Senin, 15 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Pengamat Unimal: Dana Hibah Parpol Bisa Redam Politik Uang Asal Diawasi Ketat

Pengamat Unimal: Dana Hibah Parpol Bisa Redam Politik Uang Asal Diawasi Ketat

Senin, 15 September 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pengamat politik Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Pasha. [Foti: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kebijakan Pemerintah Aceh yang menetapkan kenaikan signifikan bantuan keuangan untuk partai politik pada tahun anggaran 2025 dari sebelumnya Rp2.000 per suara, kini menjadi Rp10.000 per suara.

Dengan lonjakan hingga 400 persen, total dana hibah untuk 13 partai politik yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tahun ini mencapai Rp29,34 miliar.

Pengamat politik Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Pasha, menilai keputusan tersebut membawa dua sisi: peluang memperkuat demokrasi sekaligus risiko melemahkannya.

“Bagi partai politik, tentu ini kabar menggembirakan. Sebelumnya hanya Rp2.000 per suara, sekarang menjadi Rp10.000. Artinya ada kompensasi lebih besar atas kerja politik yang sudah mereka lakukan, baik oleh partai maupun para legislator,” ujar Teuku Kemal kepada media dialeksis.com, Senin (15/9/2025).

Menurutnya, fenomena politik uang yang selama ini mewarnai pemilu membuat banyak calon legislatif terjebak dalam persoalan keuangan pasca-kontestasi.

“Kita sering mendengar, ada anggota Dewan yang ketika gagal terpilih menjadi depresi. Mereka sudah menghabiskan banyak uang, bahkan sampai menjual aset atau berutang. Padahal sebagian besar bukanlah manajer keuangan yang baik,” jelasnya.

Dalam konteks ini, dana hibah yang lebih besar dianggap bisa memberi kelegaan bagi partai maupun caleg yang berjuang di pemilu.

"Walaupun tentu tidak cukup mengganti uang yang sudah dikeluarkan, setidaknya ada ruang bagi partai untuk menopang kadernya. Ini bisa sedikit mengurangi dorongan bagi legislator terpilih untuk kemudian memanfaatkan jabatannya demi mengeruk APBD atau APBN,” katanya.

Namun di balik potensi positif, Kemal menekankan pentingnya pengawasan ketat. Selama ini, transparansi penggunaan dana politik masih menjadi persoalan serius di Indonesia, termasuk di Aceh.

“Semua tahapan kampanye harusnya dipublikasikan. Berapa anggaran partai, dari mana sumbernya. Karena faktanya, banyak penelitian menunjukkan uang haram ikut berputar dalam politik dari narkotika, pengemplangan pajak, hingga setoran perusahaan besar seperti sawit,” ungkapnya.

Ia menyebut praktik tersebut bukan rahasia lagi. “Bahkan di pilkada, biaya politik bisa mencapai puluhan miliar. Ada yang 30“50 miliar untuk Bupati, bahkan di Jawa Timur dulu pernah sampai 1,5 triliun. Pertanyaannya, bagaimana cara mereka mengembalikan uang sebanyak itu? Biasanya lewat korupsi ketika berkuasa,” jelas Kemal.

Dengan begitu, menurutnya, hibah negara justru penting sebagai rem agar partai tidak terlalu bergantung pada dana ilegal.

“Harus ada kontrol eksternal, dari masyarakat sipil dan LSM. Publik berhak tahu setiap rupiah yang digunakan partai, apakah benar-benar halal atau sebaliknya. Kalau tidak, demokrasi kita hanya akan menjadi panggung bagi pemodal besar,” pungkasnya.[nh]

Keyword:


Editor :
Indri

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
sekwan - polda
bpka - maulid