DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Banda Aceh berhasil mengungkap kasus tindak pidana pengangkutan kayu hasil hutan tanpa dokumen resmi di wilayah Aceh Besar.
Dua orang pelaku bersama satu unit truk bermuatan 13 batang kayu jenis Meudangbalu (rimba campuran) berhasil diamankan dalam operasi patroli, Selasa (19/8/2025) pagi.
Kasatreskrim Polresta Banda Aceh, AKP Donna Briadi, SIK, MH, menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal dari patroli rutin yang dilakukan personel kepolisian di Jalan Desa Data Makmur, Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar.
Sekitar pukul 09.00 WIB, petugas mencurigai sebuah mobil barang Mitsubishi Colt Diesel warna kuning yang tampak mengangkut kayu.
“Mobil tersebut kami hentikan, dan setelah dicek sopir maupun penumpang tidak dapat menunjukkan dokumen berupa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Sehingga, keduanya bersama barang bukti langsung kami amankan ke Polresta Banda Aceh untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ungkap AKP Donna kepada awak wartawan, Rabu (27/8/2025).
Dari hasil pemeriksaan, sopir truk diketahui bernama Idris bin Mahmud (61), seorang petani asal Gampong Lam Apeng, Kecamatan Seulimeum, Aceh Besar.
Ia bersama seorang penumpang bernama Fakri Zamzam bin Zamzam. Petugas menyita 13 batang kayu jenis Meudangbalu dengan volume 7,77 kubik, beserta satu unit truk Colt Diesel, STNK, BPKB, dan sebuah telepon genggam.
Menurut hasil penyelidikan, kayu tersebut diperoleh Idris dari seorang bernama Sudirman dengan harga Rp800 ribu. Idris kemudian berniat membawa kayu ke sebuah kilang di Banda Aceh untuk diolah menjadi papan atau balok, sebelum dijual ke panglong dengan harga Rp2,5 juta per kubik.
“Dari keterangan tersangka, kegiatan seperti ini sudah dilakukan berulang kali. Artinya, yang bersangkutan memang sudah menjadi target operasi kami berdasarkan informasi dari masyarakat,” tambah Kasatreskrim.
Modus operandi yang dijalankan tersangka adalah mengangkut kayu hasil hutan tanpa dokumen sah untuk kemudian diproses di kilang kayu dan dikomersialkan.
Praktik ilegal ini jelas merugikan negara, merusak kelestarian hutan, dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan jangka panjang.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 88 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda minimal Rp500 juta hingga maksimal Rp2,5 miliar,” tegas AKP Donna.
AKP Donna menegaskan, Polresta Banda Aceh berkomitmen untuk terus menindak tegas pelaku perusakan hutan dan perdagangan kayu ilegal. Menurutnya, selain merugikan negara, aktivitas ini dapat memicu kerusakan ekosistem, banjir, hingga longsor di kemudian hari.
“Kayu ilegal bukan hanya soal kerugian ekonomi, tapi juga ancaman serius bagi lingkungan dan keselamatan masyarakat. Karena itu, kami akan terus meningkatkan patroli, penyelidikan, dan menindak setiap pelanggaran hukum terkait perusakan hutan,” kata Donna.
Saat ini, penyidik Satreskrim telah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, menyita barang bukti, dan menahan kedua pelaku. Proses selanjutnya adalah melengkapi berkas perkara untuk dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Berkas perkara segera kami kirim ke JPU. Tersangka bersama barang bukti juga akan kami limpahkan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” pungkas AKP Donna. [nh]