Beranda / Berita / Aceh / Buku "Islam Instan" Dibedah via Zoom Webinar

Buku "Islam Instan" Dibedah via Zoom Webinar

Senin, 07 September 2020 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

[Foto: Istimewa/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Atas inisiasasi beberapa lembaga di Aceh dan nasional, seperti Pusat Studi Pancasila Institute Agama Islam Negeri Langsa, LP2M IAIN Langsa, Poesa Institute, The Nusantara Institute, PPI Aceh, dan Islam Kepulauan.id mengadakan beda buku berjudul “Islam Instan” yang ditulis oleh Teuku Muhammad Jafar, seorang pemikir muda Aceh.

Beda buku berlangsung melalui  Zoom webinar pada 5 September 2020. Buku yang diterbitkan oleh Bandar Publishing di editori Miswari Usman Banta Leman Dosen IAIN Cot Kala Langsa, dirinya saat ini tercatat  kandidat doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pembedah buku mendatangi dua orang narasumber dari luar Aceh yaitu Zainal Abidin Bagir, P.hD, Direktur Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) UGM Yogyakarta , dosen di Sekolah Pascasarjana UGM dan Nina Widiawati, penulis dan pengajar Filsafat di Institut Agama Islam Cipasung (IAIC). Peserta beda buku diikuti secara virtual oleh peserta dari Aceh dan berbagai wilayah lainnya luar Aceh. 


Foto: dialeksis.com

Teuku Muhammad Jafar, penulis buku mengatakan, buku ini hadir untuk mengurai dan mengkritik Islam yang dibajak oleh kalangan tertentu yang selalu menjadikan agama sebagai komoditas kepentingan politik, dimana demi kepentingan politik, demi momentum politik lalu tiba-tiba menjadi Islam, lansung menjadi Islam yang benar (true). Padahal,  bukanlah sebuah kebenaran(truth). 

"buku Islam Instan ini membedah realitas dan fenomena tersebut dengan pendekatan filsafat dan tasawuf yang dirangkai menjadi Philo Sufi. Islam yang rahmatan lil’alamin tidak akan pernah terwujud jika dilakukan dengan metode Islam Instan, karena punya kepentingan yang sektarian, parsial dan sementara, sedangkan Islam di kemurnian dan kedalamannya adalah Islam tasawuf (tareka) yang punya nilai-nilai spiritual yang abadi yaitu keselamatan dan kedamaian. Islam instan, hanya akan menghadirkan Islam drama dan Islam karnaval Islam yang hanya punya kapasitas menampilkan Islam tampilan luar dan tidak punya otoritas dan kapasitas menghadirkan Islam yang esoterik, Islam dikedalaman yang dipunyai oleh tasawuf," jelas Jafar Direktur Eksekutif Fhilosofi Institute saat mengirimkan pers rilisnya ke dialeksis.com (7/9/2020).

Sementara itu pembeda buku, Zainal Abidin Bagir mengatakan, buku Islam instan adalah Islam dengan fenomena kedangkalan, berada di wilayah pemahaman yang dangkal, tetapi suara kencang dalam ruang-ruang publik. Pendekatan filsafat dan tasawuf seperti yang dipakai dalam buku ini adalah pendekatan yang memang mengandung kedalaman, sehingga konteksnya sangat cocok untuk membedah fenomena seperti ini. 

Pengajar disekolah pascasarjana Universitas Gadjah Mada ini juga menyampaikan  syariat itu juga mengandung kemaslahatan seperti menjaga keberlansungan hidup manusia dan yang terpenting saat ini yang sudah menjadi fenomena dunia adalah keselamatan ekologi, syariat harus bisa mengambil peran ini. 

 Harapan Zainal selaku Direktur ICRS UGM agar buku ini bisa dilanjutkan dengan lebih mendalam, dengan memberikan solusi-solusi mutakhir ke depannya. 

Pembeda lainnya yakni Nani Widiawati, mengapresiasi terbitnya buku ini karena sangat penting kehadirannya, sekaligus berani memotret sisi lain dari kritik terhadap Islam yang terkooptasi oleh kepentingan politik dan kepentingan lainnya. 

Dosen di IAIC ini juga menyatakan bahwa Islam juga harus dilihat dari sisi tasawuf secara mendalam, karena nilai-nilai yang ada dalam tasawuf ini bisa dipakai dalam konteks kekinian, seperti dalam konteks kepemimpinan dan pemerintahan agar menjadi kekuasaan yang welas sasih dan mengayomi semua dengan berbagai latar perbedaannya. 

Mengakhir diskusi Miswari selaku moderator acara tersebut mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam bedah buku ini. “kegiatan seperti ini harus terus kita semarakkan dalam ruang-ruang publik kita, karena ruang publik kita sudah terlalu banyak dengan narasi politik yang penuh kepalsuan sehingga kita perlu ruang “ ruang publik dengan narasi yang mampu menjawab persoalan keummatan melalui pendekatan pengetahuan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda