Sabtu, 12 Juli 2025
Beranda / Politik dan Hukum / TTI Desak Kajati Aceh Usut Gagal Konstruksi Proyek Irigasi Sigulai Senilai Rp174 Miliar

TTI Desak Kajati Aceh Usut Gagal Konstruksi Proyek Irigasi Sigulai Senilai Rp174 Miliar

Kamis, 10 Juli 2025 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Proyek Irigasi Sigulai di Kabupaten Simeulue bernilai Rp174,2 miliar melalui skema multiyears contract (MYC) dari APBA Aceh tahun 2020, 2021, dan 2022. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Transparansi Tender Indonesia (TTI) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk segera membentuk tim khusus guna mengusut proyek Irigasi Sigulai di Kabupaten Simeulue yang dinilai gagal konstruksi. Proyek bernilai Rp174,2 miliar ini dibiayai melalui skema multiyears contract (MYC) dari APBA Aceh tahun 2020, 2021, dan 2022.

Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, dalam keterangannya dikirimkan ke Dialeksis (Kamis, 10/7/2025) menyebut proyek yang dikerjakan oleh PT PPM dengan konsultan pengawas PT IIK Kontrak itu bukan hanya gagal dari sisi teknis, tapi juga menyimpan banyak persoalan dari segi proses pengadaan.

"Proyek ini adalah satu dari 12 paket MYC dengan total anggaran Rp2,7 triliun yang dicanangkan semasa Gubernur Nova Iriansyah. Banyak dari proyek tersebut diklaim selesai 100 persen, tapi faktanya tak bisa difungsikan. Bahkan ada yang secara teknis dinilai gagal konstruksi,” ungkap Nasruddin, Rabu (10/7/2025).

Nasruddin menuturkan, proyek Irigasi Sigulai semestinya menjadi penopang pertanian masyarakat Simeulue, namun hingga kini tidak memberikan dampak sebagaimana direncanakan. Ia menduga kuat terjadi penyimpangan dalam proses lelang dan pelaksanaan proyek tersebut.

“Dalam proses tender kami menemukan banyak indikasi persekongkolan, baik secara vertikal antara kelompok kerja (Pokja) dan pihak internal pemerintah, maupun horizontal antar peserta lelang,” katanya.

Ia juga menyoroti praktik penyalahgunaan perusahaan pelaksana. Banyak kontraktor yang hanya meminjam bendera perusahaan dan menyewakan nama untuk digunakan oleh pihak ketiga, yang sebenarnya mengerjakan proyek.

“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), konsultan pengawas, dan direktur perusahaan pelaksana. Jangan biarkan uang rakyat Rp174 miliar menguap tanpa pertanggungjawaban,” tegas Nasruddin.

Lebih lanjut, TTI memperingatkan bahwa jika penyimpangan dibiarkan, potensi kerugian negara bisa sangat besar. “Jika hanya 10 persen dari total Rp2,7 triliun proyek MYC yang bocor, berarti ada sekitar Rp270 miliar yang masuk ke kantong pribadi-pribadi tertentu. Ini bukan angka kecil,” ujar Nasruddin.

TTI juga mengkritik kebijakan Pemerintah Aceh kala itu yang tetap menjalankan proyek multiyears meski menuai banyak kritik. “Suara-suara kritis dari publik saat itu diabaikan. Padahal proyek multiyears ini mestinya dilakukan dengan perencanaan dan pengawasan yang ekstra ketat. Sayangnya, yang terjadi justru praktik culas,” tambahnya.

Ia menegaskan, proyek Irigasi Sigulai bukan satu-satunya yang bermasalah. Banyak proyek jalan dalam skema MYC yang kini rusak, tertimbun longsor, atau tidak layak pakai meskipun telah dinyatakan selesai.

“Ini alarm besar bagi penegakan hukum dan tata kelola anggaran publik di Aceh. Kami minta Kejati Aceh tidak ragu untuk membuka semua dokumen, memanggil semua pihak terkait, dan menuntaskan penyelidikan atas proyek-proyek multiyears yang bermasalah,” pungkas Nasruddin.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI