku efektif sejak bulan ini," ujar Dwi Anggia.

Kebijakan ini merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Regulasi tersebut memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengelola sumur minyak secara legal, baik melalui koperasi, UMKM, maupun kerja sama dengan BUMD.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, koperasi atau UMKM yang dilibatkan harus benar-benar memiliki struktur usaha yang sehat dan kemampuan pengelolaan profesional.

“Ini bukan koperasi fiktif, bukan koperasi jual kerupuk atau sembako. Harus koperasi yang serius dan punya kapasitas usaha,” tegas Bahlil saat memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian ESDM.

Untuk menjamin kelangsungan produksi, pemerintah juga telah menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai pembeli resmi atau off-taker dari produksi sumur rakyat. Harga pembelian ditetapkan sebesar 70% hingga 80% dari harga minyak mentah acuan Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).

“Jika produksinya sudah tersedia, Pertamina akan membeli pada kisaran harga 70 sampai 80 persen dari ICP,” jelas Bahlil.

Meski begitu, hingga kini belum ada informasi resmi mengenai jumlah sumur yang telah menandatangani kontrak kerja sama dengan Pertamina.

“Belum ada update daftar sumur yang sudah terkontrak,” kata Dwi Anggia.

Kepala Dinas ESDM Aceh, Taufik, ST, M.Si, menyambut baik kebijakan ini. Ia menyebutnya sebagai angin segar bagi Aceh, yang memiliki sejarah panjang dalam industri perminyakan sejak masa kolonial. Sumur-sumur tua yang tersebar di Aceh Tamiang, Aceh Timur, Bireuen, dan Aceh Utara kini memiliki peluang untuk dikelola secara legal dan lebih produktif.

Namun, Taufik juga mengingatkan bahwa peluang tersebut diiringi tantangan besar.

“Ini bukan hanya soal peran pemerintah daerah, tapi semua elemen masyarakat Aceh harus ikut terlibat aktif dan mengawasi,” ujarnya kepada Dialeksis, Sabtu, 2 Agustus 2025.

Ia juga menekankan pentingnya literasi hukum dan regulasi di kalangan masyarakat agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Kita perlu memahami regulasi ini dengan baik. Ini ujian bagi lembaga-lembaga lokal untuk membuktikan bahwa mereka mampu mengelola sumber daya secara transparan dan berkelanjutan,” tegasnya.

Selain legalitas, pemerintah pusat dan Pemprov Aceh juga menekankan pentingnya standar keselamatan dalam pengelolaan sumur rakyat. Selama ini, banyak sumur dikelola tanpa sistem pengamanan memadai, yang rawan menimbulkan kecelakaan kerja serta pencemaran lingkungan.

“Dengan adanya regulasi baru ini, seluruh hasil produksi dari sumur rakyat juga akan dicatat sebagai bagian dari produksi nasional. Ini bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan produksi migas tanpa harus eksplorasi besar-besaran,” kata Taufik.

Menurutnya, bagi Aceh, isu legalisasi sumur minyak bukan sekadar urusan energi. Ini juga menyangkut keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.

“Ini tentang bagaimana sumber daya dikelola untuk kesejahteraan rakyat secara adil dan berkelanjutan. Legalitas sumur rakyat adalah momentum penting yang perlu disambut dengan kebijakan daerah yang berpihak kepada masyarakat,” ujarnya.

Kini, kata Taufik, semua tergantung pada kesiapan pemerintah daerah, koperasi, dan pelaku UMKM di Aceh. Legalitas ini bisa menjadi batu loncatan menuju kemandirian energi berbasis rakyat”atau sebaliknya, menjadi babak baru eksploitasi yang merugikan masyarakat.

“Waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal pasti, Aceh kembali punya posisi strategis dalam peta energi nasional. Peran ini harus dijalani dengan akal sehat dan komitmen jangka panjang,” tutup alumni Lemhannas ini.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI