Kamis, 25 Desember 2025
Beranda / Politik dan Hukum / KUHP Nasional Prioritaskan Pidana Nonpenjara, Berlaku Mulai 2026

KUHP Nasional Prioritaskan Pidana Nonpenjara, Berlaku Mulai 2026

Kamis, 25 Desember 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indri

Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej menyatakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026 akan mengedepankan pidana nonpenjara sebagai bagian dari upaya memanusiakan sistem hukum pidana di Indonesia. [Foto: dok. Kemenkum]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej menyatakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026 akan mengedepankan pidana nonpenjara sebagai bagian dari upaya memanusiakan sistem hukum pidana di Indonesia.

Eddy mengatakan, KUHP Nasional membawa paradigma baru pemidanaan yang tidak lagi menjadikan penjara sebagai sanksi utama, terutama untuk tindak pidana ringan. Pemerintah ingin mengurangi stigma sosial terhadap pelaku tindak pidana agar mereka tetap dapat diterima di masyarakat.

“Pidana penjara tidak lagi menjadi yang utama. Kita ingin menghindari stigma negatif terhadap orang yang pernah menjalani hukuman, khususnya untuk perkara-perkara ringan,” kata Eddy dalam pernyataan resmi saat bertemu ikatan wartawan katan Wartawan Hukum.

Menurut Eddy, pidana penjara akan difokuskan pada kejahatan berat dengan ancaman hukuman panjang, seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Sementara itu, pelaku tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan, dan bagi tindak pidana dengan ancaman di bawah tiga tahun dapat dikenakan pidana kerja sosial.

Pidana kerja sosial, lanjut Eddy, akan disesuaikan dengan kemampuan pelaku dan tidak boleh mengganggu haknya untuk mencari nafkah. Misalnya, pelaku yang memiliki keterampilan mengemudi dapat diwajibkan bekerja di layanan angkutan publik tanpa upah sebagai bentuk hukuman.

KUHP Nasional juga memperkenalkan konsep keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Dalam sistem ini, sanksi tidak selalu berupa pidana penjara, melainkan dapat berbentuk tindakan tertentu yang bertujuan memperbaiki pelaku dan memulihkan korban.

“Hakim dapat menjatuhkan pidana dan tindakan sekaligus, pidana tanpa tindakan, atau tindakan tanpa pidana,” ujar Eddy.

Eddy menilai sistem pemidanaan Indonesia tertinggal puluhan tahun dibandingkan negara-negara maju yang telah menerapkan berbagai modifikasi pidana, seperti semi detention dan weekend detention. Meski demikian, Indonesia memilih model pemidanaan yang disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat melalui pidana pengawasan, kerja sosial, dan denda.

Ia menegaskan, penerapan KUHP Nasional bukan untuk melemahkan hukum pidana, melainkan untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan manusiawi. [in]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI