Beranda / Berita / Aceh / Budi Cole: Menjadi Tanda Tanya Ketika Pembuat Mural Diburu

Budi Cole: Menjadi Tanda Tanya Ketika Pembuat Mural Diburu

Rabu, 25 Agustus 2021 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Budi Cole, Seniman Graffiti (Garduhouse). [Foto: Tangkapan Layar]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada Selasa (24/08/2021) membuat Diskusi Publik Mural dan Intimidasi dengan tema Saat Suara-Suara Dibungkam, Bagaimana Seni Agar Tetap Merdeka?.

Diskusi Publik ini dimulai Pukul 19.30 WIB sampai selesai, yang di moderatori oleh Joned Suryatmoko dan Narasumber diisi Oleh Oky Wiratama, Agung Hujatnikajennong, Budi Cole (Garduhouse), Andang Kelanang (Visual Jalanan), adapun Penanggap diisi oleh Lisistrata Lusandiana (IVAA) dan Irwan Ahmett.

LBH Jkarta Adakan Diskusi Publik. [Foto: Tangkapan Layar/Instagram/lbh_jakarta]

Adapun Budi Cole yang tergabung dalam komunitas Graduhouse mengatakan, beberapa kali dirinya sudah membahas dan selalu mengatakan, “Untuk teman-teman yang bikin karya seni dijalanan yang dekat dengan saya, khususnya graffiti, ini bukan hal yang aneh lagi ketika gambar atau kaya seninya dihapus, ini sudah jadi makanan sehari-hari. Yang tidak jadi biasa itu, yang membuat atau mengerjakan karya seni diburu oleh pihak berwajib, katakanlah begitu,” ucapnya.

“Bahkan ada juga komentar dari staff khusus yang secara sikis menyerang teman-teman yang suka berkarya dijalan begitu, dan kebetulan yang membuat mural ‘Tuhan Aku Lapar’ dan saya tahu orangnya dan juga sudah saling komunikasi dan saling ngobrol dengan apa yang mereka lakukan dijalan,” ujar Budi cole.

Ia mengatakan, dan juga terkait mural 404, menurutnya cukup aneh. “Karena mural 404 itu sudah ada sejak bulan Januari, kenapa baru diributkan sekarang. Itu sudah cukup menjadi pembahasan dikomunitas saja, dan kalau kasus mural ‘Tuhan Aku Lapar’ itusih ketika saya tanya, dihari mereka mengerjakan, dimalamnya mereka disamperin kerumahnya, ada Satpol PP dan Pemda terkaitlah dan juga diminta keterangan dari kepolisian setempat untuk menanyakan hal tersebut.

“Apa yang dilakukan oleh orang yang membuat mural ‘Tuhan Aku Lapar’ itu direspon berdasarkan apa yang terjadi dilingkungannya, karena hal tersebut yang terjadi di kota gua, jadi mereka ini yang membuat tergabung dalam satu crew bisa disebut juga,” tutupnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda