Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Jurus Mabuk Mawardi Ali

Jurus Mabuk Mawardi Ali

Senin, 29 Juli 2019 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali. [FOTO: Humas Setdakab Aceh Besar]

DIALEKSIS.COM - Setelah sebelumnya sukses mengeluarkan kebijakan wajib busana muslimah alias berhijab bagi pramugari di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali kembali mengeluarkan kebijakan di sektor dirgantara yang kali ini lagi-lagi memicu pro dan kontra.   

Melalui surat bernomor 451/2019 tanggal 24 Juli 2019 yang ditujukan kepada manajemen Angkasa Pura II, Mawardi, menghimbau manajemen bandara menghentikan aktivitas penerbangan selama hari pertama perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Penghentian tersebut berlaku selama 12 jam mulai pukul 00.00 WIB s.d 12.00 WIB.

Mawardi menjelaskan, himbauan itu dibuat karena pihaknya menginginkan pelaksanaan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). 

Terlebih Aceh punya kekhususan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh serta Undang-Undang tentang Pelaksanaan syariat Islam.

Menurut Mawardi ide ini muncul karena ada masukan dan keluhan warga yang disampaikan kepadanya terkait keinginan untuk menjalankan salat ied dan kekhusyukan menjalankan ibadah shalat ied warga sekitar bandara.

Selain itu, dalam pengakuannya kepada media, himbauan itu juga menjawab aspirasi komunitas bandara. 

Menurutnya, pekerja di bandara merasa sangat sedih karena tak bisa melaksanakan salat ied setiap kali datangnya Idul Fitri dan Idul Adha.

"Bayangkan, ada pekerja di bandara yang sudah delapan tahun tidak sempat melaksanakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Mereka menyampaikan kepada saya, bisa enggak Pak Bupati bantu kami supaya bisa shalat Idul Fitri maupun Idul Adha. Kan kita jadi kasian, oleh karenanya saya tanggapi dan keluarkan surat himbauan ini," kata Mawardi dalam konferensi pers, Jumat (26/7/2019), di rumahnya.

Bupati Mawardi Ali saat menggelar jumpa pers di kediamannya terkait himbauan larangan penerbangan di Bandara SIM. [FOTO: kompas.com]

Sontak saja, berita tentang himbauan Bupati Aceh Besar bergulir ke pelosok negeri. 

Hasil penelusuran melalui media monitoring oleh Litbang Dialeksis.com, per 28 Juli 2019, Mawardi Ali menempati peringkat tiga teratas di Aceh sebagai narasumber yang paling sering dikutip, di bawah nama Munirwan dan A Hanan. 

Perolehan ini tentu saja akibat dari pemberitaan tentang himbauan larangan terbang tersebut.

Sipil Menentang

Sejumlah kalangan sipil menentang wacana larangan penerbangan Mawardi Ali. 

Pemerhati syariat islam dan sosial politik, Teuku Muhammad Jafar Sulaiman mengatakan himbauan Bupati Aceh Besar terkait larangan terbang (take off) dan landing (mendarat) pesawat ketika hari raya puasa dan hari raya haji adalah kebijakan mengelabui dan cari sensasi.

Menurut Jafar, kebijakan tersebut salah alamat apabila menyandingkan dengan larangan serupa di Pulau Dewata, Bali.

"Jadi semua yang keluar dari pemimpin itu punya konsekuensi, harus betul-betul dikaji, dianalisis dampaknya. Bahwa himbauan itu juga berpengaruh pada iklim investasi, berpengaruh pada kepercayaan publik dan berpengaruh pada pandangan luar terhadap Aceh," tegas Jafar kepada Dialeksis.com, Sabtu (27/07/2019).

Baca: Larangan Terbang Cari Sensasi

Sanusi, pemerhati sosial di Banda Aceh juga punya pandangan serupa. Menurutnya, kebijakan tersebut keliru karena masih banyak masyarakat perantauan di Aceh menggunakan layanan penerbangan kala lebaran.

"Saya tidak setuju dengan kebijakan tersebut, karena banyak masyarakat perantauan yang ingin pulang ke daerah di hari pertama lebaran dan seterusnya," sebut Sanusi, Sabtu (28/7/2019).

Pun pemuda dari Aceh Besar, wilayah yang dipimpin Mawardi Ali. Melalui Forum Diskusi NGOPI Pemuda Aceh Besar, himbauan tersebut dinilai tidak memiliki esensi terhadap kemajuan pembangunan di Aceh Besar. 

Juga tidak menjawab segala persoalan dan permasalahan kronis yang dihadapi masyarakat setempat.

"Kalau alasannya menghormati Idul Adha, maka baiknya Bupati Aceh Besar melakukan qurban sebanyak-banyaknya dan dibagikan kepada fakir miskin di Aceh Besar dan kalau alasannya Syariat Islam maka Bupati Aceh Besar harus mebutup bandara setiap kali peringatan hari besar Islam (PHBI) termasuk setiap hari Jumat," sebut Inisiator Forum NGOPI Pemuda Aceh Besar, Fakhrurazi, Minggu (28/7/2019), dalam siaran persnya.

Halaman Bandara SIM, Blangbintang, Aceh Besar. [FOTO: Dok. Angkasa Pura II]

Mereka menilai himbauan itu sebagai upaya Mawardi Ali selaku Bupati Aceh Besar dalam mengalihkan isu disharmonisasi hubungan dirinya dengan Wakil Bupati Aceh Besar Tgk H Husaini (Waled).

"Seperti diketahui bersama bahwa retaknya hubungan Bupati-Wakil Bupati mengakibatkan konflik di dinas-dinas dan badan pemerintahan daerah Aceh Besar sehingga makin lambannya kinerja Pemkab," sebut Fakhrurazi.

Karena itu, Pemuda Aceh Besar akan menyurati Angkasa Pura II. Meminta otoritas pelaksana Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda itu agar tidak mematuhi himbauan bupati dan tetap menjalankan operasional bandara pada hari raya islam itu seperti biasa.

Kebijakan Bupati Mawardi Ali diwacanakan di tengah permasalahan yang menerpa internal Pemkab Aceh Besar. 

Apakah Mawardi Ali sedang menggunakan jurus mabuk khas seni bela diri, layaknya aksi Jackie Chan dalam film Drunken Master?

Sambut Baik, Meski Merugi

Otoritas bandara lokal juga punya pandangan sendiri. Angkasa Pura II malah menyambut baik himbauan Mawardi Ali. 

Manager Operasional Angkasa Pura II Bandara SIM, Sukarni, mengatakan himbauan penghentian operasional bandara sudah diwacanakan jauh hari oleh pihaknya. Pasalnya, selama ini manajemen dan staf bandara kesulitan melaksanakan shalat ied kala Idul Fitri.

"Wacananya malah dari kita Angkasa Pura," kata Sukarni, saat dihubungi Dialeksis.com, Sabtu (27/7/2019).

Pihak bandara, kata Sukarni, bahkan berencana mengadakan salat Idul Fitri 1440 H lalu di bandara. Namun bila dibuat di bandara harus banyak koordinasi terutama dengan masyarakat setempat.

"Intinya kita positif lah (dengan himbauan bupati-red). Nantinya akan ada aturan atau prosedur yang akan kita lakukan dalam menyikapi himbauan tersebut," jelasnya.

Meski demikian, kebijakan tersebut nantinya tetap akan dikaji lebih lanjut oleh pihak PT Angkasa Pura melalui koordinasi dengan otoritas bandara di Medan, Sumatera Utara.

Sebelumnya, General Manager PT Angkasa Pura II SIM, Yos Suwagiono, menyatakan pihaknya akan meminta petunjuk dan arahan dari Kepala Otoritas Bandara di Medan, atau Direktorat Jenderal Perhubungan Udara di Kementerian Perhubungan.

Hasil kajian otoritas bandara tersebut lah yang nantinya akan dilaksanakan Angkasa Pura II sebagai tindak lanjut dari himbauan Bupati Aceh Besar.

Begitu pula halnya menyangkut pelayanan terhadap konsumen maskapai penerbangan, tidak masalah menurut Angkasa Pura, jika himbauan itu dilaksanakan kemudian.

Sukarni memperkuat alasan Yos Suwagiono. "Saya kira tidak berdampak besar, karena cuma dilakukan satu hari. Intinya pesawat yang datang delay dulu. Mereka hanya berubah jadwal. Penumpang tetap terlayani hanya jadwal disesuaikan. Jadi tidak sampai mengganggu pelayanan publik. Intinya karyawan tetap standby," paparnya.

Air Asia melayani rute Banda Aceh - Kuala Lumpur dan sebaliknya, dari Bandara SIM, cukup diminati warga Aceh belakangan ini karena biaya yang lebih rendah daripada terbang ke rute domestik. [FOTO: RRI]

Terlebih menurut Sukarni, saat lebaran banyak masyarakat Aceh yang sudah membooking jauh hari. Pihak maskapai juga banyak yang cancel ketika lebaran.

"Lagipula Idul Fitri malah banyak yang cancel untuk wilayah Aceh ketika pertama lebaran. Garuda yang pagi, biasanya cancel terbang sore."  

Dia menambahkan, "Saya kira masyarakat Aceh juga tidak ada yang menggunakan penerbangan kala lebaran. Biasanya sebelum lebaran sudah dibooking jauh-jauh hari."

Untuk diketahui, Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh, dinobatkan sebagai pemenang kategori World’s Best Airport for Halal Travellers dalam World Halal Tourism Awards 2016. 

Dari raihan itu, diharapkan dapat mendongkrak traffict flight Bandara SIM sehingga menambah pundi-pundi rupiah.

Namun berdasarkan penelusuran Dialeksis.com, Bandara SIM, sepanjang tahun 2018 mengalami kerugian sebesar Rp42 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 yang merugi Rp38 miliar.

Menurut keterangan Angkasa Pura II, kerugian itu disebabkan oleh pendapatan yang tidak sesuai dengan pengeluaran operasional.

Jumlah penumpang menurun baik keberangkatan maupun kedatangan, sehingga berdampak ke sejumlah maskapai yang ikut membatalkan penerbangannya ke Aceh. Kondisi itu diperparah oleh inflasi serta UMP yang naik.

Guna meminimalisir kerugian, manajemen Angkasa Pura II ke depannya perlu melakukan pemasaran yang lebih efektif sehingga para wisatawan mau berkunjung ke Aceh melalui bandara SIM. Demikian kata GM PT Angkasa Pura II, Yos Suwagiyono, kepada media lokal pada Maret lalu. 

Mengcopy Kebijakan Bali 

Wacana yang dilontarkan Mawardi Ali disebut meng-copy kebijakan di Bali. Saat Hari Raya Nyepi, operasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai ditutup 24 jam.

Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. [FOTO: EPA/Republika]

Penghentian sementara operasional bandara itu didasarkan pada Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: AU/2696/DAU/223168/1796/99 tanggal 1 September 1999 tentang Pengoperasian Bandar Udara Ngurah Rai Bali pada Hari Raya Nyepi.

Akibat dari kebijakan itu, Bandara Ngurah Rai kehilangan pendapatan sekitar Rp4,1 miliar. Dengan rincian, income sehari-hari dari sektor PJP2U atau Passenger Service Charge sekira Rp3,2 miliar serta biaya parkir dan landing pesawat sekira Rp900 juta.

Meski begitu, pengelola Bandara Ngurah Rai dapat berhemat dari sektor pemadaman listrik dan lainnya. Biaya pemakaian listrik dalam satu hari mencapai sekitar Rp145 juta, pemakaian air Rp17 juta dan biaya telepon sekitar Rp12 juta.

Dari data yang dihimpun Dialeksis.com, pada tahun 2018 sedikitnya 482 penerbangan tidak beroperasi pada saat Nyepi, 244 penerbangan domestik dan 238 penerbangan internasional. Rute terbanyak tujuan Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura, Perth dan Surabaya.

Kendati mengalami penutupan, Bandara Ngurah Rai akan tetap melayani penerbangan yang bersifat darurat.

Bagaimana dengan Bandara SIM setelah merugi dalam dua tahun terakhir, apakah angka kerugian akan terus bertambah jika himbaun Mawardi Ali dilaksanakan? Atau ada keberkahan yang tak dapat kita duga sehingga membuat bandara yang pernah meraih penghargaan internasional itu malah untung? (Pondek)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda