Senin, 12 Mei 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Kemewahan Fasilitas Komisioner, Pakar Sindir KPU: Lembaga Ini Tak Mau Belajar dari Masa Lalu

Kemewahan Fasilitas Komisioner, Pakar Sindir KPU: Lembaga Ini Tak Mau Belajar dari Masa Lalu

Sabtu, 10 Mei 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Mashudi SR, ahli Pemilu sekaligus mantan anggota KPU Banten 2018-2023 dan Direktur Institute for Demicracy and Justice (IDJ). [Foto: for Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengungkap temuan sejumlah anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilai tidak rasional. Selain pengadaan jet pribadi yang sebelumnya ramai diperbincangkan, daftar pengeluaran lembaga itu juga mencakup alokasi dana untuk helikopter, rumah dinas, apartemen, hingga mobil mewah Toyota Alphard bagi para komisioner.

Temuan ini kembali memantik kritik dari pengamat pemilu, termasuk mantan anggota KPU Banten, Mashudi SR, yang menyebut lembaga tersebut “tidak pernah belajar dari sejarah kelam korupsi di masa lalu”.

Dalam paparannya, Doli menyoroti ketidakwajaran anggaran KPU periode 2022 - 2027. “Pengadaan helikopter, apartemen, dan mobil mewah seperti Alphard untuk komisioner tidak masuk akal. Ini harus dikaji ulang karena menggunakan uang rakyat,” tegas Doli.

Menurutnya, anggaran tersebut berpotensi menyimpang dari prinsip efektivitas dan efisiensi, apalagi di tengah upaya pemerintah menghemat belanja negara.

Menanggapi temuan ini, Dialeksis menghubungi Mashudi SR, ahli pemilu sekaligus Direktur Institute for Democracy and Justice (IDJ). Mantan komisioner KPU Banten 2018-2023 itu menyatakan, kasus dugaan korupsi jet pribadi yang dilaporkan ke KPK hanyalah puncak gunung es dari masalah struktural di tubuh KPU.

“Ini semakin mencoreng nama lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan demokrasi. KPU susah payah membangun integritas, tapi satu kasus korupsi langsung meruntuhkan kepercayaan publik,” ujarnya kepada Dialeksis saat dihubungi, Sabtu (10/5/2025).

Mashudi mengingatkan, praktik korupsi di KPU bukan fenomena baru. Pada 2004, Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin dan sejumlah komisioner divonis penjara karena korupsi pengadaan logistik pemilu.

“Baru-baru ini, ada juga komisioner KPU periode sebelumnya yang jadi ‘pasien’ KPK karena kasus gratifikasi. Ironisnya, KPU sekarang seperti mengulangi kesalahan yang sama,” tambahnya.

Menurut Mashudi, lembaga penyelenggara pemilu harus diisi orang-orang dengan integritas moral tinggi. “Bagaimana rakyat bisa percaya jika anggotanya menggunakan anggaran untuk gaya hidup mewah? Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga pertanggungjawaban moral,” tegasnya.

Ia mendesak KPK segera mengusut tuntas laporan dugaan korupsi ini, sekaligus mendorong reformasi internal di KPU.

“KPU harus dibersihkan dari orang-orang bermental korup. Jangan sampai lembaga yang menjadi tonggak demokrasi ini justru menjadi sumber penyakit bagi negara,” ungkap kesalnya.

“Kasus ini berpotensi memengaruhi kredibilitas KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2024. Jika tidak ditangani serius, lembaga ini dikhawatirkan kehilangan legitimasi di mata masyarakat,” pungkas Mashudi. [arn]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
diskes
hardiknas