DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Generasi Unggul Pengawas Partisipatif (Geunta) Kota Banda Aceh, Dwi Rahmad Priono, mengatakan pentingnya menjaga integritas demokrasi di Aceh, terutama bagi para kepala daerah yang memegang peran strategis dalam menjaga kepercayaan publik dan stabilitas daerah.
Menurut Dwi, proses demokrasi bukan hanya tentang pergantian pemimpin melalui pemilu, tetapi juga tentang bagaimana para pemimpin dan penyelenggara negara mampu mempertahankan kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab moral kepada rakyat.
Terlebih, Aceh saat ini berada pada titik krusial setelah hampir dua dekade menikmati suasana damai pasca penandatanganan Perjanjian Helsinki.
“Integritas demokrasi adalah pondasi utama bagi keberlanjutan perdamaian Aceh. Kepala daerah harus menjadi teladan, bukan justru sumber dari persoalan baru yang dapat merusak kepercayaan publik,” ujar Dwi Rahmad Priono kepada media dialeksis.com, Sabtu, 22 November 2025.
Sebagai organisasi kepemudaan yang fokus pada pengawasan partisipatif, Geunta menilai keterlibatan generasi muda dalam mengawal jalannya pemerintahan dan proses demokrasi sangat penting.
Menurut Dwi, generasi muda tidak boleh hanya menjadi penonton, melainkan harus berani bersuara dan terlibat dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan.
“Anak muda Aceh harus kritis, objektif, dan berani menyampaikan kebenaran. Kita harus memastikan bahwa demokrasi berjalan bersih, tanpa praktik manipulatif, tanpa penyalahgunaan kekuasaan, dan tanpa politik transaksional,” tegasnya.
Ia juga menyoroti berbagai isu yang sering muncul seperti penyalahgunaan anggaran publik, konflik kepentingan, dan intervensi kekuasaan dalam proses politik lokal.
Menurutnya, hal-hal semacam ini berpotensi merusak fondasi perdamaian dan mengganggu keadilan sosial. Namun, Dwi mengingatkan bahwa menjaga perdamaian jauh lebih sulit dibandingkan mencapainya.
“Perdamaian Aceh tidak boleh dijadikan simbol semata. Ia harus hidup dalam praktik pemerintahan, dalam transparansi kebijakan, dan dalam kejujuran para pemimpinnya,” katanya.
Dwi menegaskan bahwa integritas pemimpin daerah adalah kunci agar Aceh tetap stabil pasca momentum politik 2024 dan pasca itu. Jika integritas para kepala daerah melemah, ia khawatir kekacauan politik bisa memicu ketidakpercayaan publik dan mengganggu harmoni sosial yang telah terbangun.
Dwi berharap para kepala daerah di Aceh mampu menunjukkan keteladanan, menjunjung tinggi etika, dan mengutamakan kepentingan rakyat.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda, untuk terus berpartisipasi aktif dalam menjaga demokrasi dan merawat perdamaian Aceh yang sangat berharga.
“Kami ingin kepala daerah di Aceh menjadi pemimpin yang bersih dan visioner. Jangan gadaikan kepercayaan publik demi kepentingan politik sesaat. Ingat, masa depan Aceh ada di tangan kita semua,” pungkasnya.