DIALEKSIS.COM | Aceh Selatan - Tokoh senior Partai Golkar Aceh, Teuku Muddasir (Cek Mu), mendesak Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar segera melakukan Audit Organisasi dan Keuangan menyeluruh di tubuh DPD I Golkar Aceh. Langkah ini, menurutnya, menjadi satu-satunya cara mengoreksi masalah sistemik yang terjadi dalam satu dekade terakhir.
“Masalahnya bukan sekadar konflik internal, tapi sudah menyentuh ranah pelanggaran AD/ART, ketidakadilan, dan tata kelola yang amburadul. Ini warisan buruk untuk kader muda,” tegas Cek Mu saat dihubungi Dialeksis, Selasa (13/05/2025).
Perselisihan antarcalon legislatif (caleg) Golkar pascapemilu 2019 tak kunjung diselesaikan secara bermartabat. “Ada yang merasa haknya diabaikan, tapi partai tak ambil langkah serius,” ujarnya.
Sejumlah mantan caleg mengeluhkan hak administratif dan finansial mereka tak dipenuhi pascakegagalan di pemilu. “Ini pelanggaran prosedur, tapi tak ada audit untuk memverifikasi,” tambahnya.
Pleno partai pernah merekomendasikan pemberhentian sejumlah kader pada 2019. Namun, rekomendasi itu tak pernah sampai ke Mahkamah Partai atau Munas. “Ini berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan segelintir elite,” sesalnya.
Selain itu, Musyawarah Daerah (Musda) kabupaten/kota disebut tak menjalankan Pasal 45 AD/ART, seperti pemindahan lokasi Musda tanpa alasan prosedural. “Padahal tak ada bencana atau gangguan keamanan. Ini jelas inkonstitusional,” tegasnya.
Fraksi Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dituding mengesampingkan aspirasi konstituen. “Program diambil alih sepihak, tanpa koordinasi dengan basis dapil. Ini merusak kepercayaan publik,” kritik Cek Mu.
Kasus Terkini: Pemberhentian Ketua DPD Golkar Aceh Timur juga menuai protes. Menurut Cek Mu, keputusan itu tak mengikuti prosedur AD/ART maupun Peraturan Organisasi (PO). “Ini contoh nyata tata kelola yang amburadul,” ucapnya.
Seorang kader yang enggan disebut namanya mengaku pernah mengusulkan pembahasan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) keuangan partai dalam Musda 2022. Namun, forum menolak membahasnya. “Padahal LPJ itu wajib diputuskan sesuai AD/ART. Tapi, mayoritas peserta Musda tak sepakat. Akhirnya, keuangan partai seperti black box,” dlm LPJ Keuangan hanya 1 lbr,,ujarnya.
Cek Mu menambahkan, kebijakan keuangan dan organisasi kerap dibuat tidak sesuai ketentuan partai. “Contohnya, alokasi dana untuk program kaderisasi kerap dipakai untuk kepentingan pragmatis. Ini melanggar PO dan AD/ART,” tegasnya.
Cek Mu menegaskan, audit organisasi dan keuangan bukan sekadar formalitas. “Ini langkah ilmiah untuk memutus mentalitas gerombolan. Golkar harus jadi partai modern, bukan sekadar kumpulan orang yang sibuk bagi-bagi kursi,” tegasnya.
Ia mengusulkan DPP menunjuk lembaga audit independen yang diawasi langsung oleh pihak pusat. “Jika perlu, tunjuk Plt Ketua DPD selama proses audit. Ini demi transparansi,” katanya.
Menurutnya, audit juga akan menjawab isu “kontribusi tak resmi” dari calon kepala daerah terkait rekomendasi pilkada dan jabatan di parlemen. “Dengan audit, semua prasangka buruk bisa di clearkan. Jangan biarkan isu liar merusak citra partai,” ujarnya.
Cek Mu mengklaim, mayoritas kader Golkar Aceh, termasuk senior dan pemuda, mendukung ide audit. “Kami sedang menyusun surat resmi ke DPP. Jika perlu, kami siap hadir langsung ke Jakarta untuk paparkan fakta,” ujarnya.
Ia berharap audit menjadi “reset” bagi Golkar Aceh. “Kader muda harus diwarisi sistem berpartai yang sehat, bukan konflik dan pelanggaran. Partai sebesar Golkar tak boleh takut transparan,” tegasnya.
“Golkar harus berani bedah diri. Jika tak ada yang berubah, partai ini hanya akan jadi kenangan bagi rakyat Aceh, intinya saya mendukung apa yang disampaikan Forum Beringin Bersama (FBB) yang mendesak DPO melakukan Audit Internal, pungkas Cek Mu.