DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Laporan dugaan pelanggaran etik oleh Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Tamiang, Rita Aprianti, dalam Pemilu 2024, mendapat sorotan tajam dari mantan penyelenggara pemilu dua periode sekaligus penggiat kepemiluan, Akmal Abzal, S.HI. Ia menegaskan, kasus yang diduga melibatkan penerimaan uang dengan janji penambahan suara bagi calon legislatif tertentu harus disikapi serius oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, mengingat potensinya mengubah peta kursi parlemen.
“Ini tindakan berat yang berisiko merusak kredibilitas demokrasi. Meski prinsip praduga tak bersalah harus dijunjung, laporan ini mengindikasikan potensi penyalahgunaan otoritas oleh pejabat setingkat ketua KIP yang memiliki kewenangan strategis,” tegas Akmal Abzal kepada Dialeksis.com (Jumat, 02/05/2025).
Menurut Akmal, kasus ini sangat sensitif karena menyangkut integritas penyelenggara pemilu sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan rakyat.
“DKPP wajib mengusut tuntas dengan pembuktian valid dan transparan. Jika terbukti, sanksi terberat seperti pemecatan harus diberlakukan. Sebaliknya, jika aduan lemah dan bermotif fitnah, rehabilitasi nama baik teradu harus segera dilakukan,” ujarnya.
Ia mengingatkan, maraknya ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan di berbagai level menuntut kehadiran penyelenggara berintegritas.
“Oknum bermental pragmatis dan amoral harus diberantas. Pepatah mengingatkan: jangan sampai satu titik nila merusak susu sebelanga. Satu kasus korupsi bisa menghancurkan kepercayaan yang telah dibangun puluhan tahun,” tambahnya.
Akmal juga menyoroti posisi DKPP sebagai ujung tombak penjaga etika kepemiluan. “DKPP harus profesional, mandiri, dan tegas. Putuskan perkara berdasarkan fakta, bukan tekanan politik. Ini momentum membuktikan bahwa institusi ini mampu menjadi benteng terakhir moralitas penyelenggara pemilu,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya menjaga hak asasi manusia dalam proses hukum. “Setiap pihak berhak dihargai martabatnya. Jika teradu bersalah, hukum harus ditegakkan. Namun, jika tidak, DKPP wajib memulihkan nama baiknya. Ini prinsip keadilan yang tidak boleh dikompromikan,” papar mantan anggota KIP Aceh dua periode tersebut.
Terkait kasus Rita Aprianti, Akmal mendorong DKPP membentuk tim investigasi independen. “Perlu keterbukaan informasi kepada publik agar prosesnya tidak dianggap sebagai drama politik. Transparansi akan memulihkan kepercayaan masyarakat,” imbuhnya.
Sebagai informasi, laporan pelanggaran etik ini telah masuk ke DKPP RI dan sedang dalam tahap pemeriksaan pendahuluan. Publik menanti keputusan yang tidak hanya adil, tetapi juga menjadi preseden bagi peningkatan kualitas demokrasi Indonesia ke depan.
Akmal menutup dengan pesan agar semua pihak belajar dari kasus ini. “Pemilu 2024 harus menjadi titik balik perbaikan sistem. Penyelenggara pemilu harus menjadi contoh integritas, bukan bagian dari masalah. Hanya dengan cara itu, demokrasi kita bisa matang dan dipercaya rakyat,” pungkasnya.