Beranda / Tajuk / Dimensi Warna dan Rasa Kemanusiaan

Dimensi Warna dan Rasa Kemanusiaan

Sabtu, 11 April 2020 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi


Warna pada barang atau sejenisnya, esensinya tidaklah menjadi penting ketika diletakkan pada rasa kemanusiaan, merespon dan bertindak karena bencana apa pun jenisnya. Rasa kemanusiaan berada di atas semua perbedaan warna kulit, suku, agama, dan ideologi.

Warna tidak menahan rasa seseorang maupun pemerintah dalam menolong banyak orang disaat negeri ini dilanda musibah. Terjebak dalam urusan warna membuat kemunduran, karena seseorang akan menghabiskan energi untuk mengurusi hal sepele. Terkadang mereka yang merespon warna belum tentu berbuat, memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan, ketika musibah bencana datang. 

Perasaan-perasaan sempit merespon masalah warna adalah reaksi emosional pribadi yang merefleksikan sikap. Kita harus melepaskan ego dan benci ruman kepada siapa pun manakala di depan kita dihadapi masalah bencana. Kita harus lebih menguatkan sikap kepedulian terhadap sesama disaat musibah mendera kita bersama. 

Rasa kemanusiaan hanya memiliki satu sikap saja, yaitu aksi solidaritas. Aksi yang membutuhkan rasa senasib dan sepenanggungan di dalam kondisi negeri ini dirayapi musibah bencana.

Warna tidak bisa diidentikkan pada identitas tertentu maupun partai tertentu. Pada prinsipnya warna cerminan seni dari keragaman reaksi keindahan seseorang, maupun reaksi dari institusi/kelembagaan. 

Keterbatasan pemaknaan warna membuat kita menjadi luntur, sehingga terpecah belah dalam merespon dan bertindak untuk bersama-sama mengatasi bencana/musibah. Mengapa terjadi keterbatasan, karena kita tidak selesai terhadap kita sendiri serta memahami hakikat rasa kemanusiaan itu sendiri. 

Dikehidupan kita warna memainkan peranan penting mengekspresikan suatu institusi/kelembagaan. Seperti pertanian diidentikan hijau, kesehatan dilabelkan kuning, dll. Menariknya warna dapat dimaknakan secara khusus, seperti warna hijau terlihat lebih memiliki ruang di mata manusia dibandingkan warna lainnya.

Warna biru identik dengan terpercaya, dapat diandalkan dan berkomitmen, warna merah dikenal sebagai warna stimulan, merah mengekspresikan rasa semangat, dan lain lain. 

Wajar saja jika satu warna akan memunculkan argumen yang berbeda mengenai tafsiran maknanya, maupun pemaknaan keindahannya. Terpenting bagaimana kita menggunakan hati untuk menghadirkan rasa cinta sesama, dengan nilai-nilai kemanusiaan dalam wujud saling menolong satu sama lain. Apalagi ketika kita sama sama menghadapi bencana. 

Arti hidup sesungguhnya, ketika kita semua tidak terjebak pada dimensi pemaknaan ataupun mengartikan warna. Tapi bagaimana kita semua berarti untuk sesamanya dengan tindakan saling menolong disetiap musibah/bencana yang melanda siapapun, maupun negara manapun. 

Mengapa saat negeri ini membutuhkan hati nurani kita, membutuhkan kebersamaan dalam genggaman jemari untuk menghadapi persoalan bersama, kita masih mempersoalkan warna?

Bukankah jauh lebih baik bila energi yang kita miliki kita pergunakan untuk menolong sesama, memperhatikan penghuni negeri yang sedang sakit. Buat apa kita membuang energi dalam mempersoalkan warna. Bukankah energi itu lebih baik kita pergunakan untuk menunjukan siapa kita dalam membantu sesama?

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda