Selasa, 29 Juli 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Marak Rokok Ilegal, Bea Cukai Aceh Perkuat Pengawasan, Ancam Penjual 5 Tahun Penjara

Marak Rokok Ilegal, Bea Cukai Aceh Perkuat Pengawasan, Ancam Penjual 5 Tahun Penjara

Senin, 28 Juli 2025 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Aksi bakar rokok ilegal oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwil DJBC) Aceh dalam rangka memperkuat langkah pemberantasan rokok ilegal di wilayah Aceh. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwil DJBC) Aceh terus memperkuat langkah pemberantasan rokok ilegal di wilayah Aceh. 

Hingga pertengahan tahun ini, aparat Bea Cukai berhasil menyita lebih dari 7,3 juta batang rokok ilegal dengan potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai sekitar Rp5,8 miliar.

Upaya ini tidak dilakukan sendirian. Bea Cukai Aceh menggandeng berbagai pihak, mulai dari Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH), hingga TNI dan Polri. 

Mereka juga aktif menyosialisasikan bahaya dan sanksi hukum dari peredaran rokok ilegal kepada masyarakat dan aparatur pemerintahan daerah.

Kepala Seksi Bimbingan, Kepatuhan, dan Humas Kanwil DJBC Aceh, Muparrih, menjelaskan bahwa sosialisasi ini menjadi salah satu strategi penting dalam menekan laju peredaran rokok tanpa pita cukai yang sah.

“Sampai Juni 2025, kami telah melakukan penindakan terhadap 7,3 juta batang rokok ilegal. Potensi kerugian negara yang berhasil dicegah mencapai Rp5,8 miliar. Ini adalah bentuk komitmen kami untuk terus melawan peredaran rokok ilegal di Aceh,” ujar Muparrih dalam wawancara khusus kepada media dialeksis.com, Senin, 28 Juli 2025.

Muparrih mengingatkan bahwa menjual atau mengedarkan rokok ilegal bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga tindak pidana. Undang-Undang Cukai secara tegas mengatur bahwa pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi penjara hingga 5 tahun.

“Kami menghimbau para pedagang untuk tidak menjual rokok ilegal karena risikonya sangat besar. Ini melanggar ketentuan perundang-undangan dan bisa berujung pada hukuman pidana yang berat,” jelasnya.

Selain aspek hukum, peredaran rokok ilegal juga memberikan dampak ekonomi negatif. Ia menyebutkan bahwa semakin banyak rokok ilegal di pasaran, semakin kecil pula kontribusi dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima daerah. 

Padahal, dana tersebut digunakan untuk membiayai berbagai program publik, termasuk penanggulangan dampak buruk konsumsi rokok.

“Dana bagi hasil cukai itu penting untuk masyarakat. Kalau rokok ilegal dibiarkan beredar luas, dana itu akan berkurang. Ini merugikan daerah, terutama untuk kegiatan penanggulangan dampak negatif rokok,” ungkap Muparrih.

Muparrih menegaskan, perang melawan rokok ilegal bukan hanya tugas aparat penegak hukum. Masyarakat juga memiliki peran vital, terutama sebagai konsumen yang cerdas dan peduli hukum.

“Kami mengajak masyarakat untuk tidak mengonsumsi rokok ilegal. Rokok ilegal itu tidak hanya berbahaya untuk kesehatan, tapi juga merugikan negara dan merampas hak-hak petani tembakau serta pelaku UMKM rokok legal,” ucapnya.

Ia juga mendorong masyarakat agar aktif melaporkan jika menemukan peredaran rokok ilegal di sekitar mereka. Bea Cukai membuka pintu pelaporan seluas-luasnya, termasuk melalui kantor terdekat atau saluran informasi resmi lainnya.

“Kalau masyarakat menemukan rokok tanpa pita cukai, atau dengan pita palsu, bekas, atau salah peruntukan, segera laporkan. Ini adalah bentuk dukungan nyata kepada pemerintah dalam menegakkan hukum dan melindungi kepentingan bersama,” imbau Muparrih.

Sebagai bagian dari edukasi publik, Muparrih menjelaskan ciri-ciri utama rokok ilegal. Rokok yang termasuk kategori ilegal di antaranya tidak dilekati pita cukai, menggunakan pita cukai palsu, menggunakan pita cukai bekas, dan menggunakan pita cukai salah peruntukan (misalnya untuk produk lain atau wilayah tertentu).

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI