Beranda / Berita / Nasional / Bawaslu: CFD Tidak Boleh Dijadikan Ajang Kampanye Politik

Bawaslu: CFD Tidak Boleh Dijadikan Ajang Kampanye Politik

Selasa, 01 Mei 2018 13:16 WIB

Font: Ukuran: - +



Susi Ferawati, korban intimidasi di acara Car Free Day, Minggu, 29 April 2018. (Foto: TagarNews/Rona Margareth))


DIALEKSIS.COM| Jakarta - Badan Pengawas Pemilu menegaskan bahwa Car Free Day tidak boleh dijadikan ajang kampanye politik menjelang Pemilu 2019. Bawaslu mengimbau agar CFD digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Kita kembalikan fungsi CFD sesuai dengan Perda atau Pergub. Jadi tidak boleh digunakan sebagai ajang kampanye dan parpol tertentu. Jadi, kembali ke asas dasar dan peraturan," ujar Anggota Bawaslu Rahmat Bagja di Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin 14, Sarinah, Jakarta, Senin (30/4) malam.

Pihaknya, kata Bagja, telah menginstruksikan Bawaslu di tingkat daerah untuk mengawasi pelaksanaan CFD agar tidak ditunggangi oleh kampanye politik. Bawaslu, kata dia bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat agar CFD berjalan sesuai dengan fungsinya.

"Kita kembalikan lagi roh CFD sebagai arena ajang kebersamaan masyarakat dan juga untuk melakukan kegiatan olahraga dan bersosialisasi dengan teman-teman. Jadi, tidak boleh CFD dimasukan ke dalam beberapa agenda parpol tertentu karena CFD milik semua," tandas dia.

Bagja juga mengatakan jika terjadi pelanggaran saat pelaksaan CFD, maka akan dikenakan sanksi sebagai diaturan dalam Undang-Undang atau Perda yang berlaku. Masyarakat, kata dia, bisa melaporkan ke polisi jika ada persekusi atau tindakan kriminal lainnya.

"Jika terjadi pelanggaran, Perda tersebut akan memberikan sanksi. Dan jika ada persekusi atau lainnya tentu masyarakat bisa melaporkan kepada kepolisian setempat," tutur dia.

Lebih lanjut, dia mengatakan setiap orang sebenarnya bebas berekspresi dan menyampaikan tagar tertentu. Namun, kata dia, tidak boleh orang memaksakan orang lain mengikuti tagarnya, pilihannya atau mengenakan baju kaos yang menjadi propaganda pilihannya.

"Itu termasuk dalam pelanggaran dan bisa masuk dalam pidana atas tindakan tidak menyenangkan. Pelakunya bisa kena sanksi pidana sesuai aturan yang berlaku," pungkas dia. (BeritaSatu.com)

Keyword:


Editor :
HARIS M

riset-JSI
Komentar Anda