Kamis, 30 Oktober 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Dana Jaminan Reklamasi di Aceh Capai Rp145 Juta per Hektare

Dana Jaminan Reklamasi di Aceh Capai Rp145 Juta per Hektare

Rabu, 29 Oktober 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Said Faisal, dalam diskusi media Urgensi Moratorium Izin Tambang, di Banda Aceh, Rabu, 29 Oktober 2025. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Said Faisal, menegaskan bahwa pemerintah provinsi tetap memegang kendali penuh terhadap dana jaminan reklamasi (jamrek) perusahaan tambang

Dana tersebut menjadi penjamin utama agar kegiatan tambang tidak meninggalkan kerusakan lingkungan saat operasi berhenti. 

Menurut Said Faisal, setiap perusahaan tambang di Aceh wajib menempatkan dana jaminan reklamasi sesuai dengan luas lahan izin usaha yang mereka kelola. Besarannya kini berkisar antara Rp145 juta hingga Rp150 juta per hektare tergantung kondisi ekonomi dan kebijakan tahun berjalan. 

“Keputusan sekarang, untuk jamrek ada di angka sekitar Rp145 juta per hektare. Angka ini bisa berubah di tahun 2026 jika kondisi ekonomi kita menurun. Karena nilai rupiah dan kemampuan keuangan negara juga jadi pertimbangan,” ujar 

Said Faisal dalam diskusi media Urgensi Moratorium Izin Tambang, di Banda Aceh, Rabu, 29 Oktober 2025.

Ia menjelaskan bahwa jaminan reklamasi bukan dana yang langsung disetor kepada pemerintah untuk digunakan, melainkan dana perusahaan yang dijaminkan dan dititipkan atas nama pemerintah. 

Dengan mekanisme itu, pemerintah memiliki kontrol penuh jika sewaktu-waktu perusahaan meninggalkan lahan tanpa reklamasi. 

"Itu uang perusahaan, tapi dijaminkan oleh pemerintah. Pemerintah yang memegang. Kalau terjadi apa-apa, misalnya perusahaan tidak sanggup melakukan reklamasi, dana itu bisa digunakan untuk pemulihan lahan. Jadi kontrolnya tetap di tangan pemerintah,” tegasnya. 

Faisal mencontohkan, di beberapa wilayah tambang seperti Papua besaran jamrek bahkan bisa mencapai Rp147 juta per hektare, tergantung tingkat risiko lingkungan dan jenis kegiatan tambang. 

Angka itu, katanya, ditetapkan melalui kajian teknis yang melibatkan ahli lingkungan dan geologi dari ESDM Aceh. 

Selain jaminan reklamasi, perusahaan juga diwajibkan menyediakan jaminan pascatambang yakni dana khusus untuk memastikan area bekas tambang dapat kembali berfungsi secara ekologis dan sosial setelah kegiatan tambang berakhir. 

Untuk kategori ini, nilainya bahkan bisa mencapai Rp225 juta per hektare di beberapa provinsi lain. 

"Ada yang sampai 225 juta per hektare di provinsi lain, tapi kita belum mengadopsi nilai sebesar itu. Kita sesuaikan dengan kemampuan daerah dan kondisi lapangan,” jelasnya. 

Said Faisal menekankan bahwa kebijakan tersebut bukan untuk mempersulit investasi, tetapi untuk memastikan aktivitas pertambangan di Aceh berjalan berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Ia mengingatkan bahwa Aceh pernah mengalami kerusakan lingkungan berat akibat tambang yang tidak dikelola dengan baik, terutama sebelum regulasi jaminan reklamasi diberlakukan. 

“Kalau perusahaan tidak mampu, mereka harus siap untuk penyimpanan dana di awal. Ini penting untuk melindungi alam dan masyarakat sekitar tambang,” ujarnya. 

Ia juga mengungkapkan bahwa ESDM Aceh terus memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan reklamasi tambang, bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), serta aparat penegak hukum. Langkah ini diambil untuk meminimalisir kebocoran dan pelanggaran izin. 

"Kita belajar dari banyak kasus tambang yang dulu dibiarkan begitu saja. Sekarang, setiap perusahaan wajib memiliki rencana reklamasi dan pascatambang yang disetujui pemerintah sebelum mulai menambang,” kata Faisal.

Dengan kebijakan yang semakin ketat dan terukur ini, ESDM Aceh berharap aktivitas pertambangan dapat memberikan manfaat ekonomi tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. 

"Pemerintah tidak anti-investasi, tapi investasi itu harus bertanggung jawab,” pungkas Said Faisal.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI