Kamis, 04 September 2025
Beranda / Tajuk / Rakyat Masih Kuat

Rakyat Masih Kuat

Senin, 01 September 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Ilustrasi rakyat. Foto: TEMPO/Muhammad Hidayat


DIALEKSIS.COM | Tajuk - Dalam sejarah Indonesia, kekuatan rakyat bukanlah mitos atau sekadar slogan kampanye. 

Ia adalah kenyataan yang berulang, kadang dalam gelombang besar, kadang dalam bisikan yang menggerakkan nurani bangsa. 

Dua momen berbeda--Reformasi 1998 dan demonstrasi akhir Agustus 2025--menjadi cermin bahwa ketika rakyat bersatu, bahkan kekuasaan pun tak bisa bertahan dalam kebisuan.

Pada 1998, Indonesia berada di ambang kehancuran ekonomi dan moral. Ketimpangan, korupsi, dan represi menjadi wajah sehari-hari. 

Namun, rakyat memilih untuk tidak diam. Mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil turun ke jalan, menuntut perubahan yang bukan sekadar pergantian presiden, tetapi perombakan sistem. 

Reformasi lahir dari keberanian kolektif, bukan dari kemurahan elite. Amandemen konstitusi, pemilu langsung, dan kebebasan pers adalah buah dari suara yang tak bisa lagi dibungkam.

Dua puluh tujuh tahun kemudian, pada Agustus 2025, suara itu kembali menggema. 

Dimulai dari seruan digital yang menyebar cepat, rakyat Indonesia kembali turun ke jalan. 

Isu tunjangan DPR sebesar Rp50 juta menjadi pemicu, tetapi kemarahan publik jauh lebih dalam: ketidakpekaan elite terhadap krisis ekonomi, ketimpangan sosial, dan lemahnya akuntabilitas. 

Demonstrasi besar pada 28 Agustus melibatkan ratusan ribu buruh di seluruh provinsi. Tuntutan mereka jelas: penghapusan outsourcing, reformasi pajak, peninjauan ulang RUU kontroversial, dan desakan agar Presiden serta partai politik bertanggung jawab atas kader mereka di parlemen.

Tragedi tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojol yang dilindas kendaraan taktis Brimob, menjadi titik balik emosional. 

Solidaritas meluas, dan tekanan publik memaksa Presiden serta para ketua partai untuk mengambil sikap. Beberapa kader dipanggil, dan wacana peninjauan ulang kebijakan mulai bergulir. 

Rakyat, sekali lagi, memaksa kekuasaan untuk mendengar.

Namun kekuatan rakyat bukan hanya soal demonstrasi. Ia menuntut keberlanjutan: partisipasi politik yang aktif, media yang kritis, dan institusi yang transparan. 

Dua masa ini mengajarkan bahwa rakyat Indonesia bukan penonton dalam panggung demokrasi. 

Mereka adalah sutradara perubahan, yang dengan keberanian dan solidaritas, mampu mengubah arah sejarah.

Maka, jangan pernah lari dari kehendak rakyat - percayalah!

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
sekwan - polda
damai -esdm
bpka