Senin, 18 Agustus 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Juha Christensen: Implementasi MoU Helsinki Sudah 85 Persen

Juha Christensen: Implementasi MoU Helsinki Sudah 85 Persen

Minggu, 17 Agustus 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Juha Christensen, inisiator proses perundingan RI-GAM dan mediator perdamaian Aceh di Helsinki tahun 2005 bersama para jurnalis muda Aceh dan Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mediator perdamaian Aceh di Helsinki tahun 2005, Juha Christensen, menanggapi pernyataan Gubernur Aceh sekaligus mantan Panglima GAM, Muzakir Manaf (Mualem), yang menilai baru sekitar 35 persen isi Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki terealisasi hingga kini.

Menurut Juha, angka yang disebut Mualem itu lebih bersifat simbolis untuk menunjukkan bahwa masih ada poin-poin penting yang belum sepenuhnya dituntaskan.

Namun, dari sudut pandangnya sebagai mediator, implementasi MoU Helsinki sudah mencapai kemajuan yang signifikan.

“Ya mungkin itu yang Pak Mualem sampaikan, 30 atau 35 persen itu simbolis. Dia mau katakan memang belum penuh dan saya setuju belum 100 persen. Tetapi menurut saya yang sudah dipenuhi itu sekitar 85 persen atau 90 persen,” ujar Juha kepada media dialeksis.com, Sabtu (16/8/2025).

Juha menegaskan, masih ada butir-butir inti yang memerlukan kerja sama erat antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.

“Kita harus sempurnakan dan juga implementasi apa yang dimaksud di MoU Helsinki. Itu tanggung jawab bersama,” tegasnya.

Sehari sebelumnya, Mualem dalam sambutannya pada peringatan dua dekade damai Aceh di Bale Meuseuraya Aceh, Lampineung, Banda Aceh, menyebutkan bahwa implementasi MoU Helsinki masih jauh dari harapan.

“Saat ini hanya 35 persen MoU Helsinki yang berjalan,” ungkap Mualem, Jumat (15/8/2025).

Salah satu poin yang ia soroti adalah janji pemberian kompensasi berupa dua hektare tanah untuk setiap mantan kombatan GAM yang hingga kini belum terealisasi.

 “Sampai sekarang, yang dijanjikan nihil sama sekali,” tegasnya.

Juha juga menyoroti isu kemiskinan yang sempat disebut berpotensi memicu konflik baru di Aceh. Menurutnya, kemiskinan memang menjadi persoalan serius, tetapi tidak boleh dibiarkan berkembang menjadi alasan munculnya kembali konflik bersenjata.

“Itu tentu kita mengerti bahwa orang tidak 100 persen bahagia karena kekurangan kebutuhan seharian. Tetapi itu adalah tanggung jawab pemerintah daerah untuk memungkinkan ekonomi tumbuh,” kata Juha.

Ia menekankan, Pemerintah Aceh tidak bisa hanya bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. “Maksud saya seperti ada di seminar, tidak boleh hanya menunggu masukan atau uang dari pemerintah pusat. Itu tanggung jawab sendiri dan kita harus lihat, kita sudah sampai begini, konflik bersenjata selesai. Dan itu Aceh punya banyak potensi,” jelasnya.

Juha optimistis, dengan semangat kerja keras dan sikap positif, Aceh bisa maju dan keluar dari jeratan kemiskinan.

Baginya, perdamaian yang telah terjalin selama 20 tahun harus menjadi landasan kokoh untuk membangun ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

“Menurut saya, kalau kita rajin kerja, kita semangat positif, kita pasti akan maju,” pungkas Juha. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI