Kamis, 28 Agustus 2025
Beranda / Politik dan Hukum / HIMPALA Desak APIP Audit Ulang Bantuan Benih Ikan di DKP Aceh

HIMPALA Desak APIP Audit Ulang Bantuan Benih Ikan di DKP Aceh

Kamis, 28 Agustus 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Aceh (HIMPALA), Syahril Ramadhan. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Aceh (HIMPALA), Syahril Ramadhan, mendesak Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun Inspektorat Aceh untuk mengaudit ulang bantuan benih ikan dan pakan yang disalurkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh pada periode 2019-2021.

Syahril menilai, parameter audit yang digunakan selama ini tidak mencerminkan aspek kelayakan penerima hibah. 

Menurutnya, lembaga APIP hanya menekankan pada angka realisasi serapan anggaran yang dibuktikan melalui Berita Acara Serah Terima (BAST) dari rekanan, tanpa memperhatikan dampak nyata terhadap masyarakat.

“Kami minta BPK, BPKP, atau Inspektorat untuk mengaudit ulang bantuan benih ikan di DKP Aceh. Penilaian tidak boleh hanya berkutat pada angka, tapi juga harus menilai faktor kelayakan penerima,” ujarnya, Kamis. 

Ia mengungkapkan, fakta di lapangan menunjukkan banyak bantuan yang tidak efektif karena tidak ada satu pun lahan tambak yang benar-benar memenuhi syarat untuk menampung jumlah benih yang disalurkan, terutama dengan metode budidaya tradisional.

Syahril menegaskan, berbeda dengan bantuan berbentuk barang mati, benih ikan adalah makhluk hidup yang memerlukan penanganan cepat dan tepat. Karena itu, sebelum penyaluran, pemerintah harus memastikan daya dukung lahan dan sarana pendukung seperti akses jalan tani, sarana-prasarana budidaya, ketersediaan air, sanitasi, salinitas, hingga keterampilan sumber daya manusia.

“Bantuan hibah berbentuk makhluk hidup seharusnya diaudit dengan menekankan unsur kelayakan. Apakah ada akses jalan tani? Apakah lahan sesuai? Bagaimana kondisi sanitasi dan kemampuan penerimanya? Semua itu mestinya jadi parameter pemeriksaan,” tegasnya.

Ia menduga lemahnya penilaian kelayakan inilah yang membuat kasus dugaan korupsi di DKP Aceh terus berulang dari 2019 hingga 2020. Menurutnya, BPK, BPKP, dan Inspektorat hanya fokus pada aspek administrasi dan kriteria penerima, tanpa menyentuh faktor pendukung keberhasilan program pemberdayaan.

Padahal, kata Syahril, keberhasilan program semestinya bergantung pada keseriusan pejabat pelaksana, kesiapan lahan, serta pengalaman atau kompetensi calon penerima bantuan.

“Kalau memang ingin meningkatkan kualitas hidup masyarakat, perbaiki dulu infrastrukturnya. Jangan bahan baku seperti benih disalurkan duluan tanpa tahu mau dipelihara di mana. Ujung-ujungnya malah dijual ke pasar. Masih bisa kita sebut itu sebagai pemberdayaan?” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
17 Augustus - depot
sekwan - polda
damai -esdm
bpka