Kamis, 19 Juni 2025
Beranda / Tajuk / Mualem dan Empat Pulau yang Pulang

Mualem dan Empat Pulau yang Pulang

Rabu, 18 Juni 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Foto: Jurnal Istana


DIALEKSIS.COM | Tajuk - Di tangan Muzakir Manaf, yang akrab disapa Mualem, debu sejarah Aceh bergerak. Empat pulau yang terserak di peta sengketa panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek kini resmi kembali ke pangkuan Serambi Mekkah. Keputusan Presiden Prabowo Subianto, 17 Juni 2025, bukan sekadar koreksi batas. Ia adalah monumen diplomasi: tajam data, peka politik, dan menghidupkan denyut “hubbul wathan” (cinta tanah air) di jantung rakyat Aceh.

Mualem tak datang ke Jakarta dengan gertak. Ia membawa arsip yang bicara disajikan melalui dokumen era Gubernur Ibrahim Hasan tahun 1980 - an yang membentang jelas batas Aceh - Sumut. Ketika Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138/2025 mencoba menggeser pulau-pulau itu ke Sumatera Utara, ia tak menggugat di jalanan. Ia mengetuk pintu istana langsung.

Di ruang rapat terbatas, berhadapan dengan Presiden Prabowo, Mensesneg Prasetyo Hadi, Mendagri Tito Karnavian, dan Gubernur Sumut Bobby Nasution, Mualem memaparkan fakta bagai pedang. Tak ada amarah. Yang ada ialah keteguhan data. Dan data itu tak terbantahkan.

Tapi Mualem tahu: dokumen saja tak cukup. Ia memantik gerakan bawah tanah cinta Aceh yang nyata. Saat pengamat meragukan komitmennya, mahasiswa turun ke jalan. Pejabat Setda Aceh membanjiri media dengan argumentasi hukum.

Sentimen “harga diri Aceh” dihidupkan cerdas bukan sebagai teriakan separatis, tapi sebagai gugatan moral atas keadilan terampas. “Ambil alih empat pulau adalah harga mati!” pekik mereka. Tekanan rakyat inilah yang menjadi pengungkit final di meja istana.

Yang patut dicatat: kemenangan ini tak diakhiri dengan pekik kemenangan yang arogan. Usai penandatanganan batas wilayah, Mualem menyambung jemputan tangan Bobby Nasution. “Mudah-mudahan tidak ada yang dirugikan... Jangan mau terhasut!” ujarnya, merajut jembatan baru Aceh-Sumut. Bobby pun merespons elegan: “Kami hormati keputusan pusat.” Inilah seni Mualem: memenangkan perang tanpa meninggalkan luka.

Di balik sengketa, Mualem sudah menatap lebih jauh. Keempat pulau itu bukan sekadar batu karang. Ia adalah gerbang potensi migas dan energi, mungkin sebesar Blok Andaman. Klaimnya yang masih perlu kajian mendalam memantik pertanyaan: akankah pulau-pulau ini jadi motor ekonomi Aceh, atau sekadar tambahan angka di peta? Ujian sesungguhnya baru dimulai.

Presiden Prabowo patut diacungi jempol. Dengan berani ia mengoreksi kebijakan teknis yang sarap muatan politis. Tapi jangan lupa: keputusan ini juga tak lepas dari faktor kedekatan personal Mualem - Prabowo. Di republik yang kerap terjebak birokrasi, relasi kadang lebih berpengaruh daripada regulasi.

Mualem telah membuktikan dirinya mencintai Aceh tak harus melawan Indonesia. Dengan diplomasi yang cermat, ia mengubah sengketa jadi rekonsiliasi. Empat pulau itu telah pulang sebagai kemenangan yang tertunda, sebagai bukti bahwa data dan hati rakyat bisa menembus tembok istana.

Kini, biarkan pulau-pulau itu tak sekadar jadi nama di peta, melainkan pelajaran: bahwa kedaulatan bisa diraih tanpa merobek persaudaraan.

Aceh telah menang. Tapi tugas sesungguhnya baru dimulai menjadikan tanah yang diklaim kembali itu tak sekadar milik peta, tapi juga kemakmuran anak negeri.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dpra