DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA), Mahmuddin, meminta Mabes Polri turun langsung ke Aceh untuk mengusut tuntas praktik tambang ilegal yang diduga melibatkan oknum penegak hukum.
"Kami meminta Mabes Polri bersama Satgas PKH bergerak cepat ke Aceh. Tangkap para cukong, telusuri aliran uang, dan hukum semua oknum yang terlibat. Kalau tidak ditindak sekarang, Aceh akan terus jadi ladang basah bagi praktik mafia tambang,” ujar Mahmuddin kepada media dialeksis.com, Sabtu (27/9/2025).
Ia menilai kasus ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan kejahatan terorganisir yang merugikan masyarakat, negara, dan lingkungan hidup.
“Fakta yang terungkap dari Pansus DPR Aceh sangat mengejutkan. Ada seribu unit ekskavator yang beroperasi di 450 titik tambang ilegal, masing-masing diwajibkan menyetor Rp30 juta per bulan. Kalau ditotal, dalam setahun jumlah setoran gelap itu mencapai Rp360 miliar. Ini praktik kejahatan yang sangat besar dan terstruktur, dan pelakunya harus ditangkap,” tegasnya.
Menurutnya, situasi ini memperlihatkan betapa lemahnya pengawasan dan komitmen penegakan hukum di daerah. Ia menekankan bahwa pemberantasan tambang ilegal tidak akan berjalan maksimal jika hanya dilakukan di tingkat provinsi.
“Kalau memang benar ada oknum penegak hukum yang ikut bermain, maka tidak cukup hanya aparat di Aceh. Mabes Polri harus turun tangan langsung agar penyelidikan berjalan objektif dan transparan,” lanjutnya.
Mahmuddin mengapresiasi langkah Panitia Khusus (Pansus) DPR Aceh yang berhasil membuka tabir praktik setoran gelap dalam bisnis tambang ilegal.
Ia juga menyatakan dukungannya terhadap langkah tegas Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, yang memberi ultimatum untuk menuntaskan persoalan tambang ilegal dalam dua minggu.
“Pansus sudah melakukan kerja luar biasa dengan membuka data lapangan. Sekarang bola ada di tangan penegak hukum. Kami juga mendukung penuh langkah Gubernur Mualem yang berkomitmen menyelesaikan masalah tambang ilegal ini. Jangan hanya jadi wacana, harus benar-benar ditindaklanjuti,” ujarnya.
Mahmuddin mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto sudah berulang kali menegaskan komitmennya untuk menindak tegas praktik tambang ilegal di Indonesia.
Sebagai bukti keseriusan, Presiden bahkan telah membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025.
“Satgas ini dipimpin langsung oleh Menteri Pertahanan, dengan Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri sebagai wakil ketua. Artinya, Presiden benar-benar serius. Tinggal bagaimana Satgas ini bergerak cepat di Aceh, karena data dan laporan praktik ilegal sudah sangat jelas,” tutur Mahmuddin.
Selain kerugian negara akibat setoran ilegal yang masuk ke oknum, Mahmuddin juga menyoroti dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Bukit yang gundul, sungai tercemar lumpur, hingga hilangnya daerah resapan air kini menjadi masalah serius yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Ia menambahkan, jika aktivitas tambang dilakukan secara legal, pemerintah daerah seharusnya memperoleh pendapatan asli daerah (PAD) yang signifikan. Namun praktik ilegal justru menutup peluang itu, sekaligus memperkaya oknum tertentu.
“Uang ratusan miliar itu seharusnya masuk ke kas daerah untuk membangun jalan, sekolah, atau rumah sakit. Tapi kenyataannya, justru mengalir ke kantong segelintir orang. Ini bentuk pengkhianatan terhadap rakyat," pungkasnya. [nh]