DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menggelar kegiatan bedah buku Srikandi Mengawasi Pemilu: Kisah Perempuan Pengawas Pemilu dalam Mengawasi Pemilu 2024, pada Rabu (30/7/2025) di Banda Aceh.
Kegiatan ini menjadi yang pertama kali digelar di Aceh. Buku ini memuat 30 kisah nyata dari perempuan pengawas pemilu di seluruh Indonesia, termasuk dua komisioner Bawaslu Provinsi Aceh, yakni Maitanur dan Safwani.
Maitanur menulis pengalaman tentang upaya "Mendongkrak Partisipasi Perempuan Aceh di Pemilu 2024", sementara Safwani menyampaikan kisah "Menegakkan Keadilan di Negeri Bekas Konflik Berujung Diancam Diculik."
Tenaga Ahli Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI, Apriyanti Marwah, menjelaskan tujuan utama penyusunan buku ini adalah untuk memperkuat eksistensi perempuan pengawas pemilu yang selama ini masih kurang mendapat perhatian.
"Seringkali publik bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya cara kerja pengawas pemilu, khususnya perempuan? Apa tantangan mereka? Buku ini menjawab semua itu. Lewat tulisan, masyarakat bisa mengenal lebih dekat bagaimana kerja-kerja pengawasan dilakukan oleh perempuan,” ujar Apriyanti dalam sambutannya.
Tenaga Ahli Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI, Apriyanti Marwah. Foto: Nora/DialeksisIa menambahkan, pengakuan terhadap pengalaman dan pengetahuan perempuan menjadi bagian penting dari proses demokrasi yang inklusif. "Setelah ditulis, pengalaman-pengalaman itu didiskusikan. Maka masyarakat bisa memahami lebih jauh peran Bawaslu, terutama kontribusi perempuan dalam mengawasi pemilu."
Apriyanti menyampaikan, selama ini pengawas pemilu perempuan mengalami berbagai tantangan, mulai dari menjangkau kelompok disabilitas hingga menghadapi beban ganda dalam rumah tangga.
“Ada pergulatan batin. Kenapa harus terlibat dalam isu pemilu? Bagaimana membagi peran antara pekerjaan dan keluarga? Tantangan ini nyata dan penting untuk dipahami publik,” tambahnya.
Ia berharap, buku ini dapat mendorong lebih banyak perempuan untuk terlibat dalam kerja-kerja demokrasi, baik sebagai pengawas, pemantau, maupun pemilih yang aktif.
"Ke depan, semoga semakin banyak perempuan yang percaya diri, berani, dan diakui kontribusinya dalam pemilu," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Eka Srimulyani, yang hadir sebagai salah satu pembedah buku, memberikan catatan kritis.
Ia menyebutkan, sebagian isi buku masih menggambarkan ketergantungan perempuan pada keputusan laki-laki, seperti suami atau keluarga, dalam berpartisipasi politik.
"Minimnya edukasi politik membuat perempuan masih menjadi objek pasif. Namun kekuatan buku ini adalah keterkaitannya dengan realitas sosio-religius di Aceh, dan menampilkan testimoni langsung dari para perempuan pengawas," kata Prof Eka.
Ia menyarankan agar buku ini ke depannya diperkaya dengan analisis yang lebih luas tentang partisipasi perempuan dalam konteks makro, sebelum mengerucut pada konteks pemilu.
"Buku ini sangat berkontribusi dalam memperkuat diskursus kesetaraan gender dalam konteks pemilu. Narasi keberanian, sensitivitas sosial, hingga inovasi pemberdayaan hadir dalam satu bingkai: perempuan sebagai pilar demokrasi," pungkasnya.
Bagi Prof Eka, buku ini bukan hanya refleksi atas peran masa lalu, tapi juga menjadi peta jalan dan strategi menuju masa depan pengawasan pemilu yang lebih partisipatif, inklusif, dan berkeadilan.[nr]