DIALEKSIS.COM | Jakarta - Proses gugatan yang diajukan Miswar terhadap hasil seleksi Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) oleh Pj Gubernur Aceh kini memasuki tahap pembuktian di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan ini teregistrasi dengan Nomor Perkara 62/G/2025/PTUN/JKT.
Dalam sidang yang digelar Rabu (21/5/2025), Penasihat Hukum Penggugat, Erlizar Rusli, SH, MH, membenarkan bahwa agenda sidang telah masuk pada tahap pembuktian. Dalam persidangan tersebut, Majelis Hakim yang diketuai oleh Irvan Mawardi, SH, MH, dengan hakim anggota Yuliant Prajaghupta, SH, dan Ganda Kurniawan, SH, mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pihak penggugat.
Pihak penggugat menghadirkan dua orang penting, yakni Marzuki Daham, mantan Kepala BPMA pertama, dan Dr. Zainal Abidin, SH, MSi, MH, ahli hukum tata negara dan administrasi negara dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.
Ahli: Pj Gubernur Aceh Langgar Kewenangan
Dalam keterangannya, Dr. Zainal Abidin menegaskan bahwa seleksi Kepala BPMA yang dilakukan oleh Pj Gubernur Aceh melampaui kewenangan jabatan. Ia menyebutkan, berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No. 11 Tahun 2006, yang memiliki kedudukan khusus sebagai hasil perjanjian damai MoU Helsinki, kewenangan strategis seperti pengangkatan Kepala BPMA seharusnya dilakukan oleh Gubernur definitif, bukan oleh pejabat sementara.
“Pj Gubernur hanya memiliki kewenangan delegasi dari pemerintah pusat, dan untuk mengambil kebijakan strategis harus ada persetujuan tertulis dari menteri terkait,” ujar Zainal.
Ia merujuk pada Permendagri Nomor 4 Tahun 2023, khususnya Pasal 15 Ayat (2) dan (3), yang mengatur bahwa tindakan strategis dari Pj Gubernur memerlukan persetujuan tertulis. Namun menurut Zainal, tidak ditemukan bukti bahwa persetujuan itu pernah diberikan oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri ESDM dalam pembentukan pansel seleksi Kepala BPMA.
Tidak Ada Urgensi Seleksi
Zainal juga menyoroti bahwa masa jabatan Kepala BPMA saat ini, Teuku Muhammad Faisal, telah diperpanjang oleh Menteri ESDM hingga 25 November 2025. Dengan demikian, menurutnya tidak ada keadaan mendesak yang membenarkan dilakukannya seleksi oleh Pj Gubernur Aceh, terlebih Gubernur definitif, Muzakir Manaf, sudah dilantik pada 12 Februari 2025 dan masih punya cukup waktu untuk menggelar proses seleksi sesuai ketentuan perundang-undangan.
Selain masalah kewenangan, Zainal juga mempertanyakan dasar hukum pembatasan usia dalam seleksi yang dilakukan pansel. Menurutnya, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2015 yang menjadi dasar pengelolaan BPMA tidak mensyaratkan batas usia calon kepala. Ia menyebutkan bahwa pembatasan usia adalah bentuk diskresi yang seharusnya bukan menjadi kewenangan pansel.
“Yang utama dalam PP 23/2015 adalah penguasaan bidang migas, pengalaman, dan kemampuan manajerial. Apakah kepala BPMA hasil seleksi Pj Gubernur memenuhi kriteria tersebut? Itu biarlah menjadi penilaian majelis hakim,” ucap Zainal.
Ia menegaskan bahwa keterangannya sebagai ahli murni membahas aspek hukum dan tidak bersifat menyerang pribadi pihak manapun.
Permendagri Tidak Lebih Tinggi dari UUPA dan PP
Zainal juga menyinggung hirarki peraturan perundang-undangan, di mana Permendagri 4/2023 tidak boleh bertentangan dengan PP 23 Tahun 2015 maupun UUPA, karena berdasarkan Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, Permendagri bukanlah peraturan yang bisa mengesampingkan undang-undang dan peraturan pemerintah.
"Jika Permendagri bertentangan dengan aturan di atasnya, maka berlaku asas lex superior derogat legi inferiori -- peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang lebih rendah," pungkasnya. [*]