DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik kenaikan fantastis bantuan keuangan untuk partai politik (parpol) di Aceh memanas di lini masa media sosial dan warung kopi. Warga mempertanyakan urgensi lonjakan dana hibah parpol di tengah krisis fiskal nasional yang berefek ke daerah.
Namun ternyata, Aceh bukanlah daerah dengan bantuan parpol tertinggi di Indonesia. Rekor itu dipegang oleh Kabupaten Tana Tidung, Provinsi Kalimantan Utara, dengan angka mencengangkan, Rp 68.675 per suara!
Sebagai perbandingan, Aceh baru saja menaikkan bantuan keuangan parpol tingkat provinsi dari Rp 2.000 menjadi Rp 10.000 per suara. Lonjakan 400% yang mengundang reaksi keras dari publik.
Kenaikan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Aceh Nomor 200.2/1020/2025, yang diteken Gubernur Aceh Muzakkir Manaf pada 14 Agustus 2025. Total dana yang dikucurkan mencapai Rp 29 miliar untuk satu tahun, dialokasikan berdasarkan jumlah suara yang diraih masing-masing partai pada Pemilu terakhir.
Berikut rincian bantuan keuangan yang diterima beberapa partai besar di Aceh : Partai Aceh : 673.085 suara ’ Rp 6,73 miliar, Partai Golkar: 327.910 suara ’ Rp 3,279 miliar, PKB : 309.750 suara ’ Rp 3,097 miliar, NasDem : 263.515 suara ’ Rp 2,635 miliar, Gerindra : 220.114 suara ’ Rp 2,201 miliar, PKS : 220.269 suara ’ Rp 2,202 miliar.
Namun di balik sorotan terhadap Aceh, Tana Tidung mencuri perhatian nasional. Meski hanya kabupaten kecil, nominal bantuan per suara di sana hampir 7 kali lipat lebih tinggi dari Aceh.
Dikutip dari TribunKaltara.com, Kabid Politik Dalam Negeri dan Ormas Kesbangpol Tana Tidung, Firman Rudding, mengonfirmasi bahwa bantuan parpol di wilayahnya mencapai Rp 68.675 per suara. Angka ini mengacu pada besaran yang dikalikan jumlah suara yang diperoleh setiap partai.
“Misal satu partai dapat 3.000 suara, itu dikali 68.675, maka itulah nilai bantuan yang mereka terima,” ujar Firman saat ditemui di kantornya, Jumat (20/9/2024).
Bantuan disalurkan dalam dua tahap, dengan total anggaran mencapai Rp 915,9 juta. Tahap pertama: Rp 561 juta (sampai Agustus 2024) dan Tahap kedua : Rp 354 juta (mulai disalurkan September 2024).
Kenaikan drastis dana bantuan partai, baik di Aceh maupun Tana Tidung, kembali memunculkan pertanyaan besar, apakah ini benar-benar untuk memperkuat demokrasi atau justru jadi alat politik kekuasaan ?
Meski dalam kerangka hukum, bantuan ini diatur dalam UU No. 31 Tahun 2002 yang diperbarui melalui PP No. 1 Tahun 2018, efektivitas dan akuntabilitas penggunaannya masih jauh dari harapan.
Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam lima tahun terakhir mengungkap banyaknya penyimpangan dan ketidakpatuhan dalam laporan penggunaan dana parpol, seperti : Ketidaksesuaian jumlah dana yang dilaporkan dan diterima, Penyaluran tidak melalui rekening resmi partai dan dana digunakan tidak sesuai fungsi, seperti untuk pendidikan politik.
Di atas kertas, dana hibah ini dimaksudkan untuk mencetak kader berkualitas, memperkuat pendidikan politik, dan mendorong demokrasi yang sehat. Namun rendahnya transparansi dan masih kuatnya ketergantungan partai terhadap sumbangan eksternal yang rentan terhadap praktik korupsi membuat masyarakat kian skeptis.
Kenaikan tajam dana parpol di sejumlah daerah kini justru memunculkan kesan bahwa uang rakyat dijadikan bancakan politik menjelang kontestasi 2029, bukan untuk pembangunan demokrasi yang substantif.[]