Beranda / Berita / Aceh / Aturan Larangan Masuk WNA ke RI Dilanggar, Pengamat: Jadi Bingung Kita

Aturan Larangan Masuk WNA ke RI Dilanggar, Pengamat: Jadi Bingung Kita

Sabtu, 02 Januari 2021 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
Pengamat sekaligus Direktur The Aceh Institute, Dr Fajran Zain. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Larangan Warga Negara Asing (WNA) masuk ke Indonesia selama dua minggu per tanggal 1-14 Januri 2021 telah diumumkan jauh-jauh hari oleh Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (28/12/2020).

Hal itu dilakukan untuk mencegah penyebaran mutasi baru dari virus corona di Indonesia. Namun, per 1 Januari 2021 atau hari pertama diberlakukannya larangan WNA masuk ke Indonesia telah terjadi pelanggaran aturan akibat masuknya 1.771 penumpang pesawat rute Internasional di Bandara Soekarno-Hatta, Banten.

Pengamat politik Aceh sekaligus Direktur The Aceh Institute, Dr Fajran Zain kebingungan dengan peristiwa yang terjadi. Menurutnya, seperti ada miss komunikasi yang terjadi di internal kepemerintahan.

"Kita apresiasi sikap bijak dari pemerintah yang serius melindungi warganya dari pandemi baru.Tapi lucunya, justru ada seribuan WNA yang masuk. Kalau kita ingin bilang ini hoax, enggak mungkin. Karena memang disiarkan di banyak media," kata Fajran, Sabtu (2/1/2021).

Ia menilai peristiwa masuknya WNA dalam rangka membatasi penyebaran mutasi baru virus Corona di Indonesia akibat kurangnya komunikasi antara Menlu dan Presiden. Sehingga, lanjut Fajran, mustahil bagi seorang presiden Jokowi tidak mengetahui kebijakan larangan masuk WNA ke Indonesia dan tidak mewanti-wanti dengan para pelanggar aturan tersebut.

"Satu sisi memang Menteri Luar Negeri serius ingin membatasi arus masuk tapi di sisi lain kemudian dengan tanpa koordinasi, dia kecolongan, artinya kok bisa ada orang yang masuk," katanya.

Fajran menuturkan, pelanggaran yang terjadi pada aturan penegakan larangan WNA masuk ke Indonesia memunculkan dilema dari berbagai pihak. Karena, lanjut Fajran, pelanggaran tersebut menjadi indikasi akibat pencitraan dari pemerintah.

"Jadi bingung kita, satu sisi pemerintah menframe dirinya, menunjukkan kepemerintahan yang bertanggung jawab. Tapi pada saat yang sama, mereka kecolongan dengan kebijakan mereka sendiri," tuturnya.

Selain itu, Surat Edaran Nomor 04/2020 yang menyatakan pelaku perjalanan WNA dari luar negeri dikecualikan bagi pemegang izin tinggal diplomatik dan izin tinggal dinas, serta pemegang kartu izin tinggal terbatas (KITAS) dan kartu izin tinggal tetap (KITAP) juga tidak luput dari respon Fajran.

Menurutnya, alasan perizinan bagi mereka yang dikecualikan masih masuk akal lantaran WNA tersebut berkantor di Indonesia.

"Kita ambil contoh staf-staf kedubes Amerika, atau kedubes Australia yang mereka itu pulang sebentar untuk Natal dan Tahun Baru. Nah, untuk balik lagi ke Indonesia, mereka harus diberikan akses masuk dong, karena mereka berkantor disini dan itu masih masuk akal," jelasnya.

Akan tetapi, pada klausul pengecualian itu, lanjut Fajran, dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan kejujuran sehingga akan ada oknum-oknum yang memanfaatkan klausul pengecualian itu untuk masuk ke Indonesia.

"Ini pun harus ada ketegasan dari internal pusat. Kan pejabat-pejabat airport mereka tahu siapa-siapa saja yang memang mengantongi visa diplomatik dan siapa saja yang tidak. Bisa saja nanti, ada WNA yang disusupi atas nama staf baru di kedubes. Jadi, bisa aja kejadian itu terjadi, ini kan hanya soal kejujuran mereka-mereka yang bekerja dibagian itu," ungkap Fajran.

Pengamat politik itu berharap supaya ada konsolidasi secara baik dan rapi di internal kepemerintahan, sehingga seluruh masyarakat bisa keluar dari dilema kebingungan secara bersama-sama.

Fajran juga berpesan kepada pemerintah agar kembali pada track proses hukum yang benar.

"Kita meminta pemerintah supaya kembali kepada tracking proses hukum. Keadilan hukum, kepastian hukum, harus ditegakkan. Kembali pada semangat pancasila, semangat NKRI. Kalau tidak, habis kita nanti," tutupnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda