Beranda / Berita / Aceh / 14 Paket Proyek di PUPR Aceh Tamiang Belum Dibayar

14 Paket Proyek di PUPR Aceh Tamiang Belum Dibayar

Kamis, 02 Januari 2020 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : M. Hendra Vramenia

Surat Minta Penjelasan dari CV Tamindo ke Dinas PUPR Aceh Tamiang akibat belum dibayarkan proyek aspal pendopo yang sudah dikerjakan pihaknya. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Sejumlah rekanan (Kontraktor) di Aceh Tamiang menjerit akibat proyek yang mereka kerjakan belum dibayar oleh pemerintah setempat. Diantaranya proyek pengaspalan jalan lingkungan Pendopo Bupati Aceh Tamiang yang berada di Kota Kualasimpang dan 13 proyek lainnya yang berada di Bina Marga PUPR Aceh Tamiang. 

Dari 14 kegiatan yang belum bisa dilakukan pembayaran pada tahun 2019, totalnya dikabarkan mencapai Rp 13 miliar. Akibat belum terealisasi pembayaran proyek tersebut sehingga perusahaan pelaksana mengajukan surat penjelasan kepada Dinas PUPR Aceh Tamiang.

Dalam surat yang dikeluarkan CV Tamindo Raya tertanggal 30 Desember 2019, Nomor: 92/TMR-KS/XII/2019, Perihal Penjelasan dan ditujukan Kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Aceh Tamiang serta ditandatangani Khairuddin (Direktur) disebutkan, pekerjaan yang dilaksanakan dengan nomor kontrak 609.620/4516 tanggal 24 September 2019 dan berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan nomor 312/BPHP/BM-JL/XII/2019 tertanggal 23 Desember 2019 bahwa pekerjaan tersebut sudah selesai 100 persen dikerjakan.

Dalam surat itu juga dipertanyakan, bahwa sampai saat ini belum menerima pembayaran dari pekerjaan tersebut dan semua bahan kelengkapan administrasi telah dipenuhi dan telah diterima BPKD Kabupaten Aceh Tamiang tertanggal 26 Desember 2019.

Hal tersebut terjadi dikarenakan realisasi penerimaan tidak mencapai target sehingga proyek yang sudah dikerjakan dan belum dibayarkan tahun 2019 akan dilakukan pembayaran melalui APBK Perubahan 2020 mendatang. Namun, kondisi ini terkesan tidak profesionalnya daerah dalam mengelola keuangan daerah sehingga bebannya harus ditanggung oleh rekanan pelaksana kegiatan.

Wakil Ketua Gapensi Aceh Tamiang, M. Ichsan menanggapi persoalan ini mengatakan, pihaknya belum mengetahui persis duduk persoalannya sehingga proses pembayaran belum diterima oleh rekanan pelaksana proyek pengaspalan lingkungan Pendopo Bupati Aceh Tamiang ini. "Seharusnya hal ini tidak terjadi jika proses administrasinya sudah sesuai dan harus dibayarkan," ujarnya.

Ditegaskannya, bila dicermati dari persoalan anggaran, kemungkinan terjadinya kekosongan uang milik daerah. "Jika ada yang tidak dibayarkan tahun 2019 ini selayaknya bukan kegiatan tender, tapi kegiatan pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRK yang ditunda," sebut Ichsan.

M. Ichsan mengharapkan kepada dinas terkait agar dapat menjelaskan apa yang menjadi persolan sehingga uang proyek pengaspalan lingkungan pendopo bupati belum bisa dicairkan.

"Sangat disayangkan hal ini terjadi di akhir anggaran tahun 2019, karena rekanan pelaksana membutuhkan pencairan dari proyek yang sudah dikerjakan untuk membayar biaya yang telah dikeluarkan saat berlangsungnya pekerjaan," tegas M. Ichsan.

Sementara itu, rekanan lainnya yang  tak ingin disebut namanya dan bernasib sama, rata-rata mereka menyesalkan atas kejadian tersebut. Bahkan hal itu dinilai sangat tidak profesionalnya Pemkab Atam dalam mengelola managemen keuangan daerah. "Persoalan ini pertama kali terjadi sejak Aceh Tamiang berdiri sendiri menjadi kabupaten. Dan itu terjadi pada kepimpinan Bupati Mursil. Ini cukup parah," kata rekanan tersebut.

Atas ketidakberesan tersebut, dirinya bersama rekanan lainnya ingin melakukan gugatan, dan meminta pihak Pemkab setempat segera membayar uang proyek yang telah selesai mereka kerjakan.

"Walaupun kami telah diberi angin segar, bahwa pekerjaan proyek yang telah kami selesaikan itu dibayar pada APBK Perubahan tahun 2020, dan meminta untuk kami bersabar, bagi kami, itu tetap saja bukan solusi yang terbaik, karena itu merupakan hak kami yang wajib mereka bayar pada tahun anggaran yang sama, bukan dibayar pada anggaran tahun 2020 mendatang," ungkapnya. 

Yang jelas, sambung rekanan itu, bila proyek telah ditender, kontrak kerja pun ada untuk mengerjakan proyek, bahkan ada pembayaran Dana Pertama (DP) proyek, berarti anggaran untuk membayar penyelesaian proyek pun sudah tentu ada. 

Namun ketika dinyatakan uang untuk itu tidak ada, dengan alasan dana pembagian hasil daerah dari Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak tercapai alias mengalami defisit. "Buat kami alasan itu tidak masuk di akal. Kalau memang defisit, mengapa 14 paket yang tidak bisa dibayar itu ditenderkan. Ini kan sudah tidak betul. Persoalan ini seperti telah menipu para rekanan," ujarnya kesal. 

Kepala BPKD Aceh Tamiang, Yusriati melalui Kuasa BUD, Three Eka Indra Bakti yang dikonfirmasi wartawan mengatakan ketidakmampuan membayar sejumlah paket proyek disebabkan dana bagi hasil migas antara pusat dan Aceh, tidak mencapai target seperti yang diharapkan atau pencapaiannya mengalami defisit. 

"Kejadian itu baru kami terima dari Jakarta, pada tanggal 3 Desember 2019. Penganggaran belanja untuk dana bagi hasil tahun 2019, adalah Rp 116. 874.880.000. Sedangkan total penyaluran hanya mencapai Rp 77.487.771.250, sehingga terjadi kekurangan kas sejumlah Rp 39.387.108.750. Dan ini lah yang membuat ke 14 proyek tersebut tidak bisa dibayar, karena di kas memang sudah tidak ada uangnya lagi. Meski demikian, kami akan menyelesaikan pembayaran pada APBK-P tahun 2020 mendatang," jelas Indra. (mhv)


Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda