Beranda / Berita / Aceh / Cerita di Balik Destinasi Pasar Ibukota Abdya

Cerita di Balik Destinasi Pasar Ibukota Abdya

Sabtu, 30 Mei 2020 09:52 WIB

Font: Ukuran: - +

Suasana pasar di jalan H Ilyas, Blangpidie. [Foto: IST/ Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Blangpidie - Potret Pasar Ibukota Aceh Barat Daya atau sering disebut secara lisan maupun tulisan dengan nama Abdya, merupakan salah satu daerah otonom berdasarkan UU No.4 tahun 2002 silam.

Beranjak dewasa, kabupaten ini sudah menginjak angka 18 tahun. Seperti halnya manusia sudah melewati masa baliqh, maka seluruh amalan kebaikan dan kejahatan sudah dicetak atas nama diri sendiri.

"Dengan penuh kesadaran kita mengetahui bahwa pasar berfungsi sebagai pusat jual beli kebutuhan baik bersifat primer, skunder hingga tersier. Sebagai lokasi keramaian yang terus terjadi setiap waktu, terlebih bagi kaum ibu pasti menjadi kunjungan rutin," jelas Dedi Ikhwani S.P, staf pengajar DIII Manajemen Agribisnis Unsyiah kepada Dialeksis.com, Sabtu (30/5/2020).

"Pemandangan setiap pulang kampung salah satunya menjadi sorotan adalah pasar kota Blangpidie. Unik dan menarik itulah kata yang positif harus saya paksakan keluar," tambahnya.

Dedi melanjutkan, uniknya adalah prilaku pedagang yang suka berjualan di pinggiran jalan, keadaan lahan kota ini seketika berubah sejak ba'da Subuh hingga waktu siang.

"Ikatan layar tenda menjadi penghias langit dengan maksud memberi kenyamanan berteduh dari sengatan matahari dan rintihan hujan," kata Dedi.

"Uniknya lagi, prilaku konsumen atau dengan kata lain adalah pembeli. Tidak salahnya hikayat orang terdahulu mengatakan pembeli itu adalah raja. Karena predikat raja, semena-mena menggunakan haknya di ruas jalan sempit akibat lapak pedagang," tambahnya.

Menggunakan sepeda, lanjut Dedi, kenderaan motor hingga mobil sampai parkir sesukanya, bahkan tidak sedikit yang melakukan transaksi muamalah di atas kendaraan tanpa menghiraukan norma dan warisan kebudayaan.

"Sampah menjadi objek menarik untuk disoroti, kemudian kumuh menjadi pemandangan yang memiliki nilai new estetika," ungkap Dedi.

"Sungguh kombinasi yang apik, duet antara sampah dan kumuh menghasilkan rezeki bagi pemulung dan hewan peliharaan dan liar," tambahnya.

Dedi melanjutkan, menariknya lagi adalah kondisi ini seolah menjadi sebuah destinasi baru Ibukota tercinta dengan tujuan yang membingungkan.

"Pasar Ibukota Abdya ini seolah tak bertuan, namun pengakuan pedagang setiap hari ada kutipan pajak yang dilakukan oleh oknum," ungkapnya.

"Semoga pulang kampung berikutnya banyak hal unik dan menarik lagi menganai Pasar Ibukota Abdya kita cintai," pungkas Dedi. (sm)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda