Minggu, 04 Mei 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Tokoh Aceh Kritik Forum Forbes Aceh Abaikan Kepedulian BPKS Sabang

Tokoh Aceh Kritik Forum Forbes Aceh Abaikan Kepedulian BPKS Sabang

Sabtu, 03 Mei 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. Ahmad Farhan Hamid, MS, mantan Wakil Ketua MPR RI sekaligus tokoh masyarakat Aceh. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Lembaga strategis Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) genap berusia 25 tahun pada 2023, merujuk pada landasan hukum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 dan penguatan melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Namun, pencapaian seperempat abad ini dinilai belum diimbangi dengan kemajuan signifikan akibat lemahnya peran Forum Bersama (Forbes) Aceh, yang seharusnya menjadi garda depan advokasi lembaga tersebut di tingkat nasional.

Dr. Ahmad Farhan Hamid, MS, mantan Wakil Ketua MPR RI sekaligus tokoh masyarakat Aceh, menyoroti sikap "tutup mata" para anggota DPR dan DPD RI asal Aceh dalam memajukan BPKS.

"Forbes Aceh, yang seharusnya menjadi wadah sinergi program antara pemerintah pusat dan Aceh, justru terkesan abai terhadap nasib BPKS. Padahal, ini lembaga kunci untuk mendongkrak ekonomi dan perdamaian di daerah," tegas Farhan dalam wawancara eksklusif, Sabtu (03/05/2025).

Pria kelahiran Aceh Utara, 21 Januari 1953, itu menegaskan bahwa BPKS memiliki potensi besar sebagai pintu gerbang ekonomi Aceh, terutama dalam menarik investasi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sayangnya, minimnya komitmen politik dari anggota Forbes Aceh membuat lembaga ini stagnan.

"Mereka seharusnya rajin duduk bersama Gubernur, bupati, walikota, dan jajaran BPKS untuk merancang langkah strategis. Tapi yang terjadi, forum ini hanya jadi simbol tanpa aksi nyata," ujarnya.

Farhan menambahkan, sinkronisasi kebijakan antara pemerintah Aceh dan Jakarta melalui Forbes Aceh adalah kunci. Misalnya, BPKS perlu didorong untuk memperluas kerja sama internasional, mempermudah perizinan investasi, dan meningkatkan fasilitas pelabuhan.

"Ini semua butuh dukungan regulasi dari pusat. Tanpa tekanan politik dari Forbes Aceh, BPKS akan tetap jalan di tempat," paparnya.

Ia juga mengkritik sikap anggota dewan yang jarang mengangkat isu BPKS dalam pembahasan anggaran atau revisi undang-undang di Jakarta.

"Mereka lupa bahwa BPKS bisa menjadi mesin PAD andalan Aceh jika dikelola serius. Contohnya, potensi bea masuk, retribusi pelabuhan, atau investasi sektor logistik yang masih terbuka lebar," tambahnya.

Sebagai solusi, Farhan mendesak Forbes Aceh menggelar pertemuan berkala dengan pemangku kepentingan lokal, merumuskan masalah teknis dan regulasi, lalu memperjuangkannya di parlemen. "Jika perlu, buat grand design pengembangan BPKS untuk 10 tahun ke depan. Jangan hanya sibuk urusan politik sesaat," tegasnya.

Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Ketua Forbes Aceh atau anggota DPR/DPD terkait kritik ini. Namun, sorotan Farhan mengingatkan kembali pada pentingnya mandat Forbes Aceh diharapkan menjadi garda depan pemulihan ekonomi dan perdamaian Aceh. Keberadaan BPKS, sebagai proyek strategis nasional, seharusnya menjadi bukti nyata kolaborasi Jakarta - Aceh.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
diskes