DIALEKSIS.COM | Aceh - Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Agusni AH, tampil sebagai narasumber dalam Podcast KPU RI yang tayang pada Senin (29/9/2025). Dalam perbincangan yang dipandu host Nona Evita, Agusni memaparkan isi buku terbarunya berjudul Refleksi Kinerja KIP Aceh, yang mengulas perjalanan penyelenggaraan Pilkada 2024 di Aceh.
Agusni menguraikan berbagai tantangan yang dihadapi KIP Aceh, mulai dari keterbatasan logistik, distribusi di wilayah terpencil, hingga menjaga netralitas penyelenggara di tengah suhu politik yang kerap memanas. Menurutnya, semua hambatan itu hanya bisa diatasi melalui koordinasi yang intens dengan pemerintah daerah, aparat keamanan, serta partisipasi aktif masyarakat.
“Pilkada di Aceh bukan hanya soal teknis penyelenggaraan, tetapi juga bagaimana kami bisa menghadirkan demokrasi yang inklusif, adil, dan mampu merangkul seluruh lapisan masyarakat. Tantangan memang berat, namun dengan kolaborasi dan komitmen bersama, semuanya dapat kita lalui,” ujar Agusni saat menjelaskan di Podcast KPU RI di kutip media Dialeksis pada Selasa (30/9/2025).
Agusni menekankan, demokrasi di Aceh tidak boleh dipandang semata sebagai rutinitas lima tahunan. Lebih dari itu, demokrasi harus menjadi sarana untuk memperkuat kepercayaan publik, menjembatani perbedaan, serta menghadirkan rasa keadilan sosial.
“Bagi kami, keberhasilan Pilkada tidak hanya diukur dari seberapa lancar tahapan berlangsung, tapi juga dari seberapa besar masyarakat merasa suara mereka benar-benar diperhitungkan. Demokrasi bukan tujuan akhir, melainkan jalan menuju keadilan sosial dan kesejahteraan bersama,” katanya.
Agusni juga menyinggung soal pentingnya keterlibatan generasi muda dan kelompok rentan. Keterwakilan perempuan, kaum difabel, hingga masyarakat di daerah pedalaman menjadi perhatian khusus KIP Aceh agar mereka tak hanya sekadar pemilih, tetapi juga bagian dari proses demokrasi yang setara.
Dalam podcast tersebut, Agusni tidak hanya berbicara soal teknis penyelenggaraan, tetapi juga berbagi kisah personal tentang “romansa” Pilkada bersama masyarakat desa. Ia menuturkan bahwa perjalanan Pilkada 2024 menyisakan banyak cerita haru sekaligus reflektif bagi dirinya.
“Cerita tentang bagaimana derita masyarakat kita di desa-desa sungguh memilukan, karena mereka acap menjadi korban politik transaksional sehingga menjadikannya bagai cinta semusim,” ungkap Agusni dengan bola matanya yang berkaca-kaca.
Menurutnya, praktik politik transaksional tidak hanya mencederai demokrasi, tetapi juga meninggalkan luka sosial yang dalam bagi warga desa yang kerap diperlakukan sebagai objek semata. Agusni menilai inilah tantangan besar yang harus terus diperangi agar demokrasi benar-benar mampu membawa perubahan dan kesejahteraan bagi rakyat.
Refleksi tersebut turut menyoroti transformasi Aceh dari daerah konflik menuju stabilitas politik yang lebih sehat. Agusni menyebut pengalaman Aceh dapat menjadi rujukan penting bagi daerah lain di Indonesia, bahkan dunia, tentang bagaimana membangun demokrasi yang berbasis kepercayaan dan inklusivitas.
“Dulu, Aceh dikenal dengan konflik berkepanjangan. Namun sekarang kita bisa menunjukkan bahwa demokrasi bisa tumbuh di tanah yang pernah porak-poranda. Ini pelajaran berharga bagi siapa saja yang ingin memahami bagaimana demokrasi dapat membangun kembali tatanan sosial,” ujarnya.
Menurut Agusni, keberhasilan penyelenggaraan Pilkada 2024 di Aceh tidak lepas dari partisipasi masyarakat yang tinggi. Fakta tersebut, katanya, menjadi bukti bahwa masyarakat Aceh semakin percaya pada proses demokrasi sebagai instrumen perubahan dan pembangunan.
Podcast KPU RI bersama Agusni AH bukan hanya menjadi forum refleksi atas Pilkada 2024, tetapi juga membuka ruang diskusi mengenai masa depan demokrasi di Aceh dan Indonesia. [arn]