Selasa, 24 Juni 2025
Beranda / Pemerintahan / Tanah Wakaf Blang Padang: Wakil Gubernur Aceh Angkat Suara, Rektor UTU Serukan Penyelesaian Segera

Tanah Wakaf Blang Padang: Wakil Gubernur Aceh Angkat Suara, Rektor UTU Serukan Penyelesaian Segera

Senin, 23 Juni 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah dan Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Prof. Dr. Drs. Ishak Hasan, M.Si. Foto: Kolase Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Sengketa tanah wakaf bersejarah di Blang Padang kembali mencuat ke permukaan, kali ini melalui pernyataan tegas Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, dalam sebuah pertemuan terbuka pelantikan pengurus Bepro Aceh, Jumat (20/6/2025). Pernyataan itu bukan hanya mengungkit soal kepemilikan tanah, tetapi menyentuh langsung pada martabat, identitas sejarah, dan keadilan bagi masyarakat Aceh.

Di hadapan peserta pertemuan, Fadhlullah dengan lantang menegaskan status tanah Blang Padang

"Tanah itu wakaf, bukan milik militer. Tapi entah kenapa, setelah tsunami, langsung dipasang plang milik TNI. Ini soal martabat dan identitas sejarah," ujarnya, disambut sorotan dan catatan sejumlah pihak yang hadir.

Wagub Aceh kemudian mengupas akar sejarah tanah tersebut. "Sejak sejarahnya, tanah tersebut diwakafkan oleh Sultan Aceh untuk kepentingan rumah ibadah utama rakyat Aceh," jelas Fadhlullah. 

"Ini bukan sekadar status tanah. Ini tentang menghormati sejarah wakaf. Tentang siapa yang sebenarnya berhak atas tanah itu."

Padahal, sengketa Blang Padang telah berlarut-larut lebih dari satu dekade pascatsunami 2004. Namun, langkah konkret dan korektif dari Pemerintah Aceh maupun lembaga terkait dinilai belum terlihat. Fadhlullah mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah mengetahui persoalan ini, meskipun hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Istana terkait penyelesaiannya.

Merespon pernyataan Wakil Gubernur, Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Prof. Dr. Drs. Ishak Hasan, M.Si., menyampaikan pandangan mendalam dan seruan penyelesaian segera.

"Perkara Tanah Wakaf Sulthan Aceh ini harus segera dituntaskan. Penundaan hanya berpotensi menimbulkan masalah baru, pengaburan sejarah, sentimen yang tidak perlu, bahkan gesekan sosial bagi generasi Aceh di masa depan," tegas Prof. Ishak Hasan saat penyampaian kepada Dialeksis.

Rektor UTU menekankan pentingnya peran aktif para ulama dan ahli hukum Aceh. 

"Tokoh ulama Aceh dan mereka yang paham hukum perlu menyampaikan secara terang dan tegas kepada pihak Kodam IM, Mabes TNI, Kemenhan, dan Presiden. Ini adalah persoalan prinsip keagamaan: Siapapun yang menerima manfaat ekonomi dari tanah wakaf Sulthan Aceh ini, secara hukum Islam hukumnya adalah berdosa. Jika para ulama atau yang lebih alim tidak mengingatkan, mereka pun ikut bersalah," paparnya dengan lugas.

Prof. Ishak Hasan meyakini jalan keluar terbaik dapat ditemukan melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan semua pihak. 

"Saya yakin jika semua tokoh Aceh bersama dengan ulama dan pemerintah bersilaturahmi secara baik-baik dengan Kodam IM dan pemegang otoritas terkait, pasti akan ada solusi terbaik untuk rakyat Aceh,” yakinnya.

Ia mengingatkan semangat yang selalu diusung TNI,"Yang Terbaik Untuk Rakyat adalah Terbaik Untuk TNI. Selain itu, dalam menyemangati prajurit, TNI selalu mengusung’Berbaik - Baiklah Dengan Rakyat. TNI Manunggal Dengan Rakyat,” ungkapnya.

Namun, Prof. Ishak juga memberikan catatan penting terkait pengelolaan ke depan,"hanya saja, syaratnya jika pengelolaannya dikembalikan ke MRB, maka harus lebih baik dari apa yang telah dikelola oleh TNI selama ini. Pengelolaan tersebut juga wajib sesuai dengan prinsip-prinsip Islam secara profesional dan akuntabel untuk memastikan manfaat wakaf benar-benar dirasakan umat,” jelasnya. 

Harapan dari Rektor UTU Prof. Ishak Hasan agar sengketa tanah wakaf Blang Padang yang sarat nilai sejarah dan agama ini segera menemui titik terang. Kolaborasi antara tokoh adat, ulama, pemerintah daerah, dan institusi TNI sendiri, dengan semangat "Manunggal Dengan Rakyat", diharapkan mampu mengurai benang kusut yang telah berlangsung puluhan tahun dan mengembalikan hak serta martabat sejarah rakyat Aceh. 

“Kini, bola ada di pihak otoritas terkait untuk merespon aspirasi ini dengan langkah nyata,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dpra